~Adreil Ferupsea~

332 14 3
                                    

Felisya menatap sekelilingnya dengan wajah terpesona, ia sering melewati ruangan ini tetapi sangat dijaga ketat dan dilarang oleh anak buah Adreil. Ia tidak menyangka ternyata tempat yang saat ini ia pijak sangat terlihat mewah dan rapi.

"Lo terpesona, hm?"

Felisya menoleh menatap Adreil yang tengah menggenggam sebuah benda berbentuk persegi panjang yang ia tebak itu adalah remote control, benar-benar canggih!

Adreil terkekeh lalu duduk di salah satu kursi yang biasa ia duduki. "Lo akan lebih terpesona lagi setelah melihat sesuatu yang sangat menakjubkan, Sya." Telapak tangannya memberi isyarat agar gadis itu ikut duduk di salah satu kursi di dekatnya. "Kamu tahu kan, aku gak suka kalau kamu gak nurut."

Felisya menunduk lalu segera duduk.

Gawat nada bicaranya mulai membuat bulu kuduknya kembali Berdiri, Felisya benci Adreil berkata manis.

"Eits! jangan duduk di sana," larangnya.

Felisya menatap Adreil namun terurungkan ketika lelaki itu menatapnya seolah tidak ingin dibantah.

Ting

Suara pintu terbuka otomatis, menampilkan seorang gadis yang tengah dibawa paksa oleh kedua orang laki-laki, Adreil mengarahkan dagunya ke salah satu kursi yang sangat mencolok penglihatan Felisya, apalagi ketika lelaki itu melarang ia duduk di sana.

"Dia sia—"

Ucapan Felisya terhenti ketika dia duduk di bangku itu.

Adreil menekan salah satu tombol yang membuatnya terlilit besi yang membuat pergerakan gadis itu terbatas.

"Lo gila?!"

Adreil hanya tersenyum menanggapi. Sedangkan anak buahnya termasuk Vano hanya menghela nafas lalu segera pamit pergi dan berjaga di depan.

"Kan, aku sudah bilang, Sya. Adreil Ferupsea ini akan buat kamu semakin terpesona lagi." Adreil menekan kembali salah satu tombol yang membuat kursi Felisya terjaga oleh besi yang sama, seperti gadis itu yang saat ini terduduk dengan terkulai lemas.

"Maks—"

"Ssttt, cukup nikmatin aja pertunjukn seni yang aku tampilkan."

Ia meneguk ludahnya menatap Adreil ngeri.

"Ja-jangan, kumohon," lirihnya menatap Adreil sayu.

Adreil melemparkan senyum ke arah gadis itu, ia segera mendekatkan kursi ke arahnya dengan gerakan santai.

"Kamu sangat cantik!" Gadis itu hanya menunduk, ia takut tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. "Kenapa menunduk? Cantik kamu gak akan keliatan kalau kayak gitu," ujarnya dengan nada suara merajuk.

"Dreil, jangan bilang lo mau ...?" Ucapan Felisya terhenti ketika Adreil hanya menoleh dan tersenyum ke arahnya.

"Sya, jangan berisik yaa. Aku mau buat seni untuk nunjukin ke kamu dan  melakukannya ke gadis cantik ini," lanjutnya.

"Tapi Dreil tolong—"

"Jangan buat aku malah beralih ke kamu, Felisya Anggraini Sion."

Tatapan Adreil kembali tertuju ke arah gadis itu yang tengah terisak kecil, Adreil tersenyum.

Lemah.

"Aku sangat suka suara ini. Apalagi ketika suara indah lainnya terdengar!"

Gadis itu mendongak menatap Adreil takut-takut.

"Boleh aku minta sesuatu?"

Adreil mengangkat alisnya lalu mengangguk. Ia tahu dia akan mengatakan apa, hampir sebagian dari mereka sudah ia kabulkan semua permintaan mereka.

ADREIL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang