joy mingyu ⚠️"3"

487 42 2
                                    

sooyoung tahu dia tidak bisa berharap lebih.

Saat dia mendatangi langsung perusahaan yang seharusnya menjadi saingannya itu, para pemimpin di sana menyambutnya dengan kedua tangan terbuka dan senyuman lebar yang tidak bisa sooyoung suka. Surat-surat yang mereka pegang telah sah dengan stempel dan tanda tangan kedua belah pihak. Bahkan sudah ada perjanjian tertulis yang mengatakan jika salah satu pihak keberatan maka mereka akan berhadapan langsung dengan penghuni meja hijau.

Sesuatu yang tentu saja harus sooyoung hindari jika tidak mau mengundang perhatian yang lebih besar.

Kedua tangan sooyoung mengepal keras dengan perasaan mengerikan di balik dada yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Merasa dia harusnya kecewa dan marah pada dirinya sendiri, namun ada perasaan lain yang mengatakan ada pelaku sebenarnya di balik layar yang sedang menertawakannya. Dia harus segera mencari orang itu sebelum situasinya memburuk.

Ya. Seharusnya di saat seperti ini... bukan hal yang aneh jika sooyoung membutuhkan seseorang untuk menjadi tempatnya berkeluh kesah atau paling tidak menyandarkan kepalanya dan melarikan diri dari kenyataan sementara.

Tapi, siapa yang bisa dia percaya sekarang?

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan dari suara yang dikenalnya membuat sooyoung membuka kedua matanya. Dia sedang memijat kepalanya sendiri dengan siku tangan di atas meja saat melihat mingyu meletakkan secangkir teh di depannya. sooyoung menatap riak permukaan teh berwarna cokelat itu sebelum menghela napasnya.

"...Iya." Dusta sooyoung dengan suara pelan. Dia meraih gagang cangkir itu lalu meminum tehnya hati-hati. Tidak banyak yang diminum, sooyoung meletakkannya kembali, "Ngomong-ngomong tumben sekali kau membuat teh? Bukankah kau lebih suka kopi?" tanya sooyoung tanpa mengalihkan perhatiannya dari warna cokelat di dalam cangkir yang dia pegang.

mingyu memperhatikan gerak-gerik sooyoung dalam diam sebelum ikut duduk di kursi seberang sooyoung . Meja kecil berbentuk bulat berada di antara mereka dan mingyu ikut meletakkan tehnya di sana, "Memangnya salah jika aku membuatkan teh untuk kekasihku yang sedang stres?" pertanyaan ini membuat sooyoung akhirnya mendongak hingga kedua mata mereka bertemu, "Dan teh adalah minuman kesukaanmu. Aku suka kopi juga bukan berarti aku membenci minuman selain itu, bodoh."

Setelah mengucapkan kata-kata penenangnya dengan lembut, mingyu menjulurkan tangannya lalu mengusap pipi sooyoung dengan punggung jarinya. sooyoung tersenyum tipis dan sedikit memiringkan kepalanya untuk menggesek pipinya sendiri pada punggung tangan itu. Dia nyaris memejamkan kedua matanya dan menyamankan diri sampai dia menyadari sesuatu.

Tunggu... bau ini...

...rasanya pernah...

sooyoung mencium bau yang seperti asing namun sebenarnya tidak juga, dia merasa pernah menciumnya di suatu tempat. Bau khas yang entah kenapa menggelitik rasa penasaran pria berambut merah itu. Membuka kedua matanya, sooyoung memegang tangan mingyu dan semakin menariknya untuk mendekat dengan hidungnya. mingyu kehilangan senyumannya dan menatap sooyoung bingung namun membiarkan kekasihnya itu menciumi tangannya seperti mengendusnya.

Tidak ada pertukaran kata di antara mereka dan sooyoung masih terus memikirkan bau aneh yang tidak asing ini. Mencoba mengingat-ingat lagi kapan terakhir dia mencium bau itu dan kenapa dia merasa melupakannya. sooyoung memejamkan kedua matanya erat untuk berpikir lebih keras hingga dia melihat adegan terakhir pertemuan berduanya dengan mingyu di bar malam itu.

Ya, dia ingat mencium baunya di sana. Bau yang sama dari tangan mingyu saat mengusap bibirnya setelah meminum wine yang membuat bibirnya berubah warna menjadi merah merekah.

joy in the houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang