Sore hari menyapa kediaman dua pemuda berusia belia. Salah seorang dari mereka telah siap dengan tas dan juga topi berwarna biru tua. Dia adalah Thoth. Sebab di kirim pesan oleh Horus yang mengajaknya bertemu, dia harus menghadirinya.
"Bram, aku pergi. Jangan makan es krim di lemari es! Itu punya ku." Thoth mengikat tali sepatunya sembar berkata demikian.
Bram mengangguk tanpa menoleh. Dia fokus mengotak-atik komputer usang tadi. Sudah berapa kali dia mencoba mengatur bahasa pada komputer itu, namun tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia berhasil memecah hal tersebut.
Thoth tidak hirau. Dia memilih langsung keluar rumah dan mendorong sepeda yang telah bersandar di teras. Dia mengayuh sepedanya setelah melewati gerbang rumah. Karena jarak tempat pertemuan tidak jauh dari rumah, Thoth memakai sepedanya dengan santai.
Dia sesekali bersiul saat melihat burung bertengger di atas kabel listrik yang melintang di antara rumah per-rumah.
Tidak sampai lima menit, Thoth tiba di depan restoran mewah. Di jendela tembus pandang itu, Thoth bisa melihat empat orang tengah menatapnya sembari mengumbar berbagai ekspresi. Ada Horus dan Vider dengan wajah kesal mereka, ada Samael yang tersenyum kecil sambil menukar pandang dengan Osiris.
Thoth tidak acuh. Dia berjalan santai memasuki restoran, terdengar suara decitan pintu dan gemerincing bel manual di depan pintu.
"Langsung inti, bagaimana? Apa berjalan lancar?" Tanya Thoth sambil mengambil tempat duduk di samping Osiris.
Horus sebagai orang paling dekat mengangguk. "Iya, semua berjalan lancar. Aku berhasil memanipulasi mereka, tapi saking lancarnya membuat ini mencurigakan."
Wajah kesal Vider pun memudar. Dia memandang orang dengan tatapan datar. "Aku setuju! Rasanya seperti ada sesuatu yang menjanggal tapi aku tidak tahu itu. Kita tunggu saja dan biarkan semua berjalan."
Horus ikut mengangguk. "Kenapa kita tidak meminta bantuan Argus? Dia jago akan hal seperti ini."
"Tugas dia sudah banyak! Aku tidak bisa lagi membebaninya!" Tolak Thoth mentah-mentah.
Vider mencebik kesal. "Tapi kau membebani kami! Ah~ harusnya aku tidak ikut ke sini dan menjalankan rencanamu itu. Memang lebih baik aku diam di rumah."
"Dan berserah diri bila kematian menjemput? Huh! Untung aku tidak mempunyai pemikiran bodoh sepertimu." Samael menimpali ucapan Vider.
"Bukan seperti itu! Aku pasti akan bertahan hidup disana!"
"Oh ya? Dengan menjadi pengikut setan itu?" Tanya Horus mengintimidasi.
"Bukan seperti itu juga! Aish~ sudahlah! Jelaskan hal selanjutnya yang harus kami lakukan!" Desak Vider pada Thoth.
Begini lah dia saat sudah terpojok.
"Horus bantu Argus menyelesaikan masalah Leviath, Osiris jangan lupa mengirim jiwa dia untuk ikut membantu," Thoth berkata dengan tangan kiri mengeluarkan sebuah buku tebal. "Bantuannya amat sangat diperlukan."
Samael menyahuti. "Dia berguna setelah tiada- AKH!"
Karena merasa ucapan Samael bisa menyinggung pihak yang dibicarakan, Horus lebih dulu menginjak kakinya.
"Apa ada lagi?" Tanya Vider penasaran. Dia menyeruput minuman pesanannya yang baru saja datang. Sangat cepat kalau saja dia lambat menyadari kalau itu adalah air perasan lemon.
Wajah Vider berubah, ia mengerjap mata kiri dan kanan mengimbangi asamnya lemon.
Osiris tersenyum kecil melihat itu. "Bagaimana dengan Poli dan Nike? Kau akan melibatkan mereka juga?" Tanya Osiris.
Thoth mengangguk. Dia menjentikan jarinya pelan, sebuah metode agar orang tidak bisa mencuri dengar percakapan mereka. "Itulah mengapa aku mengeluarkan buku ini. Semua takdir sudah terbaca, mereka terlibat. Termasuk juga dengan dua saudara tiri itu," jawabnya pelan.
"Geryon dan Seth?" Tanya Horus.
"Ya. Mereka menjadi bagian penting, rasa penasaran mereka yang akan menuntun ke jalan yang sama dengan kita. Dan Horus, kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?"
Horus mengangguk mengerti.
"Sekarang jalan kan tugas kalian. Aku akan ke balai kota mengurus ini semua."
_____sᴇᴄʀᴇᴛ_____
Poli membolak-balikan bukunya sembari beberapa kali memejamkan mata, menghapal materi karena besok akan ada ulangan harian. Kepalanya terasa berat akibat menampung berbagai pengertian, rumus, dan contoh dari materi yang sedang di pelajari.
Dihadapannya ada Nike, pemuda itu juga membolak-balikan buku. Tapi bukan buku pelajaran melainkan buku fantasi yang beberapa hari lalu dia baca di perpustakaan.
"Poli, kau benar-benar tidak melihat peta di belakang buku ini beberapa hari lalu?" Tanyanya membuat Poli menatap sang lawan bicara.
Poli menggeleng sambil terus menghapal. Dia menutup buku dan menjadikan tangannya sebagai pembatas buku agar dia tidak kehilangan halaman. Kemudian dia berkata. "Apa kau benar-benar melihat peta itu beberapa hari lalu?" Tanya Poli balik.
Nike mengangguk semangat. "Kalau sekarang?" Tanya Poli penasaran. Nike menggeleng sedih.
"Anggap saja itu imajinasimu. Kau kan terlalu banyak mengkhayal, mungkin kau terbawa hingga ke dunia nyata." Dengan santainya Poli mengkritik Nike dengan balutan kata nasehat.
Nike mendecih pelan. "Mana mungkin! Peta itu terlihat jelas bahkan aku mampu menghapalnya dengan sangat cepat! Kau tidak membantu sama sekali."
Poli bersikap santai seolah tidak terjadi apa-apa. "Sudahlah, hapalkan saja materi untuk besok. Kau tidak mau mendapat nilai E, kan?"
"Sudah ku bilang aku cepat dalam menghapal, lima menit juga aku mampu menghapal materi se-buku itu."
"Dasar sombong!" Hardik Poli tidak suka.
Nike tertawa kecil menanggapi. Dia kembali sibuk pada buku yang ia baca. Sampai dia menemukan sebuah syair indah.
Nike membacanya dalam hati dengan sangat teliti dan fokus hingga pada kalimat terakhir, dia bergumam pelan.
"Hingga sang purnama datang, garda bangsa akan menyerang."
Bersambung.....
Disini spoilernya banyak banget loh!
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL SECRET | Revisi
FanfictionSekolah magis. Apa ada hal seperti itu di dunia ini? Tentu kalimat itu adalah hal yang pertama kali orang tanyakan saat mendengar hal berbau magis. Fakta mengenai magis sangat asing dan tidak banyak orang mengenal ataupun percaya pada hal seperti...