Langkah kaki terasa samar di mata Kim Jisoo. Dia mendadak lemas ketika mendengar kabar itu. Rasanya dia perlu bersandar pada sesuatu, namun ada manusia lain yang hanya bisa bergantung padanya hingga dia perlu mengumpulkan kekuatan untuk tetap kuat dan tidak melepas Hae Ra dari gendongannya sama sekali.Malam itu dia segera kerumah sakit.
Sepanjang perjalanan terasa kalut.
Kim Jisoo begitu ketakutan. Takut jika Park Jimin kenapa-napa. Sekarang dia hanya punya Jimin, ya, Jimin seorang.
Kim Jisoo begitu benci bau rumah sakit, aroma obat serta atmoshpere yang berpadu menjadi satu sangat membuat dirinya tak nyaman. Kenangan tak mengenakan tertanam dibenaknya di masa lalu. Kenangan atas adiknya serta Neneknya yang meregang nyawa di tempat itu, dan sekarang suaminya sendiri, Park Jimin tengah tidak berdaya sebab kecelakaan lalu lintas malam ini.
Wanita itu duduk usai bertemu dengan dokter. Meminta pertolongan untuk segera menyelamatkan suaminya.
Saat itu, kepolisian datang menemuinya. Menceritakan kronologi kejadian, hingga saat itu dia ingin sekali mengutuk orang yang tengah mabuk itu hingga menabrak Park Jimin yang tengah menyeberang di penyeberangan jalan. Kebencian menyeruak dalam hatinya, hingga wajahnya memerah kemudian tangis pecah.
"Nyonya Park? Pengemudi yang mabuk juga masuk rumah sakit. Dia juga mengalami luka yang parah."
"Aku tidak peduli! Aku tidak peduli apa yang terjadi pada dirinya, aku hanya memikirkan suamiku dan ingin dia selamat."
Polisi itu mengangguk dan membuat raut wajah iba, wanita muda sederhana dengan anak kecil itu terlihat begitu menyedihkan, ketika mengalami situasi sulit semacam ini.
"Nyonya Park saya permisi dahulu."
"Tolong beristirahat."Kim Jisoo kembali duduk di kursi tunggu. Dia mulai merasa lelah. Lelah hati dan batin lebih tepatnya. Dia takut, juga khawatir. Perasaan negatif seolah menyelimuti seluruh hatinya. Perasaan susah dan sedih yang membuatnya menghirup oksigen saja terasa sulit.
"Hae Ra, mari berdoa.. semoga Appa tidak apa-apa hmmm?"
"Hae Ra sayang Appa kan? Ayo kita berdoa, Appa harus kembali pada kita."***
Siang itu, matahari bersinar dengan terik. Rasanya udara di bulan Agustus itu terasa begitu panas hingga keringat tampak di dahi seorang Kim Seokjin, dia tengah melangkah di dalam lorong itu lalu beralih ke dalam lorong lainnya.
Ketika ruangan yang dicari telah di dapat. Kim Seokjin lalu berdiri memandang ke dalam ruangan melalui jendela kaca.
"Tuan Kim, kau bisa menemuinya disini. Orang itu ada di dalam. Wanita yang memakai dress berwarna hijau emerald, iya itu yang tengah duduk termangu."
Tak ada suara balas yang terdengar, lelaki berseragam itu mundur lalu berujung pamit sebentar.
Kim Seokjin memandang seorang wanita yang amat dia kenal. Wanita itu tak tertawa atau tersenyum. Dia hanya duduk dengan tampang sendu sambil melihat seorang bayi perempuan yang tengah bermain disana. Tak ada energi yang terpancar. Tentu saja, mana ada yang keadaannya baik-baik saja usai mendengar kabar suaminya menjalani operasi besar?
Keadaan sekarang seperti ini.
Malam lalu Kim Seokjin mendengar kabar, istrinya kecelakaan lalu lintas. Im Jin Ah mabuk usai datang ke sebuah acara pesta bersama teman-temannya dan menabrak seorang pejalan kaki yang tengah menyebrang.
Pagi tadi, dia ditemui oleh polisi dan mengatakan bahwa istri dari korban tersebut ada dirumah sakit ini. Setidaknya, dia harus menemuinya. Meminta maaf dan kalau bisa mengambil jalur damai.
Tapi sekarang ketika dia melihat wanita itu, hatinya terasa sakit sekali.
Sialnya, dia sangat kenal dengan wanita itu.
Ya.
Wanita cantik yang pernah bermain bersamanya di atas ranjang dahulu. Wanita lugu yang membuatnya pernah jatuh hati.
Tak banyak yang berubah dari rupa yang Kim Seokjin terakhir ingat. Masih terlihat cantik sekali, dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam.
"Hae Ra, hey sayang jangan menangis."
Kim Seokjin masih terus memandang ke dalam, kini dia melihat Kim Jisoo sedang menggendong bayi perempuan cantik itu. Menepuk punggung mungilnya mungkin sambil mengatakan hal-hal menenangkan agar bayinya tidak terus-menerus menangis.
"Hae Ra sayang."
"Aigoo, ayo-ayo kita keluar sebentar hm?"Kim Jisoo memutuskan untuk keluar sebentar. Namun, ketika dia baru saja menggeser pintu ruangan itu, sepasang sepatu tertangkap matanya, sepertinya seseorang tengah berdiri di hadapannya sekarang hingga memblokir jalannya.
Perlahan dia menggerakan pandangnya dari bawah ke atas.
Suara lirihan yang amat dia kenal lalu menyapanya, membuat jantungnya kala itu berdegub dengan cepat.
Suara yang mungkin sebenarnya berusaha dia lupakan selama ini.
"Kim Jisoo..."
***
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand
FanfictionBerawal dari tempat Karaoke, pertemuan pertama kali itu terjadi. warning: 18+ mohon untuk bijak dalam memilih cerita.