Grace's Angels 13

18 8 0
                                    

Warning!
Cerita ini mengandung adegan kekerasan dan pembullyan. Diharapkan kebijakan pembaca dalam menyikapi cerita ini.

Stay safe and healthy

Happy Reading-!

∘˚˳°☆゚.*・。 { Grace's Angels } 。・*.゚☆°˳˚∘

Grace's Angels 13

Pulang sekolah itu, Grace memilih untuk langsung masuk ke kamarnya. Ia melepaskan tas, dan meletakkannya di kursi meja belajar. Memilih untuk segera membersihkan diri. Lima belas menit kemudian, ia terduduk di tepi ranjang.

Kita keluarga sekarang

Perkataan Ra siang tadi masih terngiang di kepalanya. Keluarga. Kata yang sudah lama sekali tak pernah ia dengar. Apa itu keluarga?

Apa keluarga adalah tempat dimana ada Ayah, ada Ibu, dan anak berkumpul?

Apa keluarga adalah sebuah tempat dimana kamu merasa nyaman, sebuah tempat yang disebut sebagai tempat pulang. Rumah?

Apa itu keluarga?

Bagi Grace, keluarganya telah tiada.

Setelah kematian Ayah dan Ibu, ia hidup sendiri. Paman ? Bibi ? Sepupu ? Saudara ? Siapa mereka ? Dimana mereka ?

Mereka tidak ada. Tidak, bagi mereka, Grace lah yang tidak ada. Menyedihkan.

Tidak ada seorang pun yang ada disisinya. Ia sendirian, dalam hidup yang sulit. Apa keluarga itu benar-benar ada? Apa ada suatu tempat untuknya dimana ia akan merasa bahwa itu adalah rumahnya?

Apa kehadiran Jean, H, Ra, dan Nara adalah keluarganya? Bisakah ia menyebutnya begitu?

Tok tok tok

Grace bangkit dari duduknya, dan mendekati pintu. Tangannya terulur untuk membuka kenop, "makan, yuk!" H meraih tangannya dan menariknya keluar kemudian dengan tangan yang bebas ia menutup pintu kamar Grace.

Mereka tidak menuju meja makan, melainkan ke ruang yang penuh buku. Di atas meja rendah berbentuk lingkaran itu, terdapat banyak sekali makanan. Ada mie kuah, cola, berbungkus-bungkus chitato, dan banyak camilan lainnya.

H menariknya untuk duduk diatas karpet berbulu, "Nah! Ayo, makan!" H meraih mangkuk mie kuahnya dan mulai menyeruput kuah yang masih nampak mengepulkan asap itu. Grace hanya menatapnya bingung, "kenapa? Nggak suka mie?" H bertanya sambil memasukkan sejumput mie dengan sumpit.

Grace dengan kaku mendekatkan mangkuknya, dan ikut mulai menyeruput kuah terlebih dahulu dengan sendok, dan mulai menyantap mie. Setelah menghabiskan mie, H membawa piring kotor ke bawah dan kembali 3 menit kemudian dengan sebuah laptop. "Nah, sekarang nonton!" H membuka layar laptopnya, dan menyalakannya. Ia membuka files, dan tidak lama film horror barat mulai terputar. Insidious.

"Gimana sekolah barunya?"
H tiba-tiba bertanya, sambil meneguk cola-nya yang tersisa sepertiga gelas. "Em, bagus." Grace menjawab singkat, "bagus doang?" ditanya lagi seperti itu Grace merasa seakan-akan sedang diinterogasi.

"Temen sekelas nya gimana?"

Grace mengerjap, ia teringat akan Anyelir. Perempuan pertama yang mau menjadi temannya. "Baik, kok." H mengangguk saja, "yah, syukur deh kalo gitu," katanya.

"Kalau ada apa-apa, atau ada yang jahat ke lo, kasih tau aja, oke?"

"Jahat?" Grace menatap H, yang ditatap hanya memainkan gelas yang sekarang sudah kosong. "Ya, nggak mungkin kita nemuin lo nge-gantung di atap penyimpanan bola kalo nggak ada yang gangguin lo," Grace terdiam mengalihkan tatapannya, "kenapa lo justru nyerah dan bukannya coba bela diri lo?" H bertanya dengan nada pelan.

"Karena," Grace menautkan kedua jarinya, "itu percuma." Grace melanjutkan dengan sama pelannya. "Aku bukan siapa-siapa, aku cuma anak yatim piatu yang menyedihkan." katanya lirih. "Kan lo bisa laporin guru–" Grace menggeleng, "nggak ada yang peduli sama anak kayak aku." katanya. Ia menatap H, tatapannya redup.

"Aku bukan siapa-siapa dibanding sama mereka yang suka gangguin aku."

Grace bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamarnya, dengan menahan tangis. Sebenarnya ia bisa turun kebawah untuk mengembalikan mangkuk bekas miliknya atau gelas cola-nya yang masih tersisa sedikit. Atau merapihkan bungkus bekas chitato diatas meja, tapi kalau Grace melakukan itu ia yakin air matanya tidak akan bertahan jauh lebih lama. Ia akan menangis, dan ia tidak mau menangis di hadapan orang lain.

Karena akan sungguh terlihat kalau ia rapuh. Lemah. Tidak berdaya. Menyedihkan.

Makan malam berlangsung pukul 7, Grace baru turun ketika Nara mengetuk pintu kamarnya mengatakan kalau makanan sudah siap. Di meja makan sudah ada Ra, Jean, dan juga H.

Baik ia dan H tidak membahas percakapan mereka sebelumnya. Sebenarnya kalau dipikir kembali, ini adalah meja makan teramai setelah kematian kedua orang tuanya. Karena, setelah kedua orang tuanya tiada ia hanya makan berdua dengan Nenek Ani, dan setelah Nenek Ani pun menyusul pergi ia selalu sendirian.

Tapi lihatlah sekarang, dihadapannya saat ini ada empat orang laki-laki, yang menyelamatkannya, menolongnya, membantunya, dan membuatnya merasa jauh lebih baik. Mereka membawanya tinggal bersama, ketika keluarga paman dan bibi nya meninggalkannya sendirian.

Keempat cowok itu memang agak aneh dengan nama mereka, bahkan ia baru 3 hari tinggal di rumah ini. Ia belum mengenal mereka seutuhnya termasuk latar belakang mereka. Setahunya, mereka berasal dari Panti Asuhan Pelangi dan bersekolah di SMA Pelita.

"Grace? Ayo makan, kok malah bengong." Teguran Ra membuatnya mengerjap kemudian mulai menyendok makanan kedalam mulutnya. Sambil mengunyah makanan ia diam-diam mengulum senyum tipis.

Masakan Ra enak, H berisik karena selalu mengoceh atau memancing keributan dengan Ra atau mengajak Nara untuk jadi komentator masakan Ra, dan Jean... Dia jauh lebih pendiam, kebanyakan ia hanya tersenyum dan memperhatikan.

Apakah bisa ia menyebut keempat lelaki ini sebagai keluarganya?

To be continued...

- 6 March 2021 -

Grace's AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang