Grace's Angels 17

15 7 0
                                    

Warning!
Cerita ini mengandung adegan kekerasan dan pembullyan. Diharapkan kebijakan pembaca dalam menyikapi cerita ini.

Stay safe and healthy

Happy Reading-!

∘˚˳°☆゚.*・。 { Grace's Angels } 。・*.゚☆°˳˚∘

Grace's Angels 17

Sesudah membersihkan diri, Grace duduk di kursi meja belajarnya. Ia mendapat pesan singkat dari Anye, tentang rencana untuk pergi ke rumah Anye. Alamat rumah Anye sudah ditulis rapi di sobekan kertas, baru diberikan tadi pagi di sekolah. Mengingat soal Anye, ia menjadi penasaran kenapa temannya itu merasa ketakutan untuk sekadar pergi ke toilet.

Sebuah bayangan terlintas di kepala Grace yang membuatnya bergidik, tidak mungkin kan kalau Anye juga korban bully sepertinya? Kalau memang benar seperti itu, Grace tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Ia melirik ponsel di tangannya, halaman pesan untuk kontak Anye terlihat disana.

Grace bertanya-tanya apa yang harus ia ketik pada teman nya itu. Ia khawatir akan keadaan Anye, apa yang tidak ia ketahui tentangnya? Ternyata, banyak yang tidak ia ketahui. Ia baru mengenal Anye dua hari yang lalu.

Kepada : Anyelir
Kamu baik-baik aja?

Pesan tersebut sudah terkirim, namun sampai sepuluh menit kemudian pesan itu tidak terbaca. Grace berpikir, mungkin temannya sedang beristirahat maka ia memutuskan untuk meletakkan ponsel diatas meja dan beranjak keluar kamar.

Nara sedang sibuk berkutat di dapur, sesuatu yang baru Grace lihat. H sendiri di ruang tv, tiduran di sofa—benar-benar tertidur ternyata. TV yang masih menyala itu tidak ditonton oleh siapa-siapa, maka Grace meraih remote dan mematikannya.

"Eh, Grace!"

Grace menoleh mendapati Nara memegang sepiring kue berbentuk kotak-kotak kecil yang berwarna cokelat karamel, "cobain, deh!" Nara menyodorkan piring tersebut. Grace agak ragu untuk mencobanya, tapi dari bau nya sepertinya enak. Maka ia mencomot satu buah, dan memasukkannya ke dalam mulut. Kue itu meleleh dalam mulutnya, rasanya agak terlalu manis tapi ia menyukainya.

"Apa ini?" tanyanya seraya mengambil satu buah lagi, "bread popcorn, enak?" balas Nara sambil menatap Grace penuh harap. Grace mengangguk, "agak terlalu manis, tapi enak!" katanya. "Oh, kalau gitu besok dikurangin gulanya," Nara menyenggol H untuk bergeser, dan duduk di sofa. H yang merasa terusik bangun, wajahnya terlihat kesal tapi melihat makanan ada di hadapannya maka ia segera melupakan rasa kesalnya.

"Wih, apa nih? Enak!"

Nara mencibir, "siapa dulu dong yang bikin?" Grace tersenyum saja melihat interaksi mereka. Ra tak lama ikut bergabung dengan mereka, "enak sih enak, tapi perabotannya jangan lupa dicuci ya." sindirnya.

"Besok Sabtu, pergi yuk!" ajak Ra tiba-tiba.

"Kemana?"

"Panti,"

Nara menatap Ra prihatin, "kangen sama Bunda, bukan karena apa-apa!" Ra berdalih. Nara mengangguk saja, "boleh, dah lama nggak ke sana." H menggumamkan persetujuan dengan mulut penuh, jadi terdengar seperti bahasa alien.

"Eh, tapi bukannya Grace mau ke rumah Anye?" H bertanya, membuat perhatian Nara dan Ra tertuju padanya, "iya, tapi kalian kalau mau pergi, ya pergi aja, aku kan bisa pergi sendiri." Grace menjawab, namun H nampak tidak setuju mendengarnya. "Kita tetep bisa anterin lo, dimana sih rumahnya, jalan Cempaka kan?" H bergumam sendiri, kemudian melanjutkan "lewat kok lewat, kita drop aja, abis itu kita pergi."

"Nanti repot—" H memberikan telunjuknya, menyuruh Grace diam, "mending begitu atau nggak pergi sama sekali?" Grace tidak bisa menolak lagi, "oke." katanya.

"Sip, Jean mana nih? Kita makan order go-food ajalah!"

Esok paginya, Grace sudah bersiap, ia mendapat balasan jam 5 pagi dari Anye yang mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Juga tambahan kalau Grace harus datang dan tidak boleh terlambat karena katanya, ia punya banyak hal untuk dijejalkan pada Grace.

Sesuai kesepakatan—paksaan—tadi malam, maka Grace diantar hari itu ke rumah Anye yang ternyata tidak searah dengan panti. "Nanti pulang telpon aja ya, biar dijemput!" H melambai dari dalam mobil dan mobil pun melaju pergi.

Grace berbalik menghadap rumah berwarna hijau di belakangnya, menurut alamat ia sudah benar. Pekarangan depan rumah terdiri dari sepetak tanah berukuran 2 x 2 m yang ditumbuhi rumput hijau yang terpangkas rapi, dan di pinggirnya terdapat banyak sekali pot bunga. Grace tidak bisa mengenali bunga tersebut tapi ia tahu beberapa dari mereka adalah mawar dan bunga matahari yang diletakkan diujung. Ada pagar putih kayu pendek yang memisahkan taman kecil itu dengan teras rumah.

Grace menekan bel dan tak lama terdengar langkah kaki cepat, kentara sekali Anye yang sedang berlari. "Akhirnya!" Anye menarik lengan Grace dan langsung membawanya masuk. "Lama amat," katanya ia memberikan sandal rumah untuk Grace pakai, "tadi—" ucapannya terpotong karena Anye menutup mulutnya. "Cukup, kita jangan buang-buang waktu lagi," selanya, "yok ke kamar gue aja, ada banyak drakor yang udah gue download, nih!" jelasnya riang.

"Orang tua kamu nggak di rumah?" Grace bertanya ketika mereka menaiki anak tangga ke lantai dua. Anye menggeleng, "biasa, sibuk." jawabnya. Mereka lanjut menaiki anak tangga, dan menuju kamar Anye yang terletak diujung. Anye membuka pintu kamarnya, dan mempersilahkannya masuk.

"Nah, jadi kita nonton yang mana dulu, ya?" Anye meraih laptop dan mulai mengutak-atik benda tersebut. "Nih! Ini aja!" Anye dengan bersemangat menaruh laptop itu di atas meja belajar yang berseberangan dengan tempat tidur, ia menarik Grace untuk duduk bersama di atas kasur.

"Eh, bentar, mau minum apa?" tanyanya, "air—" belum selesai Grace menjawab Anye sudah berlari keluar kamar. Karena pintu yang tak tertutup rapat membuat Grace bisa mendengar teriakan Anye, "mba! Sirop dua gelas bawa keatas, yak!"

Tak lama ia sudah berlari masuk ke dalam kamar sambil membawa berbungkus-bungkus makanan ringan. Ia melempar semua itu ke kasur dan menekan tombol spasi, segera saja film pun dimulai. Belum lama film dimulai, seseorang mengetuk pintu, Mba Mai—namanya, ia meletakkan nampan bulat berisi dua gelas sirop yang terlihat segar. Anye mengambil satu dan mulai menyeruputnya, membuat Grace mengikuti.

Waktu mereka habiskan hari itu untuk marathon drakor dengan heboh. Hari itu, Grace merasa bahagia, jadi begini rasanya punya teman.

To be continued...

- 17 April 2021 -

Grace's AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang