8. Komputer usang (IV)

376 49 10
                                    

𝑇𝑎𝑛𝑔𝑖𝑠 𝑝𝑖𝑙𝑢 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑝𝑎𝑙𝑠𝑢

[Heeseung as Bram]
[Taehyun as Thoth]

_____sᴇᴄʀᴇᴛ_____

Bram keluar dari kamar mandi dengan rambut basah kuyup. Dia tidak memakai atasan, hanya celana panjang bermotif kotak-kotak yang sedang dijadikan gaya berpakaian oleh hampir semua remaja. Apalagi bagi mereka yang menyukai hal-hal berbau fashion.

Tentunya Bram tidak termasuk di kalangan kaum itu.

Dia sederhana. Berpakaian seadanya saja. Paling sering memakai kaos polos atau bertulis sesuatu yang berpadu dengan celana panjang, celana pendek, atau bisa saja celana yang ia dapat dari klub basket. Perlu di ketahui jika Bram adalah anak aktif. Hampir semua klub di Sekolah ia masuki. Klub musik, klub basket, klub renang, dan klub bela diri. Namun untuk klub renang dan bela diri, dia sudah jarang masuk. Tidak suka pada guru yang membina adalah alasan Bram.

"Kak Bram. Komputer ini akan kita apa kan?" Tanya Thoth berfokus pada komputer usang di pangkuannya.

Komputer itu adalah barang temuan mereka saat menemukan ruang rahasia di kamar Bram. Lubang besar belum mereka perbaiki dan di biarkan terbuka, karena merasa ada hal yang perlu di gali lebih dalam lagi. Berakhir Bram tidur bersama Thoth, tentu atas tawaran sang pemilik kamar.

"Kau bersihkan saja dulu." Bram berujar sembari mengambil handuk dan mengerikan rambutnya.

Thoth menoleh dengan tatapan protes. "Aku? Yang benar saja!"

"Ayolah Thoth, kau lebih muda dari ku. Sesekali membantu ku tidak membuatmu merugi, kan?"

"Ckh! Alasan klasik itu lagi!" Thoth bangkit dari duduknya dan mengambil sepotong kain di atas meja bulat di lantai. Ia juga mengambil teko air dan menuangkan air tersebut tepat di atas kain, membasahinya hingga kuyup.

"Kenapa memakai kain basah?" Tanya Bram menyampirkan handuknya di bahu kiri dan duduk bersila di atas kasur Thoth, menghadap adik sepupunya dengan tatapan polos.

"Kalau tidak begini, debu yang sudah menebal ini tidak akan hilang."

Bram mengangguk mengerti dan melirik ponsel Thoth. Diduduki oleh sang pemilik.

"Ponselmu bisa gepeng," ujar Bram menarik paksa ponsel Thoth.

Thoth melirik sekilas namun tetap melanjutkan kegiatannya. Ia tidak peduli pada ponselnya.

Bram pun bersikap santai tanpa rasa takut karena sudah sering memainkan ponsel Thoth.

"Ada pesan dari Horus, boleh ku baca?" Tanya Bram.

Thoth mengangguk memberi lampu hijau pada Bram.

"Dia bilang ingin bertemu jam 4 sore nanti, ada Vider, Osiris, dan Samael juga. Oh! Sejak kapan kau dekat dengan mereka?"

Thoth bergeming sebentar sebelum menghela napas menetralkan jantungnya yang sedang berpacu lebih cepat dari biasanya.

"Belum lama juga. Kenapa? Mau ku kenalkan?" Tanyanya menaikan sebelah alis. Jawaban dari Bram adalah gelengan dan tersenyum haru.

"Ah tidak! Aku hanya bersyukur akhirnya kau punya teman selain Heimdall. Bahkan temanmu itu merupakan seorang ketua organisasi kesiswaan, aku jadi terharu." Bram berpura-pura menghapus air mata. Thoth bereaksi seperti biasa, menatap datar sepupunya itu.

"Kau tidak takut aku mengambil temanmu, Vider?" Tanya Thoth.

Bram melipat tangannya di depan dan menyandarkannya pada bantal. "Tidak. Malahan lebih bagus kau berteman dengan Vider, dia orang ceria dan penuh semangat. Mungkin dengan kehadiran dia, kau bisa menjadi pribadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Menjadi seorang yang akan melupakan keangkuhan dan menyapa publik dengan bakatmu. Jika kau bisa begitu, suara indahmu akan di kenal dunia, Thoth. Aku yakin!" Seru Bram tersenyum manis.

Thoth ikut menarik sudut bibirnya. "Ya, ku pikir itu ide bagus."

"Jadi, kau akan segera pergi dua jam lagi?" Tanya Bram.

Thoth mengangguk. "Ya, tapi sepertinya aku akan pergi lima menit sebelum jam 4 nanti, biarlah mereka menunggu. Toh, mereka juga yang perlu dengan ku."

Bram menggeleng pelan mendengar ucapan dari adik sepupunya itu. Lima belas menit kemudian, Thoth menyelesaikan kegiatannya dengan bersimbah keringat.

"Apa komputer ini masih bisa menyala?" Tanya Thoth menyerahkannya kepada Bram.

Dia membersihkan sisa-sisa debu yang ikut menempel di baju. Karena tidak kunjung menghilang, Thoth membuka bajunya dan memakai baju baru.

"Akan ku coba nyalakan, semoga saja bisa. Hitung-hitung menggantikan laptopmu," sahut Bram.

Thoth melirik sadis. "Enak saja! Itu
laptop kesayangan ku, bagaimana pun laptop ku harus seperti sedia kala!" Tolaknya.

Bram memberikan senyuman jahil. Dia suka sekali membuat Thoth marah, walau pada ujungnya dia juga yang harus menderita, sebab Thoth selalu memakai ketangguhan tubuhnya jika dia sudah terpojok atau akan kalah dalam berdebat.

Lirikan Thoth juga sangat mengintimidasi sehingga terkadang Bram merasa enggan dan canggung untuk menatapnya. Seperti sekarang ini, dia melirik Bram seakan ingin mengoyak tubuh Bram hingga lebur.

Bram sendiri memilih mengalihkan pandangan menatap komputer tersebut dan mengotak-atiknya setelah berhasil disambungkan dengan kabel-kabel pengalir listrik.

"Oh menyala!" Bram berkata dengan riang.

Dia sudah tidak memangku komputer itu lagi karena beralih duduk di meja kecil dekat stopkontak.

"Eh? Bahasa apa yang di setel ini?"






Bersambung...

Hai semua, ini cukup singkat karena saya harus segera mengakhiri bab komputer usang.

Publish = 6 April 2021
Revisi = 4 Maret 2022

SCHOOL SECRET | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang