Grace's Angels 33

25 7 3
                                    

Halo semuanyaaa-!
Apa kabar? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat. Udah siap? Let's go!

Stay safe and healthy

Happy Reading-!

∘˚˳°☆゚.*・。{ Grace's Angels }。・*.゚☆°˳˚∘

Grace's Angels 33

Selama kegiatan makan itu Grace hanya diam di saat yang lainnya berbicara, menyadari kemuraman diri Grace yang tak biasanya, Nara menyenggol lengan H yang duduk di sebelahnya dan mengedikkan dagu ke arah tempat Grace duduk. H bertukar pandang dengan Ra yang duduk di hadapannya dan melirik Grace.

Ra menggelengkan kepala menandakan ia tidak tahu apa-apa, ia menaruh tatapan curiga pada H dan Nara yang mungkin mengganggu perempuan itu sehingga ia hanya diam saja.

"Grace?" panggil Ra, Grace justru melamun. Pada panggilan ketiga baru ia tersadar, "kenapa?" tanyanya. "Makanannya nggak enak ya?" tanya Ra. Grace melihat piringnya sendiri, kemudian menggeleng "enak, kok." jawabnya.

Ra menaikkan sebelah alisnya pada H, kemudian H menepuk tangannya sekali menarik perhatian semuanya.

"Di taman lagi pada nyalain kembang api, liat yuk!"

Disinilah mereka sekarang, di taman komplek. Dimana sedang ramai anak-anak ditemani oleh orang tua atau kakaknya untuk menonton kembang api. Tapi, sebenarnya Grace tidak mau di sini. Suara kembang api itu mengganggunya, ia berjengit setiap kali kembang api itu terlontar ke langit.

Ketika yang lain bersorak senang sambil tertawa, Grace justru berkeringat dingin, kepalanya terasa berat dan ia gemetaran. Ia menelan ludah nya dengan perasaan was-was, kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Grace?"

Mendengar suara dan tangan Ra yang menyentuh pundaknya membuatnya berjengit kaget, "lo kenapa? Kok pucet, sakit?" tanyanya dengan khawatir. Mendengar kata 'sakit' H langsung menghampiri, "kenapa? Siapa yang sakit?" tanyanya. Grace menggeleng sambil menggoyangkan kedua tangannya, "enggak, aku gapapa kok." elaknya.

Tapi suaranya yang terdengar gelisah dan gerak-geriknya yang merasa tak nyaman itu malah semakin membuat keempat cowok itu bingung. Tibalah saatnya puncak acara kembang api itu, tiga buah kembang api di luncurkan ke atas. Bentuknya amat besar dan suaranya pun cukup keras dan tiap kali ledakan itu Grace tersentak, yang lebih parah lagi ialah, seharusnya terdapat empat kembang api tapi yang salah satunya tidak mau meluncur ke atas, terlihat percikan api di tabung karton nya dan kemudian karton itu meledak. Grace memejamkan matanya dan menggunakan kedua tangan untuk menutup telinganya.

Ia gemetaran dan mulai meneteskan air mata, banyak orang berteriak ketakutan terkena kembang api yang meledak tak tentu arah itu. Anak-anak yang sedang berada di sana juga berlari-larian menjauhi tempat itu yang berasap. Ledakan gagal itu sudah mereda, beberapa orang dewasa mengecek tempat itu dan yang lainnya mengecek anak-anak atau siapa pun yang mungkin terluka. Untungnya tidak ada yang terkena dampak langsung, hanya saja beberapa anak kecil menangis karena ketakutan.

"Untung aja pada nggak kenapa-napa, bahaya banget tuh." komentar Ra, ia kemudian berbalik dan langsung membulatkan kedua matanya. "Grace?" tanyanya panik, pertanyaan itu mengundang perhatian ketiga yang lain dan mereka amat terkejut melihat Grace yang sudah jatuh pingsan.

"Ibu,"

"Ayah, ibu.. ibu sakit.."

Duar!

"Ibu!"

"Ibu, aku mau ganti warna, pink!"

Ibu yang sedang memasang gas di dapur menoleh, "iya sebentar ya," katanya.

"Ibu dari tadi bilang sebentar, tapi lama banget, ayo Bu.." Grace kecil menghentakkan kedua kakinya ke lantai dapur, di tangan kanannya ia memegang botol aseton yang terbuka, dan tangan kirinya memegang pewarna kuku. Ia memasang wajah cemberut ketika melihat ibu masih sibuk sendiri tanpa memperhatikannya.

Ia mendekati Ibu dan berjongkok di sebelahnya, "Bu.." panggilnya, "ibu ngapain sih?"

Ibu tersenyum sambil memasang tabung regulator, terdengar bunyi mendesis kemudian ia memutar tuas, sambil mendengarkan. "Ibu, masih lama ya? Nanti ayah keburu pulang." keluhnya lagi. "Sebentar ya, sebentar lagi."

Sambil merengek ia meletakkan botol aseton yang terbuka itu di atas meja terdekat. Kemudian ia mendengar suara bel berbunyi, ia memekik kegirangan sambil berlari keluar dengan bersemangat. "Ayah!" panggilnya.

"Ayah, mana donat nya?" tagihnya sambil menadahkan kedua tangan. Melihat bungkusan berisi kotak donat kesukaannya membuat ia berteriak girang, dan memeluk ayah kemudian merebut bungkusan itu. Ayah tertawa sambil mengusap rambutnya, "makan bareng sama ibu ya."

Grace tersenyum dengan mata yang menyipit dan mengangguk, ia berlari sambil membawa bungkusan itu ke dapur. "Ibu!" teriaknya sambil memamerkan bungkusan di tangan. Ibu hanya tersenyum kemudian menyalakan kompor, belum lama kompor itu menyala tiba-tiba botol aseton yang berada di dekatnya meledak dan terbakar, Ibu memekik panik begitu pula Grace yang sedang duduk di dekat sana.

Ibu sedang mengambil lap basah ketika gas yang ternyata belum terpasang dengan rapat itu turut meledak dengan suara yang keras. Grace menangis sambil merasakan sakit di kaki kanannya, ia memanggil-manggil Ibu tapi ia menjerit keras ketika melihat sosok Ibu yang pingsan dengan baju dan tangan yang terbakar.

Mendengar suara ledakan itu Ayah segera menuju dapur dari kamarnya, dan panik melihat keadaan yang seperti itu, dengan segera di hampirinya Grace dan di gendong di bawa keluar ke tempat yang aman. Tetangga di kiri dan kanan yang mendengar suara keras itu juga sudah keluar dan mengecek sumber suara. Ayah menitipkan Grace ke pada salah satunya, dan meminta tolong untuk memadamkan kebakaran. Ia kembali masuk membuat Grace berteriak memanggilnya, ia keluar dengan lengan kemeja yang terbakar sedikit dan ibu yang tak sadarkan diri.

Mobil sudah di siapkan untuk membawa ibu ke rumah sakit, juga Grace yang menangis dengan kaki terluka. "Ayah.." rengeknya, "sebentar ya sayang, kita ke rumah sakit sekarang." Ayah menyetir mobil dalam keadaan panik dan sambil mengecek keadaan Ibu dan menenangkan Grace yang sangat ketakutan. Badannya gemetar hebat dan ia tak hentinya menangis. Ia memanggil-manggil Ibu yang tak meresponnya sama sekali.

"Ayah.. sakit.." ia menangis keras melihat keadaan kakinya, dan tangannya yang memerah dan terasa sakit. "Sabar ya, sayang dikit lagi sampai."

BRAK!

Grace berteriak ketika mobil yang dikendarai mereka terdorong keluar jalur dan kaca pecah menusuknya.

Yang ia lihat terakhir kali amat mengerikan, Ibu dan Ayah yang bersimbah darah dalam keadaan yang kacau balau. Mobil kemudian menabrak pembatas jalan dan baru berhenti. Kemudian ia tak sadarkan diri.

Grace terbangun sambil berteriak memanggil kedua orang tuanya, ia menangis tersedu-sedu sambil memeluk dirinya sendiri. Ia berada di tempat yang asing, dan sendirian.

Pintu tiba-tiba terbuka dan Jean melangkah masuk diikuti Nara, Ra dan terakhir H. Melihat mereka mendekati Grace yang justru menarik diri, ia menangis di antara lipatan tangannya.

Keempat cowok itu kebingungan akan sikapnya, dan berusaha untuk menenangkannya. Tapi mereka tak berhasil, karena tangisan Grace justru semakin keras. "Jangan mendekat!" teriaknya, ia menolak kehadiran mereka. "Pergi!"

"Grace? Lo kenapa?" H bertanya dengan khawatir ia mengambil satu langkah mendekat, "jauh-jauh!" teriak Grace sambil menangis. "Pergi!" Ia semakin histeris. Kedua tangannya menarik rambut di samping kepalanya.

"Pembunuh." gumamnya tak karuan.

Ra mengernyitkan dahi sambil geleng-geleng tak mengerti, "siapa? Apa maksudnya?"

"Grace," katanya sambil terisak, "Grace pembunuh."

To be continued...

- 16 Oktober 2021 -

Grace's AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang