Ganjil

6 2 0
                                    

Jangan lupa tinggalin vote dan komentar yaa 🤗❤️❤️



Tatap tatap mata itu begitu tajam seolah mengintimidasi Gea. Bahkan Gea hanya bisa menunduk dalam. Ada raut wajah bersalah yang bersarang dalam dirinya.

"Kenapa kau menyembunyikanya?" Tanya Aldi.

Ia bahkan membiarkan lehernya masih mengeluarkan darah demi menanyakan pada Gea. Renata yang biasanya diam saja pun ikut menatap Gea tak percaya. Bukan, bukan untuk Gea. Ia menatap Gea hanya karena sedang  merasa khawatir.

"Untuk kesekian kalinya, Gea. Kau tidak pandai menyembunyikan apapun lagi. Mulai sekarang jujurlah pada kami. Apa masalahmu sebenarnya?!"

Semua tersentak dengan nada bicara Aldi yang tak seperti biasanya. Gea menatap mata Aldi yang tampak berkaca kaca. Lelaki ini benar benar marah sekarang.

"Dengarkan dulu, Di. Ini tidak seperti apa yang kau pikirkan. Aku tidak bermaksud menyembunyikan ini dan membuat kalian semakin terbelit masalah. Aku minta maaf," Gea bicara selirih mungkin. Ia merasa bersalah sekarang.

Tapi Renata lah yang tiba tiba merasa ada sesuatu yang janggal. Entah mengapa perasaanya kacau detik ini. Aldi benar benar marah pada Gea hanya karena Gea menutupi masalah ini.

Renata memang tidak mau egois. Ini memang masalah serius, dimana Dera mulai bermain kekerasan. Tapi apakah sikap Aldi tidak berlebihan?

"Aldi, lebih baik diobati dulu lukanya." Kini Amel membuka suara.

Dita mengangguk setuju dengan ucapan Amel.

"Tidak. Aku mau dengar penjelasan Gea," Aldi benar benar marah. Ia menatap gadis di seberangnya yang luka lukanya masih belum kering.

Nyala mata Aldi membuat Renata merasa ini jauh dari jangkauan. Merasa Aldi tidak pernah semarah ini pada seseorang. Dan apa Aldi khawatir?

"Aku hanya berpikir perdamaian wilayah ini lebih penting ketimbang ini. " Gea menunjuk luka luka yang belum sembuh sepenuhnya di wajahnya.

"Aku ingin kalian mendapatkan wilayah kalian lagi. Supaya adil. Aku berpikir jika kalian mengetahui masalah ini yang sebenarnya, kalian akan lebih marah pada mereka dan membatalkan perdamaian disini," Gea menununduk dalam.

"Tidak akan ada perdamaian." Tukas Renata.

Semua anak terdiam sekarang. Perkataan Renata benar benar mematikan seluruh obrolan. Bahkan rasanya Gea pun pasrah jika diamuk Renata detik ini.

"Kau..." Renata menatap Aldi.

"Obati lukamu. Bisa saja itu infeksi jika dibiarkan,"

Setelah mengatakanya, Renata berlalu pergi dari basecamp. Gea hanya terdiam di tempat. Bahkan beberapa anak juga mulai ikut keluar basecamp.

"Aku tahu maksudmu baik. Tapi lain kali jangan begini," Suara Meli terdengar di telinga Gea.

Meli menepuk pundak Gea setelah itu berlalu pergi. Satu per satu anak menepuk pundak Gea sebelum pulang ke rumah masing masing. Hari memang sudah terlalu larut dan mood mereka juga berantakan akibat tahu fakta ini.

Di dalam basecamp tersisa Aldi dan Gea. Tak ada niat sedikitpun Gea pergi terlebih dahulu meninggalkan Aldi. Terlebih ia tahu luka di leher Aldi terjadi karena dirinya.

Andai saja ia berkata yang sesungguhnya, pasti Aldi tak akan ke tempat Dera dan mendapatkan luka itu.

"Aldi. Aku benar benar minta maaf. Aku hanya ingin..."

"Sudahlah. Aku mau pulang,"

"Tunggu..." Gea mencekal tangan putih Aldi.

Entah walau sudah terbakar sinar matahari terus menerus, atau terkena debu jalanan sekalipun, kulit lelaki ini tetap saja putih. Gea tahu ini faktor keturunan. Tapi terlalu aneh untuk pengamen seperti mereka.

"Aku obati dulu. Aku harus tanggung jawab. Lagipula kau seperti ini karena aku. Aku yang membuatmu dalam masalah," Gea mencoba memelas. Semoga dengan cara begini, Aldi tak lagi marah denganya atau mengatakan hal ketus seperti tadi.

"Ini biasa. Lain kali jangan menutupi apapun di depanku, apalagi masalah Dera. Dera tidak dapat menyembunyikan masalah sekecil apapun jika sudah berhadapan denganku."

Gea mengernyitkan keningnya. Maksud kalimat di belakang tadi apa? Gea bahkan hampir tidak mengerti dengan ucapan Aldi.

"Tunggu..." Gea kembali menarik tangan Aldi. Membuat Aldi berhenti dan membalikkan badan.

"Aku akan merasa sangat bersalah jika belum mengobatinya. Aku mohon,"

"Begitu?"

"Di warung depan ya. Masih ada yang buka. Ayo," Gea menarik tangan Aldi begitu saja. Menuntun Aldi mengikuti jalanya. Bahkan Aldi tidak lagi menolak.

**********

"Kau kenapa, Ren?" Tanya Dita.

Semenjak pulang dari basecamp, Renata lebih diam ketimbang biasanya. Memang Renata selalu diam dan memasang wajah datar. Tapi jika sudah di dalam rumah berdua bersama Dita, dirinya seolah berubah menjadi Renata yang banyak bicara.

Renata membaringkan tubuhnya di kasur. Rasanya pusing memikirkan apa yang terjadi dengan Aldi. Kenapa ia bisa semarah itu dengan Gea. Mungkin semua orang juga marah, tapi Aldi tidak pernah semarah itu.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Dita lagi.

"Kenapa Aldi semarah itu?" Renata berkata tanpa menatap Dita.

Dita yang bingung dengan sikap Renata hanya bisa mengerutkan kening. Lalu duduk di sebelah Renata.

"Semua orang juga marah,Ren"

"Tidak. Aldi tidak seperti biasanya. Apa mungkin karena ia terluka. Ingin melampiaskan pada Gea tapi ingat Gea perempuan? Apa hanya sebatas itu?"

"Aldi bukan orang yang seperti itu. Dia tidak seenaknya melampiaskan marah. Lagipula kenapa kau menanyakannya?" Bingung Dita. Bahkan tatapan kosong Renata pada langit langit kamar membuat Dita ngeri sendiri dengan sikap sahabatnya.

"Entahlah. Aku merasa ada yang janggal. Mungkin saja cuma perasaan." Renata malah membalikkan badan.

Memunggungi Dita. Dita yang tahu sedang ada yang tidak beres mencoba menggoda Renata. Ia mendekati telinga Renata lalu berbisik pelan...

"Kau cemburu?" Tanpa dosa Dita mengatakanya dengan seringaian jahat.

Renata membulatkan matanya sempurna. Cepat cepat ia menatap Dita dan siap melayangkan pukulan maut.

"Awww. Sakit, Ren." Ringis Dita pelan.

"Jaga bicaramu. Cemburu apanya yang cemburu?!"

"Lalu kenapa kau marah? Wajahmu merah?"

"Diam! Aku serius kali ini,Dit. Aku bisa saja membunuhmu detik ini juga!"

"Kau jatuh cinta?"

Renata benar benar geli sendiri mendengar ucapan Dita. Ia segera memukul seluruh badan Dita. Entah dimana pun asalkan terkena pukulanya.

"Tidur diluar kau!" Bentak Renata yang sukses membuat Dita menahan tawa.






Next part ya👇
Thankyuu ❤️❤️

On The Traffic✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang