"Aku hanya ingin kau tahu, tadi it―"
"Iya, aku sudah tahu." potongku cepat. Aku mencoba untuk tenang di saat laki-laki ini terus saja mengejarku dengan rentetan penjelasannya yang bahkan sama sekali tidak aku butuhkan.
Untuk apa, coba? Aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dan aku lebih mempercayai apa yang aku lihat dibanding apa yang dijelaskan berkali-kali oleh laki-laki ini.
Ia terlihat jengah. Ia menghela napas beberapa kali dengan lelah sebelum akhirnya menyerah. "Baiklah kalau itu maumu." ujarnya pelan. "Kita akhiri saja hubungan ini." lanjutnya dengan tundukan kepala di akhir kalimat.
Aku menahan napas, lalu mengiyakan keputusan bulat itu. Mengapa tak kau pertahankan aku saja kalau sebelumnya kau terus mengejarku untuk menjelaskan semuanya?
Hari itu, tepat saat hari ulang tahunku, kami berpisah. Berpisah karena ternyata dia mengkhianati hubungan yang sering aku pertahankan sedari dulu. Berpisah karena ternyata aku bukanlah satu-satunya perempuan yang berada di dalam hatinya. Dan berpisah karena aku yang telah lelah dengan semua kalimat pembualnya.
Sungguh. Sebenarnya ini bukan mauku. Tapi harus bagaimana lagi? Dia saja sudah berpaling dengan yang lain. Lalu untuk apa aku masih mempertahankannya?
Aku menghembuskan napas dengan keras begitu sosoknya sudah tak terlihat lagi di jarak pandangku. Aku sadar bahwa sedari tadi aku menahan napas berkali-kali. Lalu aku juga sadar bahwa sedari tadi aku menahan sakit yang mendera dadaku karena berakhirnya hubungan kami. Tapi kembali lagi pada diriku sendiri. Untuk apa aku masih mempertahankan orang yang telah jatuh cinta pada orang lain?
Aku berbalik, dan merasa tubuhku melemas. Aku mencoba untuk menguatkan diri dengan menggigit bibir bawah dan mengepalkan kedua tanganku. Namun hasilnya adalah nihil. Aku hampir limbung kalau saja seseorang tidak menahan kedua pundakku.
Ya, aku hampir jatuh ke lantai kalau saja laki-laki ini tidak datang dan tidak segera menahan tubuhku. Ia menuntunku dengan pelan untuk duduk di salah satu bangku terdekat.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya cemas. Aku tidak mengenalnya karena wajah laki-laki ini begitu asing. Aku mengangguk pelan, dan laki-laki ini terlihat menghembuskan napas lega. "Syukurlah kau baik-baik saja. Lain kali kalau dapat kuliah pagi, sarapan dulu."
Segera aku menoleh padanya dan menatapnya tidak mengerti. Laki-laki itu terkekeh kecil karena melihat ekspresiku, mungkin.
"Ya sudah. Aku pergi." katanya. Dan setelah itu, ia benar-benar pergi.
Aku masih menatap punggungnya yang menjauh dari sini. Laki-laki asing tadi benar-benar aneh. Apa katanya tadi? Sarapan dulu sebelum masuk kuliah pagi?
Oh. Lucu sekali. Aku mendengus kecil karenanya.
.
.
.
haruskah ku edit beberapa bagian di cerita ini? sebenernya aku nggaada masalah sih setiap baca cerita ini. mungkin ada beberapa kata yang bikin aku ngga sreg, dan mungkin itu juga yang bakal aku edit untuk ke depannya. bcs tulisan-tulisan lamaku (dari thn 2015-2016) itu tulisan ter-ter-ter-entahlah yang kutulis. aku belum belajar samsek soal tulis menulis jadi ya kadang aneh aja tiap baca ulang ehehehehehe. tenanggggg ngga bakal ngurangin cerita awalnya kok! i'll do my best buat ngga ngurangin banyak hal di cerita ini. see you soon!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity and Happy Birthday, Honey!
Hayran Kurgu[RE-UPLOAD FROM FANFICTION.NET] HUNHAN GENDERSWITCH FANFICTION! Gravity Setelah putus, Luhan berniat untuk tak lagi membuka hati pada laki-laki manapun. Namun karena Luhan bukan perempuan yang sulit untuk digoyahkan niatnya, ketika bersama laki-laki...