feelings •

3.3K 321 49
                                    

Park Jimin Pov

Jujur, tiga hari belakangan ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Malam itu aku terbangun saat tengah malam dan menyadari Kim Jisoo tidak ada disebelahku. Aku berjalan lalu menghampiri Hae Ra terlebih dahulu dan melihat gadis kecil itu sedang di alam mimpinya. Aku berjalan lagi, dan menemui Kim Jisoo sedang di pojong ruangan kamar tamu di antara cahaya remang. Wajahnya tidak terlalu jelas terlihat dan aku hanya bisa melihat sisi kanan wajahnya saja dan rambutnya yang panjang bergelombang.

Dia duduk sambil memandang jendela, kepalanya bersandar pada sofa dan kakinya menekuk.

Saat itu aku ingin menghampirinya, namun langkahku terhenti karena mendengar isak tangis.

Aku mengurungkan niatku karena mungkin dia ingin memiliki waktu sendiri, bersama dirinya dan juga beberapa pikiran yang menggelayuti kepalanya hingga memilih menyendiri di tengah malam ini.

Esok hari, ia tampak biasa saja. Menjalani hidup layaknya hari-hari biasa kami. Tersenyum padaku, juga pada Hae Ra. Tidak tampak raut wajahnya yang menyiratkan kesedihan.

Kala waktu, aku ingin sekali bertanya. Namun lidahku kelu, hingga kalimat itu hanya sebatas di pikiranku saja dan tak bisa terucap.

"Kim Jisoo..."
"Aku berangkat kerja dulu ya?"

"Iya... hati-hati. Ini bekal sushi kesukaan kamu. Dimakan ya!"

"Terimakasih sayang."

Apa ini perasaanku saja yang terlalu sensitif? Aku semakin merasa Kim Jisoo tidak hadir di dalam rumah ini, juga di hidupku.

"Sayang?"

Aku lalu mengecup keningnya sebentar sebelum benar-benar melangkah pergi. Lalu memandang kedua matanya.

"Kenapa Jimin?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya kangen kamu aja."

Dia lalu tertawa.

"Loh aku ada disini, masa kangen?"

"Iya, tidak tahu. Boleh peluk sekali lagi?"

"Boleh... Sini."

Ya Tuhan aku sayang wanita ini, bagaimana caranya dia bisa mencintaiku setulus hatinya? dan membagi rasa sedihnya padaku hingga tak perlu menangis sendirian lagi.

***

Kim Seokjin Pov

Aku memberi tahu Eommaku bahwa aku memiliki anak. Ya, agak gila sebenarnya. Anak yang tidak resmi tercatat dalam sebuah pernikahan yang sah.

Tapi, aku tidak bisa menahan ini terus-terusan. Maka dari itu, siang tadi aku mengatakan hal ini padanya.

Responnya? Tentu saja kaget.

Dia memarahiku dengan wajahnya yang menegang dan mata yang melotot. Namun, usai itu. Suaranya mengendur dan merendah.

Dengan wajah gengsinya, dia bertanya dimana anakku berada dan ingin segera bertemu.

Namun aku bilang, bahwa "Berjanjilah untuk tidak memaki atau menghina ibunya."

Dia diam, lalu mengangguk pelan.

Namun, aku tahu ibuku. Dia adalah orang yang dengan mudahnya menghina dan menganggap orang rendahan. Apalagi jika tidak berasal dari keluarga kaya.

"Hae Ra. Dia gadis kecil yang cantik."

Eommaku diam, namun aku tahu dari matanya ada sedikit titik binar bahwa dia senang mendengarnya. Ya, Eommaku tidak punya anak perempuan dan tentunya senang akan jika memiliki cucu perempuan yang cantik jelita.

"Dimana dia?"

"Nanti akan aku bawa bersama dengan ibunya."

Suara Eommaku tidak terdengar lagi melainkan hanya suara nafas ketidaksukaan lalu wajahnya berpaling.

"Pergilah." Ucapnya singkat.

Kemudian aku melangkah keluar dari istana orang tuaku, dengan perasaan menggebu ingin membawa Hae Ra dan Kim Jisoo hadir di dalam hidupku.

Aku ingin mengambil apa yang sudah seharusnya milikku, sedari dulu.

***

"Apa yang kamu inginkan di dunia ini Kim Jisoo?"

"Aku?"

"Hmmm, jawab ya.."

"Hmmm.. aku ingin masa kecilku bahagia bersama orang tua dan keluarga yang utuh. Aku ingin merasakan bagaimana rasanya pergi liburan bersama keluarga, camping, lalu makan ubi bakar yang manis."

Mereka sedang berbincang sebelum tidur. Park Jimin memandang langit-langit kamar. Sedangkan Kim Jisoo tidur menyamping menghadap Jimin dengan tangan menyangga kepalanya.

Jimin lalu tersenyum lemah, dia memandang Kim Jisoo kemudian menyelipkan rambut ke bagian belakang sisi telinganya.

"Jimin."

"Iya?"

"Kamu pernah cari tahu asal usul keluarga kamu?"

"Hmm belum pernah."

"Kenapa tidak coba cari, kamu pernah berpikir tidak kalau orang tuamu masih hidup?"

"Pernah tapi sekilas aja."
"Aku hidup layaknya anak jalanan. Aku tinggal di mana-mana setelah keluar dari rumah itu. Kau tau sendiri kan anak-anak yang tidak punya rumah dan hidup seenaknya?"
"Kau tahu? aku pernah bakar rumah orang."

"Jim... Sungguhan?"

"Iya..."
"Makanya aku pernah ada di penjara anak-anak."
"Tapi setelah itu, aku bertemu dengan manusia baik yang sedikit merubah sikapku ini."
"Tapi prinsipnya, aku ini sampah yang menyingkirkan sampah."
"Bukan seenaknya, jahatin orang yang tidak salah. Apalagi perempuan dan anak kecil."
"Tenang aku sudah tobat kok. Bukan anak jalanan lagi."

"Iya..."
"Jim..."
"Tadi ada orang yang kerumah. Tidak tahu sih. Kayaknya orang-orang yang cari anak hilang gitu."
"Ini, aku dikasih foto."
"Fotonya agak buram, tapi kenapa bibirnya mirip kamu ya?"

""Fotonya agak buram, tapi kenapa bibirnya mirip kamu ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
tbc

One Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang