A.N:
Biar enggak bikin bingung, di bab revisi ini memang ada beberapa hal yang saya ganti, ya, termasuk nama karakternya. Huhuhu, semoga enggak bikin bingung, ya. Happy reading ^_^
***
Sebentar lagi, begitu gumamnya saat refleks menengok jam. Shaselfa jarang gugup karena suatu hal, tetapi kali ini, dia merasakannya sejak tadi. Begitu wajahnya selesai dirias, dia menyuruh penata rias tersebut membiarkannya sendirian di kamar ini.
Dilirik lagi jam, belum waktunya Papa atau Mama menjemputnya menuju ke ruang depan. Pada pantulan di cermin, Shaselfa kembali mengecek dandanan terutama di bagian rambut, side braid bun tersebut disisispi bunga Baby's Breath asli. Lihat, penampilannya sempurna, but it's like something binds her stomach tighly.
Kenapa harus gugup? Mungkinkah karena tahu akan terikat pada seseorang yang asing baginya? Bukan berarti Shaselfa tidak pernah bertemu dengan cowok ini sebelumnya. Beberapa foto dan latar belakang si calon sudah membuatnya mantap. Tidak ada cacat, tidak memiliki catatan kriminal, dan..., Shaselfa menjengit ketika tahu-tahu pintu kamar dikuak seseorang. Sosok itu berjalan anggun dengan wajah angkuh. Gelungan rambut, dandanan wajah, serta kebaya dengan ujung rok menyapu lantai; semua itu menunjukkan kemewahan. Shaselfa nyaris memutar bola mata dengan tampilan Naomi. Si Lalat Pengganggu ini selalu saja datang di waktu tepat. Tenang, Shaselfa.
"Papa menyuruhku mengecekmu," ucapnya dingin.
Deretan botol parfum yang ada di meja jauh lebih menarik bagi Shaselfa, tetapi dia tetap menanti apa yang sedang Naomi persiapkan.
"Beliau berpikir kamu sedang gugup. Sebenarnya aku berharap kamu malah kabur. Sayang banget kamu masih di sini. Dipikir-pikir, memang apa yang perlu kamu cemaskan kalau calonmu bisa dikuras kekayaannya. Beruntung kamu dapetin cucu lelaki tua itu."
Parfum berwarna baby pink yang dipilih Shaselfa, kemudian menutulkan ke bagian tertentu tubuhnya. Sembari memandang Naomi melalui pantulan cermin, Shaselfa berujar. "Aku ingat apa yang Teteh bilang sama aku. Sebagai cewek yang memiliki banyak potensi, aku perlu mengerahkan itu semua buat menggaet cowok yang aku pengin. Surprising me, terwujud juga apa yang aku pengin."
"Gimana pun, kamu berdiri di belakang Papa. Tentu kamu bakal mendapatkan dari yang terbaik. Cuman kok aku sedikit kasihan." Shaselfa menyadari tatapan merendahkan dari Naomi. "Kami pernah memiliki hubungan, enggak terganggu dengan itu, Selfa?"
Fakta satu itu, mana mungkin Shaselfa tidak tahu. Beberapa tahun lalu, Naomi mengenalkan seseorang sebagai pacar. Di kemudian hari, seseorang itu tidak akan lama resmi menjadi tunangan Shaselfa. Paling tidak, dia berada di atas angin.
"Mungkin di saat kami bertemu dan bisa ngomong banyak, barangkali aku bisa menceritakan hal-hal yang enggak Papa ungkapin sebelumnya. Maksud aku, kalau dia tahu masa lalumu, apakah kamu enggak dilepeh gitu."
"Teteh enggak usahlah repot memikirkannya. Aku, Shaselfa, enggak bakal membiarkan cowok itu lepas dari genggaman aku. Kecuali, aku menemukan cowok lain yang jauh lebih baik." Shaselfa berdiri kemudian memutar tubuh hingga kini mereka berhadapan. "Tapi aku tetap yakin sih, Papa udah melakukan seleksi ketat. Teteh sendiri tahu, aku anak emasnya."
Naomi mengumbar senyum, tidak ada kekalahan di wajah itu. "Aku kasih tahu satu rahasia kecil." Melipat tangan, Naomi bergerak mundur. "Papa berniat menjodohkan kami, sayangnya dengan kondisi aku yang janda beranak satu ini, kayaknya mustahil untuk kakek tua itu. Jadilah Papa memilihmu."
YOU ARE READING
A Shit on Our Vow
RomanceKomunikasi yang masih berjalan antara Rekza dan mantannya menjadikan Shaselfa risau. Akan sulit mewujudkan keinginannya mendapatkan suami kaya kalau Shaselfa tak bisa mengambil hati Rekza sepenuhnya. Nyatanya, Shaselfa salah, bukan mantan cowok itu...