Enjoy reading this part 🤗❤
"Kami terlibat konflik, dan ibuku diusir keluar dari rumah. Aku tidak akan membiarkan ibuku berjalan sendiri. Jadi aku menemaninya sampai saat ini,"
Suara gemuruh terdengar. Hujan di luar semakin deras sampai menjelang tengah malam. Lampu petromax di atas tempat mereka duduk kini bergoyang digoda angin yang melesak masuk ke dalam basecamp.
"Lalu kau sampai di pemukiman itu?" Tanya Bobi.
Gea menganggukkan kepala. Semua tampak merasakan apa yang Gea rasakan saat ini.
"Kau berasal dari keluarga yang kaya raya? Aku dapat melihat bagaimana dirimu hanya dalam sekejap lirikan mata,"
Kali ini Aldi mengimbuhi. Gea menatap Aldi yang duduk di seberangnya. Sedikit meremang tapi masih dapat ditangkap indra penglihatan.
"Iya. Dulu keluargaku harmonis. Keluargaku hangat sampai banyak orang yang membicarakan kebaikan keluarga kami. Tapi seiring waktu berjalan, segalanya berubah. Ayahku kasar dan dia sering membentak atau memukul ibuku tengah malam. Segalanya berimbas pada diriku yang selalu menolong ibu..."
Gea menekuk lututnya, menautkan kedua tangannya memeluk lutut yang bertumpu di depan dada.
"Aku hanya berpikir, aku sangat menyayangi ibuku. Apapun akan aku lakukan untuk melindunginya. Sampai aku mendapat kekerasan yang pertama," Gea tersenyum miring mengingat saat malam di mana keadaan seolah menikamnya.
"Dan aku memutuskan untuk membawa ibu keluar saja. Kami berjalan bersama. Melangkah bersama dalam keadaan panas atau hujan. Dimana saja kita tidur, dan dimana saja kita duduk, asalkan kita masih saling bergandengan tangan. Itu tak akan menjadi masalah berat,"
"Lalu apa kau pernah merasa menyesal keluar dari rumah itu? Dimana itu adalah tempat kau mendapatkan rasa tidur nyenyak, dan uang yang banyak," Tanya Dita.
"Aku hanya merasa menyesal, kenapa aku meninggalkan adikku. Aku punya adik perempuan. Dia sangat ceria dan dewasa walau di usia yang masih dini. Aku sangat menyayangi dirinya seperti dia menyayangi diriku. Kami selalu bersama, tanpa pernah terpikirkan aku akan melepaskan tautan tangannya dari tanganku. Aku masih berharap ini hanyalah mimpi, dan adikku masih terlelap di sampingku saat aku bangun di pagi hari. Tapi ku rasa ini terlalu nyata untuk sebuah mimpi..."
"Tapi aku merasa senang. Setidaknya, adikku tidak merasa keadaan yang sama denganku. Tidak tidur di tempat dingin dan selimut tipis. Setidaknya adikku tidak hanya sarapan dengan tempe goreng atau nasi bungkus setiap hari. Kehidupan ini, tidak layak untuk adikku yang seperti bidadari. Aku tidak dapat menjamin dia sebahagia dulu saat bersamaku, tapi aku dapat menjamin hidupnya yang lebih layak daripada aku dan ibuku,"
Semua menyimak dalam keadaan sunyi. Mendengar setiap kata yang terlontar dari bibir Gea. Hal yang membuat mereka merasa semakin menyatu satu sama lain. Ini adalah momen langka diantara mereka, terutama bagi Gea.
"Adakah yang lebih beruntung daripada diriku?" Tanya Gea mengedarkan pandangan ke teman temanya yang diam. Mereka larut dalam cerita Gea.
"Aku mempunyai seorang nenek..." Suara Aldi mengalun di antara mereka.
Kini mata mata yang semula tertuju pada Gea beralih pada Aldi. Ia hendak memulai cerita baru yang khusus akan ia ceritakan malam ini.
Di malam sebelumnya, mereka tidak pernah sekalipun bercerita dari hati ke hati dalam keadaan hujan dalam basecamp tengah malam. Mereka akan memilih untuk memendam sendiri cerita buruk mereka masing masing.
"Dia sangatlah tua. Dia menjadi satu satunya nafas yang ku punya sekarang. Kesalahan terbesarku adalah aku sering meninggalkannya sampai larut malam begini. Tapi aku melakukanya demi dirinya. Orang tuaku membenci diriku sejak aku lahir. Mereka tidak menginginkan datangnya anak baru dalam keluarga mereka..." Aldi menghela nafas dalam. Mencoba menetralkan sesak dengan kilas yang pernah ia lewati.
"Kau berapa bersaudara?" Tanya Renata yang sedari tadi diam saja.
"Aku anak terakhir dari lima bersaudara. Dulu keluargaku sangat miskin. Aku sempat ingin mereka gugurkan karena keterbatasan ekonomi keluarga. Tapi nenek selalu mengatakan bahwa itu perbuatan buruk. Mereka mempertahankan aku dengan terpaksa..."
"Lalu saat kau lahir?" Tanya Dita.
"Seperti yang ada di pikiran kalian. Aku langsung diserahkan pada nenek. Karena nenek terus mempertahankan diriku, ia membawaku keluar sejak aku masih bayi. Aku tidak pernah melihat orang tuaku sampai aku besar. Aku mendapat cerita ini dari nenek. Awalnya nenekku bersikeras tidak akan mengatakannya. Tapi aku bertambah dewasa. Walau nenek menyekolahkan aku hanya sampai sekolah dasar, tapi jalanan telah mendewasakan diriku perlahan. Aku melihat anak anak yang dituntun dan dibonceng orang tuanya. Aku bertanya dan terus bertanya. Kemana orang tuaku?"
"Aku tidak mengerti kau mendapatkan hal separah itu? Kau tak pernah mengatakannya," Ungkap Bobi yang mendapat anggukan dari semua orang kecuali Gea.
Wajah Aldi memerah menahan sakit. Dengan ragu, Renata mengarahkan tangannya pada punggung Aldi. Mencoba menepuk nepuk pelan memberi semangat.
Gea tidak menyangka. Sesuatu yang lebih besar terjadi pada mereka. Kehidupan dan ketidakadilan.
Aldi mengusap air di sudut matanya. Tidak selamanya mereka akan tegar. Emosi dan rasa sakit ini, siapa yang dapat terus menyembunyikannya?
"Aku berbagi tempat tidur dengan adikku..." Suara Meli mengalun.
Kini tatapan mereka beralih kepada Meli. Ia siap dengan ceritanya, yang tak pernah ia katakan kepada siapapun kecuali hatinya. Sedangkan hujan masih terus turun, seolah menahan mereka lebih lama dengan cerita hidupnya masing masing.
"Adikku yang tidak sama seperti adik adik kebanyakan orang. Dia penyandang disabilitas sejak dilahirkan. Mendapatkan tangisan pertama dan orang tuaku ingin terus membuangnya. Bodohnya saat itu aku setuju. Aku juga ingin membuatnya enyah dari hidupku dengan keperluan pribadi. Aku tidak ingin kasih sayang mereka terbagi kepada adikku..."
"Saat itu aku masih ingat. Hujan turun begitu deras. Aku membawanya dengan kereta bayi keluar dari dalam rumah dengan payung. Saat aku akan meletakkannya di tempat sampah, tiba tiba ada seorang kakek datang. Dia mengatakan aku akan sangat celaka jika membuangnya. Aku sama sekali tidak peduli dengan kata katanya..."
Semua terdiam. Bahkan Gea pun mendadak merinding mendengar betapa Meli dapat melakukan hal sejahat itu pada adiknya.
"Lalu kau meninggalkanku disana?" Tanya Amel.
"Iya. Tapi saat aku berbalik, aku melihat kakek itu mengeluarkan adikku dari tempat sampah dan membawanya pergi. Aku mengira adikku akan baik baik saja dan ada seseorang yang mengurusnya. Aku memang jahat, tapi segalanya berubah. Aku seperti mendapatkan kutukan dari kejahatan yang ku lakukan..."
"Apa yang terjadi?" Aldi mulai penasaran.
"Sekumpulan perampok masuk ke rumah kami. Semuanya selesai. Aku melihat mereka menghabisi kedua orang tuaku di kamar mereka saat sedang tidur. Aku berhasil bersembunyi di ruang bawah tanah. Para perampok itu tak melihatku dan tidak dapat menemukanku. Aku merasa terpukul."
"Aku keluar dari dalam rumah dan mencoba berteriak minta tolong karena aku mendapatkan banyak darah dari ayah dan ibuku. Aku trauma dengan kejadian itu. Aku takut melihat darah sejak saat itu..." Meli menunduk. Mengepalkan jemarinya kuat kuat dan mencoba menahan Isak tangisnya.
"Lalu apa yang kau lakukan setelahnya? Kemana kau pergi?" Dita mewakili pertanyaan mereka.
"Aku..."
Next part 👇
Jangan sampai ketinggalan latar belakang kehidupan mereka🤗
Tinggalkan vote dan komentar 🤗❤
Terima kasih❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Traffic✓ [TERBIT]
Ficción GeneralDeru kereta di stasiun dan bising lautan kendaraan terasa damai terdengar akhir akhir ini, seperti nyanyian merdu, seperti nada ringan untuk sekedar membuka mata bahwa kenyataan terkadang tak sesuai bayangan dan angan, bahwasanya banyak hal yang dap...