Seorang gadis duduk di halte sambil menatap jalanan. Dia mengangguk mengikuti alunan lagu yang terdengar dari earphone yang tersumpal di telinga. Mata sampai menutup, kaki mengayun berlawanan arah. Saat lirik yang terdengar bagian favoritnya, sosok itu membawa tubuh ke kiri dan kanan sesuai irama.
Si pemilik lesung pipi tersentak sebab earphone itu ditarik sebelah. Dia menengadah melihat sosok tinggi yang tersenyum manis sampai gingsul tampak dari sudut atas bibir.
"Saya mau dengar juga," ujarnya lalu meletakkan benda yang dipegang ke telinga kanan.
Aila berkedip beberapa kali, semakin memundurkan tubuh kala si pendatang maju secara perlahan. Membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.
"Kamu udah ingat saya, Aila?"
Lagi, si pemuda begingsul kembali membuka suara. Dia menarik tubuh agar menjauh lalu duduk di sebelah Aila yang masih bungkam.
Sekarang, suasana menjadi hening, seolah suara lalu lalang kendaraan di depan kedua orang itu cukup untuk menghidupkan situasi.
Aila melirik ke kiri, tempat Altha duduk dengan tenang sambil mengangguk pelan, mengikuti alunan lagu yang terdengar dari benda di telinga. Si pemilik dimple mengembuskan udara kasar, kemudian mengeratkan pegangan pada ransel dan mengalihkan pandangan dari orang di sebelahnya.
Sambil mengayunkan kaki, Aila kembali mengingat apa yang terjadi semalam saat Altha mengajaknya untuk menunjukkan sesuatu yang cantik.
"Kamu yakin ajak aku ke sini?" Bibir Aila berkedut kala melihat jalan perbukitan yang sulit di depannya.
Gadis itu menoleh ke kiri, memandang Alta yang masih betah memegang sepeda di sisi tubuh. Tampak bulir keringat turun dari sosok tampan pemilik gingsul.
"Sesuatu yang cantiknya ada di atas bukit belakang gedung sekolah kita ini," sahut Alta usai mengatur napas agar kembali normal.
Aila menggeleng pelan, menunduk untuk melihat sandal berbulu karakter kelincinya yang sudah kotor. Dia mengerucutkan bibir, berdecih lalu kembali mengangkat kepala sewaktu terdengar suara semak-semak pada sisi kirinya.
"Kamu mau ngapain? Kalo pipis jangan sembarangan, pamali!" Aila sedikit menaikkan intonasi, tetapi berusaha dalam mode berbisik agar tidak membuat keributan di sana.
"Saya cuma mau letakin sepeda ke pohon. Karena jatuh mangkanya jadi berisik," sahut Alta dan mendekati Aila.
Si pemilik gingsul berjongkok, memindahkan ransel ke depan dan mengeluarkan sandal jepit dari sana. Dia mendongak, membalas pandangan Aila yang sejak tadi melihatnya.
"Kamu pake sandal ini aja, yang itu biar simpan di tas saya." Altha tersenyum sambil menuntun tangan Aila untuk berada di bahu kokoh itu.
Gadis berlesung pipi mengeratkan pegangan pada pundak pemuda di depannya sampai meremas baju, mulai mengganti sandal imut dengan apa yang diberikan Alta.
"Jadi sandal lucunya enggak kotor." Si pemilik gingsul pun memasukkan sandal di dekat kaki Aila ke plastik yang sudah disiapkan, kemudian menyimpan dalam ransel.
Alta berjalan terlebih dahulu, menaikkan sedikit tali ransel agar bawaan yang di punggung tidak membuat terjungkal. Dia sedikit berbalik, menatap Aila yang memeluk diri sebab dingin udara bawah pohon mahoni di sana sangat menusuk tulang.
"Aila, ayo kemari! Pegang tangan saya. Saya enggak mau kamu jatuh karena jalanan ini agak licin," ajak Alta yang lebih terdengar seperti perintah. Dia mengulurkan tangan, tersenyum sambil memainkan netra cokelat itu ke arah Aila dan lengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Your Starlight [Terbit✓]
Teen FictionJangan lupa follow ya manteman, untuk menghargai penulis UwU, calangeo penuh cinta 😗♥️ . . . Hampir satu tahun Aila menyukai Langit, kakak kelasnya. Ia pikir, tidak akan ada yang sadar. Namun, ternyata dugaan tersebut salah. Alta, teman satu klubny...