~Adreil Ferupsea~

279 10 0
                                    

Adreil hanya menatap Dave dari atas sampai bawah. Sedangkan Dave terdiam.

"Lo sekarang suka sama dia?" katanya dengan berusaha sesantai mungkin.

Fiorra menoleh menatap Dave. Lelaki itu terdiam, hanya bisa terdiam apalagi saat Adreil tersenyum menatapnya lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Fiorra tidak ingin Adreil berpikiran yang tidak-tidak. "Dreil, ini gak seperti—"

"Udahlah, mau kalian jadian sekali pun gue gak peduli!" ujarnya lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Fiorra mengalihkan tatapannya ke arah Dave. Gadis itu menatap laki-laki di sampingnya dengan lekat meminta penjelasan. Tetapi, Dave hanya terus terdiam dan Fiorra tahu jawabannya apa.

"Kenapa baru sekarang?" ucapnya bertanya.

Dave menatap Fiorra, gadis itu tersenyum kecut menatap ke arah Dave.

"Setelah dulu aku berusaha ngejar dan cari simpati agar kamu ngelirik aku, tapi balasannya? Kamu ... malah ngomong terang-terangan bahkan nunjukin dengan sikap kamu nolak aku secara tegas, Dave!" teriak Fiorra akhirnya, dirinya mengingat kejadian 3 tahun lalu.

Kejadian di mana, ia dipatahkan oleh orang yang ia cintai tapi tangan lain telurur membantunya bangkit, dia Adreil Ferupsea. Ini alasan kenapa Fiorra tetap memilih lelaki itu. Baginya Adreil adalah pegangannya dalam segala hal, saat ini Fiorra yang harus mengulurkan tangan untuknya bukan orang lain atau pun gadis lain.

"Hanya Adreil, hanya dia yang saat itu ulurin tangannya ke aku!" lanjutnya tidak peduli saat semua orang akhirnya mulai menatap mereka penasaran.

Dave menggeleng, ia menatap Fiorra dengan mata sendu.

"Ak-aku cuma gamau nyakitin kamu," lirihnya.  Walau bagaimana pun dirinya tidak ingin mengakui fakta itu, apalagi Dave sadar saat ini banyak orang yang menatap ke arah mereka. Dari lubuk hatinya terdalam, Dave tidak ingin semua orang tahu apalagi Adreil yang semakin membencinya.

Meski kenyataan Adreil mengatakan tidak peduli, Dave tahu dalam lubuk hati dia Masih ada rasa cinta meski sedikit untuk Fiorra.

Fiorra menggeleng saat mendengar jawaban Dave seperti lelucon di telinganya.

"Tapi kamu emang nyakitin aku, Dave ... astaga!" Fiorra membuang mukanya ke arah lain. Ia mulai sadar semua orang sekarang menatap mereka berdua.

Farid dan Herry datang saat melihat kerumuan itu, mereka mendekat dan masuk ke arah kerumuan dan bertanya apa yang terjadi ketika melihat Dave dan Fiorra yang berada di tengah-tengah.

Fiorra kembali mendongak menatap Dave. "Kita harus jaga jarak ... aku gamau kehilangan Adreil karna kamu, Dave," putusnya.

Dave menggeleng. "Nggak, nggak bisa!"

Farid dan Herry menoleh ke arah Dave.

"Kenapa?" tanya Fiorra.

"Karn—"

"Kenapa kamu tega lagi nyakitin aku dengan cara yang berbeda, sekarang?"

Dave terdiam. "Maaf," resahnya. "Aku baru sadar sekarang, kalau aku cinta sama kamu."

Ungkapan Dave membuat semua orang yang berada di sana terkejut, Dave bukan orang yang mudah jatuh cinta. Tetapi, sekali jatuh cinta sama seseorang yang gak seharusnya ia cintai. Farid dan Herry dibuat juga terkejut.

"Mungkin dari dulu, saat di mana kamu berada di dekat Adreil dan rasa cemburu yang gak seharusnya ada itu muncul," lanjutnya.

Fiorra terkejut dan menatap Dave tidak percaya. "Jadi, kamu susul aku ke sana karna itu? Bukan karna ingin nyampein pesan Adreil?"

Dave mengangguk lagi.

Farid dan Herry benar-benar terkejut, mereka menghampiri Dave dengan tergesa.

Bugh

Semua orang histeris.

"Penghianat!" cemoh Herry.

Farid mengatur napasnya saat melayangkan tinju ke rahang Dave.

Dave menoleh terkejut dan mulai sadar. "Kalian?"

"Pinter banget lo waktu itu bilang sakit cacar ke kita dan kita semua percaya, tapi ternyata lo ...?" Farid terkekeh. "Nusuk sahabat lo, dan lo tahu?"

Dave terdiam ketika Farid semakin menatapnya.

"Lo bener-bener gak tahu diri!"

Semua orang menatap Dave cemoh dan rendah, Dave hanya terdiam.

Herry menenangkan Farid. "Udahlah, Rid. Percuma kita ngomong sama seorang penghianat temennya sendiri! Ah, bahkan kata temen atau sahabat gak pantes kita sebut ke dia."

Fiorra bersuara. "Jauhin aku, Dave," ujarnya. "Aku pamit," lanjutnya lalu pergi.

"Sikap Adreil 2 tahun belakangan ini emang hina, tapi sikap lo ternyata lebih hina!" cela Herry.

Mereka berdua pergi meninggalkan Dave yang memegang lukanya akibat pukulan keras Farid, satu persatu semua orang pergi setelah menatap Dave rendah dan mengatakan hal buruk tentangnya.

"Aaaa, bangsat!" teriaknya frustrasi.

Tidak hanya kehilangan orang yang ia cintai, Dave juga kehilangan satu persatu sahabatnya.

*****

Devan mencubit pipi Neta gemas.

"Ihh, sakit!" protes Neta, dan mengusap pipinya linu.

"Makanya tuh pipi jangan buat orang gemes!"

Neta hanya cemberut.

Devan menatap Neta yang tengah fokus membaca novel remaja. Cowok itu tersenyum ketika melihat macam-macam raut wajah Neta dalam satu waktu 'lucu'.

"Kisah cintanya rumit! Kayak aku dan Farid," ujarnya dengan lirih saat mengatakan Farid di akhir kalimat.

Devan menghela napasnya. Farid lagi dan Farid lagi.

"Ta, kalau masih suka sama dia kenapa menghindar terus? Malah seakan-akan kamu kayak gak mau berhubungan lagi sama dia."

Neta menoleh. "Kamu?"

Devan mengangguk.

"Keadaan, Van. Iya keadaan yang buat kita harus kayak gini."

Devan menoleh. "Adreil?" Anggukan dari Neta yang membuatnya kembali menghela napas.

Felisya tidak sengaja lewat dan mendengar semua itu.

*****

See you next part!

ADREIL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang