Grace's Angels 3

40 9 0
                                    

Warning!
Cerita ini mengandung adegan kekerasan dan pembullyan. Diharapkan kebijakan pembaca dalam menyikapi cerita ini.

Stay safe and healthy

Happy Reading-!

∘˚˳°☆゚.*・。 { Grace's Angels } 。・*.゚☆°˳˚∘

Grace's Angels 3

Brak!

Itu adalah bunyi yang selalu menyambutnya tiap hari. Hanya seorang perundung lain yang suka untuk berkata kasar. Atau orang yang mengganggunya hanya karena iseng dan bosan.

Bukankah kematian jauh lebih baik?

"Hei, bangun!"
"Astaga, kita harus bagaimana?"

Suara-suara lirih itu terdengar jauh dan ada sedikit kepanikan. Grace secara tiba-tiba membuka matanya dan menghirup oksigen dengan rakus. Astaga, apa yang baru saja ia lakukan? Ia merasa telah melewati kematian. Di ruangan yang gelap itu, tiba-tiba menjadi terang karena cahaya yang datang dari pintu yang terbuka.

Ditengah kebingungan yang melandanya, tepat di hadapannya berdiri empat orang laki-laki. Wajah mereka nampak asing baginya, "kamu baik-baik saja?" Grace mengernyit bingung sambil mengatur napasnya yang masih acak-acakan.

"Nih, minum dulu"
Seseorang berlutut di sebelah kanannya, wajahnya tegas dengan kulit kuning langsat, matanya memancarkan kekhawatiran tapi sepertinya ketika lelaki itu tersenyum matanya pasti akan ikut tersenyum. "Tidak seharusnya kamu melakukan itu?" katanya lembut. Grace tersadar seketika. Di kepalanya kembali terputar ingatan-ingatan menyakitkan dan keputusannya barusan. Apa dia baru saja mencoba untuk bunuh diri? Ia dapat merasakan lehernya terasa sakit.

"Sudahlah, jangan menangis. Kamu akan baik-baik saja." hibur laki-laki itu. Menangis? Grace baru menyadari setetes air mata mengalir di pipinya. Apa dia baru saja menangis? "K-kalian siapa?" tanyanya. Seseorang dengan wajah chinnese tersenyum tipis, "kami hanya kebetulan lewat." jawabnya. Laki-laki dengan kulit agak kecokelatan mendorong kepala si chinnese itu dengan cukup keras. "Kalo ditanya tuh ya jawabnya yang bener dong!" katanya, kemudian ia tersenyum sambil menangkupkan tangan di bawah dagunya, bergaya imut.

"H' imnida!"
Serunya dengan penuh semangat, "eit?" Grace mengulangnya dengan bingung. Laki-laki bernama H itu menggeleng sebanyak dua kali, "H'" ulangnya dengan lebih tegas. "Eich?" Grace mengernyit bingung, apa ada nama seaneh itu? Laki-laki itu menghela napasnya sambil menurunkan tangannya. "Huruf H, dibaca dalam bahasa Inggris..." jelasnya dengan sabar seakan terbiasa mendapati respons seperti ini. Grace menatapnya sebentar, berpikir kalau laki-laki itu hanya bercanda. Tapi, ternyata dia memang serius, laki-laki itu benar-benar bernama H'.

"Nama kamu ribet..." ucapan yang Grace kira ia katakan dalam hati itu membuat H merengut yang justru nampak imut, "Nara panggil aja Nana." Laki-laki lain dengan postur tubuh tinggi dan senyuman yang memikat, tersenyum padanya. "Nama panggilan kamu kayak nama perempuan..." Nara menipiskan bibirnya, kemudian menyikut H yang tersenyum mengejek.

"Jean..." Laki-laki dengan wajah tersenyum itu menyebutkan namanya. "Ra..." Laki-laki berwajah chinnese menyebutkan namanya, "Ra, kayak nama dewa matahari?" Grace bertanya, Ra menggaruk kepalanya yang tak gatal. Perkataan Grace yang diucapkannya tidak ia sadari. Kepalanya masih berdenyut pusing, tubuhnya lemas ia bertumpu dengan lengan untuk menahan agar ia tidak jatuh pingsan lagi.

Grace menatap keempat cowok itu bergantian. "Kalian murid di sini?" tanyanya, "iya" "enggak!" Grace mengernyit, jawaban mereka berempat berbeda satu sama lain. "Maksudnya, enggak..." Grace mengangguk saja. Tangan kanannya terulur mengusap lehernya sendiri, "siapapun kalian, terimakasih..." katanya tulus.

Ya. Terimakasih.

Terimakasih sudah datang dan menyelamatkannya. Terimakasih, telah membebaskannya dari jeratan tali yang menyesakkan. Terimakasih, telah memperkenalkan diri kalian. Terimakasih, untuk senyumannya.

Karena, selama 2 tahun terakhir ini ia tidak pernah menemukan senyum setulus keempat lelaki tersebut. Tepatnya, tidak ada yang tersenyum padanya.

"Ayo kita keluar..." ajak Jean.

"Grace. Panggil aku Grace..." Mereka berempat menatap satu sama lain, kemudian mengangguk secara bersamaan. "Oke." dan mereka berjalan keluar dari sana bersama. Kaki Grace terasa lemas, tidak, semua bagian tubuhnya terasa lemas. Meski begitu ia berusaha untuk berjalan dengan kaki yang gemetar. Diiringi keempat cowok yang ternyata cukup tampan. Tidak, sangat tampan.

"Ih siapa tuh? Kok baru liat..."
"Murid baru kayaknya..."
"Kok mereka jalan bareng sama si cupu sih?"

"Kayaknya kamu punya banyak fans ya?"
Ra berceletuk santai dengan tangan kanan kedalam saku celananya. "Grace, kelasmu dimana?" Jean bertanya, Grace menunjuk kearah tangga menuju lantai dua. Kelas Grace, 10 IPS 2 terletak di sebelah ruang komputer.

"Nah, sekarang, H' ambil tas nya sana..." Jean menyuruh H untuk masuk ke kelas dan pergi ke meja paling pojok belakang untuk mengambil tas Grace yang sudah tidak karuan. Sementara ia memilih untuk merangkul Grace membantunya turun kembali ke lantai satu, menuju parkiran.

"Kita mau kemana?" Grace bertanya dengan lemas ketika mereka berhenti di dekat sebuah mobil hitam, ia sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk berdiri dan merasa akan jatuh kapan saja kalau Jean tidak membantu menopangnya. "Jalan-jalan!" Nara berseru dengan semangat. Kemudian membuka pintu mobil di bagian belakang mempersilahkan Grace untuk masuk kedalamnya. "Loh, tapikan sekolah belum selesai? Ini emang boleh pergi gini aja?" Grace bertanya dengan agak ragu. Ia baru menyadari bahwa ia tidak mengenal keempat orang ini, bisa saja mereka adalah orang jahat.

"Kita bukan orang jahat, lagian siapa yang masih mau sekolah disini setelah dibully sih?" Ra membuka pintu depan di samping kemudi dan masuk kedalamnya. H datang terakhir kemudian masuk dan duduk di kursi paling belakang. Grace dengan ragu masuk ke dalam mobil tersebut, setidaknya yang bisa ia simpulkan adalah mereka bukan orang jahat. Lagipula ia sudah terlalu lemah.

Nara tersenyum dan masuk setelah Grace. Pintu pun akhirnya ia tutup, sementara itu Jean membuka pintu kemudi, sepertinya ia yang akan mengemudikan mobil ini. Tidak butuh waktu lama, mobil mulai melaju melewati area sekolah dan masuk ke jalan raya. "Kita mau kemana?" Grace bertanya pada Nara, yang duduk di sebelahnya. Namun bukan Nara yang menjawab melainkan H yang duduk di kursi paling belakang, sendirian. "Kita mau pulang..." katanya enteng kemudian menjatuhkan dirinya menjadi tiduran. "Ah, enaknya duduk paling belakang bisa tiduran!" serunya bersemangat.

Nara hanya diam memandang keluar jendela, "enak banget bisa tiduran!" H sengaja berteriak lagi, "eh, bisa diem nggak sih? Berisik banget!" Ra yang duduk di depan berkata dengan ketus. "Ya elah, gue kan lagi nyindir nih bocah!" H bangkit duduk kemudian menoel pipi Nara. Nara hanya memasang wajah datar tidak berniat menanggapi. "Emangnya, Nara kenapa?" Grace penasaran bertanya, "Nara nggak bisa duduk di belakang, sebenernya dia juga nggak suka naik mobil sih..." H menjawab dengan antusias menepuk-nepuk kepala Nara. "Maksudnya?" H menghela napas melipat kedua tangannya dan meletakkannya di sandaran jok tengah.

"Dia mual kalau naik mobil... Apalagi nih, duduk paling belakang..." H mengarahkan jempol nya kearah tempat dimana dia duduk. Grace mengangguk beberapa kali. "Eum, katanya kita mau pulang, rumahku nggak lewat sini..." Grace melirik kearah jendela, arah rumahnya sudah lewat sebenarnya dan itu membuatnya sedikit was-was.

"Udah tenang aja, kita emang di jalan yang benar kok..." H menepuk pelan pundak Grace dan kembali memposisikan dirinya untuk tiduran. Grace diam, ia lebih memilih memandang jendela, menebak nebak kemana dia akan dibawa. Memang seharusnya kita tidak boleh terlalu percaya dengan orang asing, yang belum kita kenal. Hanya beberapa menit kemudian ia jatuh tertidur.

Mereka berhenti di sebuah kawasan perumahan. Mobil tampaknya sudah berhenti dari tadi, ketika Grace terbangun. "I-ini rumah siapa?" Grace bertanya, Jean sudah turun lebih dulu bersama Ra. Kemudian Jean membuka pintu di sebelah Grace "ayo, turun." katanya sambil mengulurkan tangan untuk membantu Grace. Grace segera turun dari mobil, "ini rumah siapa?" Grace bertanya untuk yang kedua kalinya. "Sekarang, ini rumah kamu..." Jean menjawab, "hah?" Grace mengernyit tidak mengerti. Bagaimana bisa rumah dua lantai ini adalah miliknya?

To be continued...

- 26 Desember 2020 -

[Revisi : 19 April 2024]

Grace's AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang