6. Rieuthuk

536 49 1
                                    

Selamat malam, semua!

Rida dan Mas Sakti balik lagi!!!

Happy reading!

______________________

Typo!

Suasana mobil sangat canggung. Baik Rida maupun Sakti tidak ada yang membuka pembicaraan. Terlebih Arga malah terlelap nyenyak di gendongan Rida. Hanya suara musik barat yang mengisi kehampaan itu.

Sakti sesekali melirik ke arah Rida yang sedang fokus membelai kepala Arga. Gadis belia itu selalu menampilkan senyum ketika memandang Arga. Sangat berbeda dengan ekspresinya ketika bersitatap dengannya.

Sakti menghela napas berat. Permintaan istrinya tadi membuatnya pusing. Jadilah ia sangat emosi. Padahal Rida tidak salah, gadis kecil itu sama tidak tahunya dengan dia. Bodohnya ia malah memarahinya. Sakti jadi merasa bersalah maka dari itu ia mengantar pulang Rida.

"Ehm," Sakti berdehem untuk menarik perhatian Rida. "Em, mau mampir makan dulu, nggak?"

Rida yang masih malas dengan Sakti pun hanya menggeleng tanpa menatap ke arah pria tua itu.

Sakti menghela napas berat, tidak berhasil. Akhirnya Sakti memilih diam saja sampai mobil berhenti di depan rumah Rida.

"Makasih, Mas. Ini Arga gimana?" Tanya Rida bingung karena bayi gembul nan imut itu masih terlelap di dekapannya.

Tidak jauh beda, Sakti juga bingung. Ia ingin membawa Arga ke rumah sakit lagi. Tapi anak kecil seusai anaknya tidak boleh berlama-lama berada di rumah sakit. "Em."

"Kalau nggak biar tidur di rumah dulu, nanti kalau udah bangun Mas jemput." Usul Rida yang sebenarnya tidak rela Arga dibawa ayahnya.

Sakti tersenyum cerah menatap Rida, baru juga ia ingin meminta tolong Rida untuk menjaga Arga. Tapi gadis itu sudah menawarkan diri. Betapa bersyukurnya ia.

"Oke, nanti kabari saja kalau Arga rewel. Terima kasih sebelumnya, Rida." Ucap Sakti tulus.

Rida mengangguk, "Mana peralatan Arga?"

"Sebentar," Sakti mengambil tas berisi baju ganti, popok, dan susu milik Arga. Ia membantu Rida membuka pintu dan mengantar gadis belia itu sampai depan rumah.

"Saya tinggal dulu, ya? Terima kasih sudah mau direpotkan Arga. dan sebelumnya saya minta maaf karena membentak kamu tadi. Mas terbawa emosi."

Rida mengangguk dan berdehem kecil kemudian langsung masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu tidak mau repot-repot menawari Sakti untuk mampir di rumahnya.

Sakti sendiri hanya meringis melihat ke arah pintu rumah Rida yang tertutup. Dia sebenarnya merasa geli dengan tingkah Rida ketika sedang marah. Gadis itu malah terlihat imut?

Sakti menggelengkan kepalanya berkali-kali ketika kata imut bermunculan di kepalanya. Dia tidak sedang terpesona dengan Rida kan?

Dan tentunya hal itu tidak boleh terjadi, Sakti memiliki istri yang sangat ia cintai, Winda Khairunnisa. Ibu dari anaknya.

Menggeleng dengan pemikirannya yang mulai ngawur, Sakti memilih untuk melajukan mobilnya kembali ke rumah sakit.

Sedangkan Rida, gadis itu menidurkan arga di kamarnya. Ia segera membersihkan diri sebelum bayi imut itu bangun.

***

Sampai di rumah sakit, Sakti langsung masuk ke dalam kamar rawat istrinya. Sebelum pergi mengantar Rida tadi Winda sedang terlelap nyenyak. Dan sekarang Sakti mendapati Winda sudah bisa duduk bersandar di kepala ranjang dan disuapi budenya. Ia ikut bergabung dengan dua perempuan beda usia itu. Sakti memilih berdiri di ujung ranjang.

"Loh, dari mana, Ti?" Tanya bude yang baru melihat Sakti. Mata tua beliau mencari keberadaan Arga, "Arga mana?"

Sakti tersenyum, "Aku titipin Rida, Bude."

Wajah pucat Winda tersenyum mendengar ucapan suaminya meskipun ada rasa sakit di dalam hatinya.

"Dia gak jadi pulang apa?"

"Jadi, Bude. Sakti antar tadi." Sakti mendekat dan meminta bergantian menyuapi Winda.

"Ck. Udah mau habis ini, biar Bude aja. Kamu mending mandi habis itu temenin Winda. Bude malam ini gak bisa bantu jaga, maaf, ya?"

Sakti tersenyum haru, Budenya ini tidak pernah mengeluh ketika ikut menjaga Winda."Bude udah bantu Sakti banyak. Bude sama Pakde istirahat di rumah, ke sininya jenguk aja."

"Iya, Bude. Terima kasih sudah mau bantu nunggu Winda bangun. Bude istirahat banyak-banyak di rumah, ya. Ada Mas Sakti sama bapak, ibu." Winda ikut menyahut. Yang ia dengar dari suaminya tadi pagi bude dan pakdenya sering menginap di rumah sakit untuk menjaganya. Ditambah Rida dan Azka yang juga ikut membantu menjaga Arga. Winda sendiri sebenarnya tidak heran dengan budenya, beliau dulu sangat mendamba anak sampai pernikahannya yang ke 13 tahun baru mendapatkan Rida. Dan sebelum itu ia dan kakaknya sering kali diajak menginap di rumah bude dan dibelikan banyak pakaian serta mainan.

Bude berdecak tidak suka, ia menyayangi Winda sama seperti anaknya. "Kalian ini terserah Bude lah mau jenguk kapan, mau nginep apa tidak."

Sakti dan Winda terkekeh mendengar gerutuan budenya, mereka juga menyayangi budenya ini.

"Kalau Bude gak diizinin nginep lagi, Arga jadi punya Bude."

"Iya, Bude. Bude boleh datang kapan aja, terus nginep juga boleh." Sakti mengalah akhirnya, tidak ingin membuat budenya kecewa.

"Bude, Pakde sudah ke sini?"

"Belum, paling sebentar lagi." Bude melihat jam di dinding, pukul setengah enam.  "Kenapa, Win?"

Winda tersenyum menatap suaminya, ia ingin meminta izin pada orang tua Rida dengan rencananya. Ia ingin ketika pergi dua pria tercintanya sudah ada yang mengurusi. Winda akan merasa lebih tenang. "Gak papa, Bude. Ada yang mau Winda bicarakan sama pakde dan bude."

Bude yang paham pun hanya mengangguk saja. Beliau memberesi bekas makan Winda dan berlalu ke luar kamar.

Setelah peninggalan bude, Sakti yang mengerti dengan maksud istrinya mencari pakde pun duduk di kursi yang sebelumnya bude duduki. "Mas gak suka ya, Win kamu bicara seperti siang tadi." Ujar Sakti dengan suara yang mulai dingin.

Winda tersenyum getir dan menggenggam tangan kasar milik suaminya.  "Ini demi Mas sama Arga."

Sakti menarik tangannya kasar, "Kamu bakal sembuh, Winda. Hidup mati itu Allah yang ngatur, sekarang tugas kamu berjuang untuk sembuh. Ada aku sama Arga yang butuh kamu."

Kalau saja Winda bisa, ia akan beruang demi suami dan anaknya, tapi sakit yang menggerogoti tubuhnya sudah sangat menyiksa. Winda tidak yakin akan bertahan lebih lama lagi. "Mas," panggil Winda lirih melihat rahang Sakti mengetat. Sakti masih diam saja. "Aku kangen sama, Mas." Ujarnya lirih.

Mendengar suara lirih itu Sakti seperti tertampar hebat. Sejak Winda sadar ia malah memusuhinya, ia malah menjaga jarak dengan istrinya yang seharusnya ia beri semangat. Dengan hati tercubit ia mengelus wajah istrinya. "Maafin, Mas, ya?"

Mereka berpelukan menumpahkan segala kerinduan. Winda terisak pelan di bahu Sakti, ia tidak ikhlas berpisah dengan suaminya, terlebih putranya yang masih balita itu. Winda dapat bangun dari komanya saja sangat bersyukur, ia masih diberi kesempatan untuk melihat suami dan anaknya serta keluarganya. Winda tidak ingin meminta lebih, ia sudah pasrah dengan takdir Allah.

"Ma-s janjikan mau turutin permintaan Winda?" Tanya Winda disela tangisnya, Sakti yang merasa tidak tega pun mengangguk mengiyakan. Sakti yakin kalau ini hanya permintaan sesaat karena istrinya masih sakit. Nanti setelah sembuh pasti Winda akan menyesal dengan permintaannya. Jadi, untuk saat ini Sakti cukup mengiyakan saja.

_________________________

Tanah Merah, 27 Mei 2021

Rieuthuk

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang