19. Beradaptasi

231 38 1
                                    

Heeseung as Bram.
Ni-ki as Nike.
Jungwon as Polifemos.
Sunghoon as Seth.
Haruto as Ozer.

_______sᴇᴄʀᴇᴛ_______

Kelopak mata yang sedari tiga jam lalu terlelap secara paksa mulai membuka, menyipit menyesuaikan pendar cahaya menusuk mata. Tatapan penuh tanda tanya langsung saja menjadi ekspresi pertama usai Bram dalam keadaan pingsan.

Sekarang ia tengah berbaring di sebuah kasur empuk yang mampu memuat dua orang dewasa. Dinding sekeliling berwarna putih, senada dengan perabotan seperti lemari kecil di pojok ruangan dan barang elektronik memenuhi ruangan. Kabel berjejer memenuhi lantai, menghantarkan energi listrik sehingga mampu menyalakan sebuah layar besar tepat di hadapan Bram saat ini.

"Selamat siang, para penerima undangan. Saya ucapkan selamat datang di markas besar Van Heul, maaf penyambutan yang saya lakukan sangat sederhana karena saat ini masih banyak yang harus saya urus. Tanpa panjang lebar, mulai hari ini, kalian akan dibina oleh masing-masing pembimbing. Siapkan mental kalian dan kesiap sediaan kalian dalam menghadapi pembelajaran ini," ucap seorang pria memakai topeng yang menutupi sebagian matanya.

Pria itu menggunakan pakaian selayaknya pakaian para bangsawan zaman dahulu. Cara bicaranya kaku, dan topeng yang ia kenakan pun demikian. Bercorak emas bercampur putih, seperti seorang pangeran yang sedang menghadiri pesta dansa.

"Kalian akan dilatih untuk bertahan hidup selama 4 bulan. Setelah itu, jika kalian mampu bertahan maka kalian akan melanjutkan ke tahap berikutnya. Sedangkan yang gugur akan ada biaya serta jaminan jabatan terhadap orang tua kalian. Tahun ini berbeda dengan tahun-tahun lalu, tahun ini hanya ada sekitar 149 orang berpartisipasi, sungguh disayangkan mengingat saat terakhir kegiatan ini dilaksanakan terdapat 500 lebih orang yang ikut." Pria itu menjeda kalimatnya lalu tersenyum kecil, "saya harap kalian tidak menyerah. Dan semua mampu bertahan hingga akhir. Hanya ini yang saya sampaikan, silahkan kenakan pakaian di lemari pada pojok ruangan. Kalian akan segera dijemput setelah saya menutup sesi penyambutan ini."

Bram segera turun dari kasurnya dan berjalan menuju lemari kecil tersebut. Ia membuka lemari itu dan terdapat sebuah kemeja putih serta celana warna senada. Pada bagian kerah baju, ada nama Bram dengan ukiran dari benang emas.

Bram menatap sekeliling. Ia menyadari sekarang ia tengah diawasi, setiap kamera terpasang di sudut ruangan. Bram berjalan menuju sebuah pintu yang ternyata adalah pintu kamar mandi. Ia langsung berganti pakaian di sana, tidak butuh waktu berpuluh menit, Bram langsung keluar dengan pakaian baru.

Tok! Tok!

Belum sempat Bram menyelesaikan kegiatan melipat pakaiannya, suara ketukan pintu dari luar langsung membuatnya bergegas. Pakaian yang semula berada di tangannya langsung ia letakkan di atas kasur. Bram membuka pintu dan terlihat seorang pria berbadan kekar dengan kisaran tinggi mencapai 190cm. Pria itu mengenakan topeng dan berjas.

"Ikuti saya," ucapnya singkat dan berjalan menuju pintu berikutnya. Bram hanya bisa mengikuti dari belakang sembari melihat sekeliling.

"Pada undangan itu tertulis dracnes akademi. Lalu, kenapa sekarang aku berada di markas Van Heul?" Tanya Bram penasaran.

Ia menunggu jawaban sampai beberapa menit berlalu pria di depannya tidak kunjung bersuara. "Aku bertanya padamu tidak bis-," ucap Bram sekali lagi.

"Kau hanya bisa bertanya saat aku mengizinkan."

Jawaban singkat itu sukses membuat Bram diam. Tiba di ujung lorong, pria bertopeng itu mengetuk pintu seperti saat ia melakukannya tadi. Lalu muncul seorang pemuda yang dikenal oleh Bram.

"Ozer?" Tanya Bram memastikan jika pemuda itu benar-benar sepupu Veo. Pemuda itu tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju sebuah aula besar penuh alat mengandung unsur listrik.

Banyak barang canggih serta ruangan ini dipenuhi oleh orang berjas putih dengan kacamata sambil mengetikkan sesuatu pada keyboard komputer mereka.

"Ruangan ini bernama Van Elc, sesuai namanya ruangan ini adalah kumpulan dari barang-barang elekronik seluruh dunia. Orang-orang berjas putih itu adalah profesor dari belahan dunia yang di datangkan langsung untuk membantu menjaga kestabilan jaringan kota saat kalian berangkat nanti. Dan di sini saya akan membimbing kalian, silahkan bertanya jika ada yang membuat kalian penasaran tentang ruangan ini," jelas pria itu terus melangkah ke depan.

"Pak bertopeng, apa hanya kami berdua yang dibimbing di sini?" Tanya Bram penasaran.

"Saya John dan bukan hanya kalian saja tapi ada 50 orang yang dibimbing di sini, hanya saja mereka berbeda jam," jawab John.

Bram mengangguk mengerti. Ia menoleh menatap sekeliling, mengamati sekitar. Kali ini mereka melangkah memasuki sebuah pintu di ujung ruangan tersebut, di sana pencahayaan sangat minim. Bahkan pencahayaannya hanya dibantu oleh cahaya hijau dari bagian bawah tabung-tabung besar menyala itu. Tabung-tabung itu berjumlah 20 buah dan ditutupi oleh kain hitam. Bunyi mesin-mesin penghubung tabung satu ke tabung lainnya terdengar seperti suara alat yang digunakan pada Geryon di rumah.

Usai berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di depan mesin komputer besar. John menekan salah satu tombol di sana, kemudian nampak berbagai layar transparan yang melayang. Dengan gerakan telaten, John menggeser layar-layar itu sampai menemukan yang sedang ia cari. John memperbesar layar tersebut dan menatap Bram.

"Tulisan pada layar ini pernah kau lihat sebelumnya, kan?" Tanya John.

Bram tampak terkejut dan mengangguk. Bagaimana bisa tulisan pada layar itu sama seperti tulisan pada komputer temuannya.

"Ini adalah bahasa Vie, bahasa penghuni kota Vie De. Jadi selama empat bulan ini, kalian akan belajar bahasa Vie dan mendalami ilmu teknologi lebih lanjut agar bisa membuka portal menuju kota Vie De dan mangantarkan mereka dengan selamat," ucap John.

"Mereka? Siapa?" Tanya Ozer penasaran.

Tanpa bersuara, John menekan tombol berwarna merah di sana dan menampakkan bagian dalam tabung kaca itu. Kain hitam tersebut langsung saja ditarik oleh sebuah alat sejenis capit kepiting. Tentu saja itu adalah robot buatan.

"Poli? Nike? Tunggu! Apa yang kau lakukan dengan mereka? Bagaimana bisa mereka dimasukan ke dalam tabung berisi cairan hijau terang itu? Kau ingin membunuh mereka?" Tanya Bram langsung emosi.

Ozer ikut menyipitkan matanya dan mendapati seseorang yang ia kenal di sana. "Seth? Bukankah dia sudah pergi keluar negeri tadi pagi?" Gumam Ozer.

"Aku belum mengizinkan kalian bertanya," jawab John tenang.

Bram naik pitam. Ia lantas menarik kerah John, dengan wajah memerah Bram berbicara menggunakan nada menekan. "Lepaskan mereka!" Titahnya dengan nada rendah.

John bergeming. Ia malah menunjukkan sebuah benda berbentuk persegi panjang seperti ponsel. Di sana, terdapat sebuah lingkaran berwarna hijau yang sedang menunggu untuk disentuh.

"Semua yang ada ditabung akan mati jika kau berani melawan," ucap John.

Ozer langsung saja menarik tubuh Bram hingga membuat mereka berdua terhuyung kebelakang akibat ikut didorong oleh John.

"Menurutlah jika kau masih ingin nyawa mereka aman."














Bersambung...

Mumpung ada waktu luang jadi update deh hehehe

SCHOOL SECRET | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang