Kencan Pada Akhir Pekan Bersama Kak Langit

84 28 31
                                    

Bunyi halaman buku dibalik memenuhi ruang belajar yang ada di perpustakaan pada akhir pekan ini. Tampak seorang pemuda berambut ikal menatap kedua murid yang berhadapan dengannya sambil menggeleng pelan. Terlihat gadis berambut gelombang masih setia dengan satu soal matematika, sedangkan pada sebelahnya sibuk berkutat bersama latihan fisika pada buku-buku tebal di sana.

Mata si pengamat beralih ke kanan, seorang gadis berambut sebahu tengah menandai tiap rumus penting yang ada pada buku, dilihat dari cara tangan lentik itu memainkan stabilo pada lembar-lembar di depannya. Seulas senyum terlukis pada wajah manis pemilik rambut ikal itu, dia mengalihkan pandang lagi saat lengan tersentuh oleh pena hingga membuatnya menoleh.

"Saya udah selesai." Alta menyodorkan buku pada si pengatur jalannya metode pembelajaran. Dia tersenyum manis dengan terus menyimpan alat-alat tulis ke dalam tas.

Aila menoleh ke samping, mengernyit sambil menunjukkan lembar di hadapannya yang 'tak kunjung usai. Dia berharap bantuan akan datang dari Alta, setidaknya untuk satu soal saja. Sedangkan si pemilik gingsul hanya menaikkan bahu, kemudian menunjuk opsi yang sekiranya benar untuk jawaban gadis itu.

"Altha, punya kamu salah semua," ujar pemuda berambut ikal. Berhasil membuat Alta membatu dan Aila menepis tangan besar di bukunya.

Hanya cekikikan yang bisa diberikan pemuda bergingsul kepada orang yang berhadapan dengannya. Dia menggaruk tengkuk lalu kembali mengambil buku. "Zidan, saya ijin pulang sama Aila lebih cepat boleh?" Alta menutup kedua tangan dan memasang wajah memelas.

"Aku enggak bakal ijinin cuma karena kita sekelas dan sering ke kantin bareng, ya, Alta," sahut Zidan. Dia menyandarkan punggung, kemudian menyilangkan kedua tangan depan dada.

"Kamu itu murid baru, seharusnya belajar banyak sebelum ujian udah jadi kawajiban kamu," sambung si pemilik surai ikal.

Alta berdecih, menoleh ke Aila yang sejak tadi memandangnya. Dia tersenyum tipis lalu membuat isyarat dengan tangan di dada seolah mengatakan, tenang saja semua bakal beres kalo ada saya di sini.

Seulas senyum terlukis pada wajah tampan si pemilik gingsul. Dia melirik ke atas sambil tersenyum dan merogoh saku celana, mengambil ponsel lalu mengetik beberapa deret huruf. Alta melihat Zidan ketika bunyi notifikasi dari benda pipih pintar pemuda berambut ikal terdengar.

Zidan menunduk, mengernyit lalu mengangkat wajah untuk melihat orang di hadapannya. Tampak Alta tersenyum sambil menaikkan kedua alis tebal itu beberapa kali, kemudian tersenyum genit seperti maniak mesum gila.

"Kamu pasti ngerti maksud saya," ujar Alta dan menumpang dagu.

Aila melirik ke kanan, memperhatikan interaksi yang terjadi di antara Zidan dan Alta. Dia memicingkan mata lalu mengangkat bahu, seakan tidak peduli. Namun, gadis di depannya berhasil membuat si pemilik dimple tersentak. Dia menaikkan dagu sedikit  sebagai balasan pandangan penuh makna sang sahabat.

"Kamu lihat itu, Ai," ujar Indah dengan menunjuk ke kiri, tepat di mana Zidan duduk.

Indah menggigit bibir bawah gemas lalu mengepalkan tangan. Dia menunjukkan catatan kecil yang sempat ditandai dengan stabilo sebelumnya kepada Aila.

"Apa ini?" Bibir Aila berkedut, melihat susunan kata di kertas. "My classmate is my uke," imbuhnya lalu menatap Indah untuk meminta penjelasan.

"Judul cerita aku kalo tentang Zidan sama Alta," terang si pemilik rambut sebahu dan tersenyum girang.

Aila mengembuskan napas lelah, menggeleng dengan terus mendorong buku kembali ke sang pemilik. Dia berdecih, kemudian berujar penuh nada frustasi, "Kamu sebaiknya tobat, Indah. Beberapa hari lalu Kak Langit dan Alta yang kamu jodohin. Sekarang, Alta dan Zidan."

Perkataan itu hanya mendapat cengengesan tanpa dosa dari Indah. Mau bagaimanapun kebiasaan sulit dirubah, bukan? Mari berdoa agar dia kembali ke jalan yang lurus.

***
Aila mengulum senyum girang sambil mengayunkan kaki berlawanan arah. Dia melirik kiri dan kanan, memastikan orang yang ditunggu akan datang. Lesung pipi itu semakin dalam saat terlihat gigi rapi dari bibir mungilnya.

Pemuda di sana duduk bersila menghadap si pemilik dimple. Dia menumpang dagu dengan tangan bertumpu pada sisi dengkul. Bibir tipis itu melengkung ke atas  sambil menggerakkan kepala mengikuti kaki orang yang ditatap.

"Kamu seneng banget mau ketemu Kak Langit," ucapnya yang membuat Aila menoleh.

Gadis itu mengangguk, kembali mengukir senyum yang menular bagi si lawan bicara. "Gimana cara kamu bujuk Zidan sampe kita boleh pulang lebih cepat?" tanya Aila dengan sedikit mengubah posisi duduk.

"Saya bilang bakal tinggalin dia berdua sama Indah," jawab Alta jelas.

"Hm? Zidan suka Indah?"

Alta mengangguk sebagai jawaban yang mendapatkan reaksi mata membola dari si lawan bicara. Aila melongo, memegang pipi dengan kedua tangan lalu berkata, "Beneran?"

"Iya, Zidan suka Indah. Menurut kamu kenapa dia milih duduk di sebelah Indah daripada dekat saya? Ya ... karena itu alasannya."

Aila mengangguk paham, mengalihkan pandangan lagi ke jalanan. Meski masih tidak mengerti tentang Zidan dan Indah, tetapi dia tidak mengambil pusing.

"Aila," panggil Alta pelan.

"Iya." Si pemilik nama menyahut tanpa mengalihkan pandangan.

"Gimana kalo saya suka kamu?"

Pertanyaan yang hampir seperti pernyataan tersebut membuat Aila menoleh, berkedip beberapa kali. Dia memandang netra cokelat di hadapannya dalam diam, mencoba mencari kebenaran tentang perkataan si pemilik gingsul yang masih sulit untuk dipahami.

Si pemilik lesung pipi menelan ludah, wajah Alta tanpa senyuman dan tawa seperti biasanya membuat dia bingung. Alis itu bertaut, netra legam tersebut berusaha berpaling dengan menunduk pelan. Aila mengeratkan pegangan pada bangku sisi tubuh, menggigit bibir dengan terus memandang aspal yang agak retak.

Sepatu tampak di tempat Aila menatap, membuat dia menengadah dan sedikit menaikkan alis karena terkejut dengan sosok yang ada di hadapannya kini.

"Maaf telat," ujar pemuda berkacamata, sempat meringis pelan sebelum kalimat keluar.

Aila tersenyum tipis, kemudian melihat ke arah tempat Alta duduk beberapa saat lalu. Kerut di dahi si dimple semakin terlihat kala orang yang dicari tidak tampak.

"Alta ke mana?" gumamnya lalu kembali melihat orang yang baru saja datang.

.
.
.
.
.
jangan lupa tinggalkan jejak gaes😗❤️❤️
Tetap sehat untuk kalian, kalo boleh tau kalian asal mana? 😗❤️

To Be Your Starlight [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang