The Truth

4 3 0
                                    

Enjoy reading yaa 🤗



Di dalam basecamp, semua anak menatap sikap Gea. Gea lebih diam. Wajahnya murung. Tidak. Bukan murung, tapi kesal.

Seperti menahan marah. Tidak biasanya Gea datang jam istirahat begini dengan wajah seperti itu. Bahkan Renata pun yang biasanya masa bodoh, bertanya tanya di dalam hatinya.

Kini pandangan mereka beralih menatap Dita. Ditatap begitu, Dita menjadi canggung. Entah apa yang akan ia jelaskan.

"Ehh ayo kita kumpulkan penghasilan kita. Malah pada bengong," Dita mencoba mencairkan suasana.

"Kenapa??" Bisik Amel di telinga Dita.

Dita menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Mengisyaratkan untuk diam. Lalu, ia mengangkat berkas bermap hijau itu.

Mereka tidak mengerti. Tapi itu cukup membuat penasaran. Dita ingin menjelaskan tapi takut menyinggung Gea.

"Gea, ada apa? Tumben kau datang begini?"

Renata tak kepalang tanggung. Sikap blak blakan dan masa bodohnya benar benar tidak pernah hilang. Seakan itu mewakili perasaan teman lainya.

Gea mendongakkan kepala. Menatap Renata dengan wajah datar. Benar benar tidak seperti biasanya.

"Habis ketemu iblis," Jawab Gea singkat.

Kerutan terlihat di dahi dahi mereka. Kecuali Renata. Sedikit melempar pandang ke arah Dita. Meminta penjelasan lebih.

"Iya. Tadi kita nggak sengaja ketemu ayah Gea di jalan. Dia ngasih ini." Dita menyerahkan berkas bermap hijau itu.

Renata segera meraihnya. Memperhatikannya dengan saksama diikuti yang lain.

"Ini surat perceraian??" Tanya Bobi.

"Tidak usah dibahas. Moodku benar benar berantakan. Dia bukan lagi ayahku. Peduli setan denganya." Kata Gea.

Setelah mengakhiri ucapanya, Gea beringsut bangkit. Menenteng ukulele keluar basecamp. Bahkan roti sebagai pengganti makan siang pun tak ia sentuh sama sekali.

"Baru pertama liat Gea gitu," Tukas Bobi yang disetujui semua anak.

"Ayahnya kelewatan" Gumam Dita.

"Kalo Gea nggak mau bawa surat ini, mendingan kau saja yang membawanya ke tempat ibunya. Lagipula biar cepat selesai urusan mereka. Bukanya mau ngomporin tapi, melihat Gea seperti itu, rasanya lebih baik ia dan ibunya dijauhkan dari ayahnya,"

Dita mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Aldi. Ia akan membawa berkas ini pulang nanti sore ke rumah Gea. Dita tahu Gea pasti tak sudi menentengnya pulang.

*********

Waktu berjalan begitu cepat. Azan asar mulai berkumandang. Gea segera mengemasi barang barangnya.

"Aku pulang duluan,"

"Eh Gea. Aku ikut ya," Dita cepat cepat bangkit dari duduknya.

"Terserah, Dit."

Dita berjalan mengekor Gea dengan menenteng berkas itu. Seolah Dita adalah bodyguard Gea. Sampai Gea masuk ke pinggir pasar dan mengganti seragamnya, Dita dengan setia menunggu di luar.

Tidak banyak pasang mata yang melihat mereka. Tidak ada yang peduli, dan mereka sibuk dengan urusan masing masing.

Tidak ada perbincangan diantara mereka. Sepanjang perjalanan mereka masih membungkam dan sibuk menekuri jalanan.

Dita tidak ingin membuka pembicaraan terlebih dahulu. Gea benar benar tidak ingin diganggu untuk saat ini.

Mereka sampai di perkampungan kontrakan Gea. Memikirkan kontrakan, Gea ingat ia belum menabung untuk membayar kontrakan lagi.

On The Traffic✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang