"Lagi ngapain, Mas?"
Rekza menutup kotak makan, kemudian menjawab pertanyaan Gendhis di telepon. "Jawab telepon kamu."
"Hahahaha," hambar suara Gendhis yang terdengar dari balik telepon. "Garing amat. Sibuk nih pasti. Aku telepon pengin bilang aja sih, kemarin aku kepoin akunnya Mbak Selfa. Dia tuh beauty enthusiast kesayangan teman aku ternyata. Tapi aku enggak tertarik ngomong kalau aku Mbak Selfa bakal jadi kakak ipar aku."
Di kursinya, Rekza mengingat lagi pertemuan kemarin. Dia belum menjelaskan apa pun tatkala Naomi datang. Makanan yang dimasak pun tidak sempat dicicipi karena Shaselfa sudah menyuruhnya pulang. Perempuan itu tidak menyinggung May lebih lanjut, tetap mengulas senyum lebar saat mengantarnya di depan rumah, tetapi Rekza yakin, Shaselfa menyimpan kesal padanya.
"Mas Rekza!" hardikan itu mengejutkannya. "Beneran sibuk ya? Padahal aku masih mau ngomong banyak. Terutama kucing yang aku adopsi itu, dipikir-pikir lagi, enggak jadi deh kukasih nama kayak gitu. Kesannya aku nyamaian... Ya, Ibu mau ngomong nih, Mas."
Telepon itu berpindah pada Bude Mayang. Antara ibu dan anak itu, Rekza akan lebih banyak mendengarkan dibandingkan ikut serta. Segala hal tidak penting pun dibicarakan. Dia sedang ingin menjadikan meeting penyambutan general manager di aula sebagai alasan. Akan tetapi, "May pernah telepon kamu semenjak putus, Za?"
Ada apa dengan dua orang ini yang tak henti membahas perempuan itu. Dengan lancar, Rekza mengiakan. Sekaligus mengutarakan niatnya memutus telepon. Bude Mayang tidak melepaskannya begitu saja.
"Bude ketemu dia, gandengan sama laki-laki ganteng, Rekza. Padahal kalian sudah putus, malah kamu udah tunangan, tetap saja Bude kayak masih belum terima kalian pisah."
Senyumnya pahit. Rekza lantas merespons. "Namanya enggak jodoh, Bude. May udah ada pasangan, aku punya Shaselfa."
"Tetap aja beda. Lagian kenapa kamu belum aja Shaselfa ke sini? Beda sama May, tinggalnya jauh, sekalinya ke sini, pasti ngejenguk kita semua baru ketemu sama kamu."
"Aku yang belum ketemu waktu yang cocok, Bude. Kalau aku bisa beresin pekerjaan secepatnya, aku ajak Shaselfa ke Jogja. Sebentar lagi, aku ada meeting di bawah, nanti aku telepon lagi Bude."
Suasana aula lebih ramai dan agak berisik. Pak Takhi dan seseorang yang Rekza yakini sebagai general manager mereka, berdiri tak jauh dari panggung. Beliau baru saja melepaskan microphone kemudian berjalan menyalami orang-orang di sekitarnya.
Wajah perempuan itu lantas ditututpi kerumunan orang. Rekza menunggu di salah satu pilar. Menunggu orang yang mendesaki Pak Takhi berkurang. Tahu-tahu, pundaknya ditepuk cukup keras, Drew pelakunya.
"Masih aja anteng di sini. Ke sana dong."
"Nanti sajalah. Baru datang juga?"
Lelaki itu memberikan jawaban dengan mengangkat bahu. Kemudian menceritakan beberapa hari ini pekerjaannya lumayan berat. Ketika mereka masih membicarakan pekerjaan, Drew menyebut nama Shaselfa. Wajah keruhnya barangkali terdeteksi hingga Drew berdecak.
"Shaselfa tahu tentang May," kesahnya.
"Kepergok lagi ingat mantan, ya? Mungkin, kamu perlu membicarakan sedikit saja tentang May pada Shaselfa." Rekza mengernyit. "Kamu tutupi juga udah ketahuan. Dengan kamu membicarakannya, itu mungkin pertanda kalau kamu udah siap menerima Shaselfa seutuhnya."
"Aku cuman enggak mau masalah kami akan melebar ke mana-mana. Enggak semua perempuan mau membahas masa lalu pasangan mereka. Rissa tahu semua mantanmu?"
YOU ARE READING
A Shit on Our Vow
RomanceKomunikasi yang masih berjalan antara Rekza dan mantannya menjadikan Shaselfa risau. Akan sulit mewujudkan keinginannya mendapatkan suami kaya kalau Shaselfa tak bisa mengambil hati Rekza sepenuhnya. Nyatanya, Shaselfa salah, bukan mantan cowok itu...