Jimin hanya bisa mematung, mendengar apa yang baru saja gadis itu tuduh pada Kim Jisoo. Kakinya tiba-tiba lesu dan lemas. Disana, Jimin masih menatap dua orang itu yang berdiri berhadapan. Sorot mata yang tampak sedang mengobarkan amarah juga rahang yang menegang terlihat jelas dibawah lampu jalan. Jimin dapat melihatnya dengan mudah.
Tunggu, jika tuduhan itu tidak benar seharusnya Kim Jisoo marah dan membela diri. Seharusnya dia mempertahankan harga dirinya agar tidak di injak oleh orang lain.
Tapi, kenapa Jimin melihat Jisoo menunduk tanpa suara? Apa yang dikatakan gadis itu benar perihal itu semua?
Gadis itu kembali melayangkan tuduhan, jemarinya memegang bahu Jisoo, mendorongnya seperti seolah sedang memberi peringatan.
Saat itu, Jimin melihat gadis dengan coat berwarna krem itu berjalan dengan hentakan langkah kaki kesal meninggalkan Kim Jisoo yang masih berdiri terpaku tanpa suara. Kemudian dia segera masuk ke dalam mobil mewahnya, melaju dan menghilang sebatas pandang mata malam hari.
Jimin masih berdiri dibelakang Kim Jisoo, saat itu punggung gadis itu bergetar. Bahunya naik turun seperti sedang menangis.
"Kim Jisoo." Lirih Jimin pelan.
Kim Jisoo berbalik badan, lalu menatap Jimin sambil berusaha mengelap air matanya.
"Kamu sejak kap—kapan disana?" Jisoo bertanya disela isak tangis kecilnya.
"Sejak tadi."
"Aku mendengar semuanya."Jimin melangkah, menghampiri Kim Jisoo yang bungkam dan hanya menunduk, seperti malu pada Jimin.
"Jisoo."
"Apa itu benar?"
Saat itu pandang mereka bertemu. Mata Kim Jisoo sudah memerah dan basah oleh air mata dan Jimin menatapnya dengan lekat— memandang dengan sorot bertanya atas kebingungan dari situasi ini.
Anggukan ragu Kim Jisoo membuat seketika hati Jimin seperti ditaruh sebuah beban berat. Dadanya terasa sesak dan seperti malam itu dia kesulitan menarik nafas.
"Jimin——"
"Kim Jisoo, i lost my words."
"Kenapa? Kenapa kamu melakukan hal itu?"
"Kenapa kamu berada di antara hubungan orang lain Kim Jisoo? Kenapa?"Jisoo malah menangis hebat. Semua jawaban dari pertanyaan Jimin adalah karena dia mencintai lelaki itu. Dia mencintai Kim Seokjin dan malam itu dia ingin bersamanya sekali lagi saja.
"Aku bodoh Jim. Aku tahu aku bodoh. Aku bukan siapa-siapa. Aku mencintainya Jim tapi—- aku bahkan nggak pantas mencintainya."
"Aku pernah bilang kan aku bukan orang baik? Kamu tahu Jim? Dulu aku pernah menjajakan diri. Aku bertemu dengannya. Aku jatuh cinta. Tapi, setelah beberapa tahun berikutnya aku melihatnya lagi. Aku senang, tapi sekaligus sedih karena dia akan menikah."
"Sekarang aku jahat Jim. Aku jadi orang jahat. Aku tidur sama tunangan orang lain. Aku bahkan nggak tahu bagaimana perasaannya jika aku ada di posisinya."Jisoo berucap panjang lebar diantara tangisnya, gadis itu terus menunduk. Menyalahkan dirinya sambil mengelap airmata yang turun dengan deras di pipinya.
"Aku bahkan tidak tahu, orang yang ku cintai mencintaiku juga atau tidak. Atau dia hanya ingin tidur denganku saja."
"Jisooo......."
"Jim aku— aku mau pulang. Aku nggak mau makan."
"Aku nggak mau pergi ke Myeongdeong malam ini."
"Maafin aku Jim. Maafin aku."Ucapan gadis itu membuat hati Jimin seperti teriris. Pedih, dan menyakitkan.
Fakta bahwa Kim Jisoo tidur dengan orang lain benar-benar membuatnya cemburu serta sakit.
"Aku malu Jim ketemu kamu."
"Aku malu karena kamu melihatku kayak gini, dipermalukan gadis itu atas kesalahanku.""Jisooo—-"
Dengan derai air mata, Jisoo berbalik arah. Melangkah meninggalkan Jimin sambil terus menunduk.
Sekali lagi hati Jimin bagai diremas berkali-kali. Dia sedih mengetahui fakta bahwa Jisoo seperti itu, tidur dengan laki-laki lain. dan dia bertambah sedih ketika gadis itu menangis didepannya. Seperti tidak berdaya.
Bagi Kim Jisoo, Malam itu harga dirinya sudah tidak ada lagi ketika wanita tunangan Kim Seokjin menemuinya. Wanita itu begitu marah padanya. Tentu, Jisoo mengerti dan tahu. Semua wanita akan marah jika tunangannya tidur dengan wanita lain. Termasuk dirinya.
Hal yang semakin membuat Jisoo kehilangan harga diri adalah ketika teman baiknya, mendengar semuanya. Ya, Park Jimin mendengar semua hal itu dan membuatnya terlihat seperti sampah. Seperti wanita murahan yang tidak punya akal.
Dan sekarang Jisoo tidak tahu ingin kemana. Tadinya dia ingin makan bersama Jimin, tetapi karena kejadian ini membuatnya seperti kehilangan arah.
Dia ingin ditemani seseorang. Dia ingin berkeluh kesah. Dia ingin Kim Seokjin tahu dan berada disisinya. Tetapi sepertinya, tidak mungkin sebab wanita itu tidak akan pernah melepas Kim Seokjin begitu saja setelah semua ini.
Kemudian, langkah Kim Jisoo terhenti.
"Terus sekarang mau kemana?" Jimin rupanya menyusulnya hingga berdiri tepat dihadapannya.
"Lihat aku Jisoo." Ucap Jimin lagi. Sebab gadis itu masih menunduk.
"Jimmmm..." bibir gadis itu bergetar, dan kakinya bergerak seperti sedang gelisah.
Pelan-pelan Jisoo menengadah. Air matanya yang sudah lumer di seluruh wajah itu tertangkap mata Jimin. Gadis itu menggeleng, sambil menahan isak.
Wajah Jimin terlihat menegang, Jisoo belum pernah melihat Jimin seperti itu. Sorot matanya yang biasanya teduh berubah menjadi lebih tajam.
"Aku—-aku nggak tahu." Jawab Jisoo dengan putus asa.
Jimin sakit hati, jelas. Tapi, dia akan lebih sakit lagi jika mengetahui bahwa gadis yang disukainya menangis sepanjang malam sendirian.
"Ikut aku."
Jimin mengambil tangan Jisoo, lelaki itu membawa gadis itu, berjalan melangkah sambil menghirup oksigen dalam-dalam, Jimin berusaha menahan semuanya. Mencoba mencerna semuanya dengan logika di kepalanya.
Apa yang tidak masuk akal dari semua ini?
Apa penyebabnya?
Kenapa Jisoo melakukannya?Dan dia lambat laun paham bahwa gadis lemah di sampingnya itu merasakan cinta, hingga tidak memikirkan hal lain disekitarnya. Hingga tidak memikirkan akibat dari itu semua. Tangan dingin gadis yang digenggamnya terasa seperti sedang menusuknya. Dingin sekali, dan Jimin menggenggam lebih erat lagi.
"Jimin...."
"Mau kemana?""Bawa kamu."
"Aku juga ngga tahu kemana."
"Mungkin ke tempat dimana kamu bisa nangis sepuasnya. Tapi, aku mohon. Jangan menangis sendirian, atau melakukan hal bodoh."Ucap Jimin dengan suara yang tercekat di tenggorokan. Entah kenapa dia tadi memikirkan kemungkinan buruk. Dia takut gadis ini melakukan hal bodoh, atau melukai dirinya sendiri atau malah bunuh diri?
"Jangan malu."
"Nggak apa-apa, nangis aja."
"I am here Jisoo. I am here for you."***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Stand
FanfictionBerawal dari tempat Karaoke, pertemuan pertama kali itu terjadi. warning: 18+ mohon untuk bijak dalam memilih cerita.