3. Rida

571 52 2
                                    


Assalamualaikum Readers....
Yey! Akhirnya bisa up lagi🥰

Jangan lupa vote and coment, ya🤗🤗🤗

________

Untung hari minggu, jadi aku bisa santai apalagi tamu bulanan ku datang. Rencananya pagi ini aku mau bangun agak terlambat, tapi rengekan di sampingku membuatku terpaksa membuka mata. Suara siapa ini?

"Engg, mam-mam. Nda, mam-mam." Tangan kecil itu juga memukul perutku.

Astaghfirullah!

Buru-buru aku membuka mata, aku lupa kalau Arga ada bersamaku.

"Ya Allah, Sayang. Maafin bude ya, bude gak denger." Aku bangkit dan meraih Arga dalam gendonganku.

Duh, belum cuci muka.

"Bentar ya, Arga sayang. Bude buatin cucu dulu," aku meletakkan Arga di kursi pendek dekat dapur.

"Mbak, Arga mana?"

Aku menoleh ke arah Azka yang mengucek mata, tanda-tanda baru bangun tidur. Pasti sehabis subuh tadi tidur lagi, kebiasaan!

"Itu di kursi, makanya cuci muka dulu biar kelihatan," sindir ku.

Azka malah cengengesan tidak jelas, "hehe. Mbak ini gak cocok jadi galak." Ujarnya, bukannya cuci muka Azka lebih memilih menghampiri Arga dan menimangnya.

"Assalamualaikum, Arga."

"Mam-mam," celoteh Arga tidak jelas.

"Haha, Mbak cepat susunya. Arga sudah kurus ini," lebay. Mana ada kehausan beberapa menit membuat kurus.

Ya Allah, kenapa punya adik satu lebay sekali.

"Cuma haus, Ka. Bukan gak dikasih makan seminggu," ujar ku mengambil alih Arga dari gendongan Azka.

"Mau ke mana, Mbak?"

"Mau ke belakang, lihat pemandangan."

Aku duduk di gazebo belakang rumah yang menampilkan hamparan sayuran yang Ayah tanam. Sedangkan Arga masih asyik dengan susunya di pangkuanku.

Tak!

"Bis," Arga melempar botol susunya yang ternyata sudah habis.

"Wah, habis. Arga hebat," pujiku sambil mengecup wajahnya yang bau iler.

"Nda, nda."

Hah, kenapa bocil satu ini selalu memanggilku, Nda. Apa dia kira aku Winda-bundanya.

"Bude, b-u-d-e Arga sayang. Bukan Bunda," eja ku membenarkan panggilannya, bukannya apa. Aku hanya merasa tidak enak saja dengan Mas Sakti dan yang lainnya. Takutnya mereka mengira aku yang mengajari Arga memanggilku, Nda.

"Emmm," rajuknya. Ia memukul lenganku dengan tangan kecilnya.

"Haha, ayo ah, mandi." Aku mengajaknya masuk ke rumah dan memandikannya sekalian aku mandi.

Arga sudah wangi, bocil yang ternyata masih berusia delapan belas bulan ini sedang bermain bersama Azka. Sebenarnya bukan bermain, tapi lebih ke memberantaki ruang keluarga.

"Ka, udah sarapan belum?" Tanyaku ikut bergabung dengan mereka.

"Udah, Mbak. Opor semalem masih banyak," ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya pada lego yang harusnya dimainkan oleh Arga.

"Kan emang Mbak buat banyak, males pagi-pagi mau masak."

Azka mencibirku, "Ck nanti kalau udah nikah gimana, Mbak. Anak sama suaminya gak dikasih makan."

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang