7. Rieuthuk

445 41 1
                                    

Assalamualaikum, Our Wedding balik lagi.

Happy Reading

----------

Typo!

Pukul tujuh malam ayah Rida baru sampai di rumah sakit setelah menggantikan kajian di salah satu pengajian. Suasana rumah sakit sepi karena bukan jam jenguk. Syarif yang memang memiliki akses keluar masuk rumah sakit sebagai keluarga pasien pun dengan mudah masuk ke rumah sakit. Pegawai rumah sakit saja sudah mulai hapal dengan wajah Syarif karena setiap hari ke rumah sakit.

Syarif menghampiri istrinya yang duduk di bangku depan ruang rawat Winda bersama adik dan iparnya. Ia memilih duduk di sebelah istrinya yang sibuk ngobrol dengan Indah.

"Rida sudah pulang, Bu?"

"Ya Allah! Ayah, bikin Ibu kaget." Gerutu Nia karena terkejut dengan suara suaminya padahal suara Syarif terdengar biasa saja.

Syarif menggeleng heran dengan istrinya, "Lah masak gitu aja kaget, Bu?"

"Iya lah, wong Ayah ndak bilang-bilang datangnya."

"Gimana Winda, Sis? Ada perubahan?" Syarif memilih menanyai iparnya dari pada meladeni istrinya yang masih menggerutu karena pertanyaannya tadi. Padahal Syarif bertanya dengan pelan, dasar istrinya saja yang sensitif.

Sis tersenyum kecil, bingung dengan keadaan anak bungsunya. "Alhamdulillah Mas, mendingan. Tadi sudah mau makan kata Mbakyu."

"Alhamdulillah." 

"Terima kasih banyak, Mas. Sampean sama Mbakyu mau bantu kami jaga Winda, momong Arga juga." Siswanto merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan keluarga mbaknya. 

"Kamu ini, Sis kayak sama siapa saja. Kami ini keluargamu, lha kamu mau minta bantuan siapa lagi, tho?"

"Iya, Mas." Siswanto sadar, hanya keluarga mbaknya ini yang dapat diandalkan dari dulu. Saudaranya yang lain hanya tahu ketika senangnya saja waktu dia kesusahan seperti ini mereka hanya mengirim pesan bela sungkawa saja tidak ada yang datang menjenguk Winda.

"Aku tak mandi dulu, wes gerah dari tadi." Syarif yang merasa gerah karena memang belum mandi pun pamit undur diri sejenak untuk mandi di musholla rumah sakit sekaligus salat Isya.

Nia yang tahu suaminya ingin mandi pun segera menyiapkan baju ganti yang memang sengaja ia bawa. Suaminya itu boros sekali dengan baju, sebentar-sebentar ganti baju dan sarung.

***

Sedangkan, di dalam ruang inap Winda, Sakti dan Winda sedang bercengkrama mesra. Pasangan suami istri itu sangat merindukan momen berdua mereka tanpa mengingat perdebatan tadi siang.

"Mas, selama aku sakit Arga sama siap a?" Tanya Winda yang berada di dalam pelukan Sakti. Pria itu sedari tadi ngotot ingin naik di atas ranjang Winda. Dengan jengkel Winda mengizinkan karena sebagian hatinya sangat merindukan pelukan suaminya yang mungkin akan menjadi terakhir kalinya.

"Hm, ganti-gantian. Akhir-akhir ini lebih sering sama Rida, sih."

Winda yang mendengar itu tersenyum senang. Anaknya sudah dekat dengan Rida misinya tinggal mendekatkan Sakti.

"Rida udah bisa momong ya, Mas?"

Sakti mengangguk saja sebagai jawaban. Ia adalah pria yang peka Sakti paham istrinya sedang mencari topik pembicaraan mengenai Rida dan kejadian tadi siang.

"Kamu istirahat gih, udah jam 7 lebih." Pinta Sakti karena tidak ingin Winda membahas hal tadi siang. Istrinya ini keras kepala, jadi sebisa mungkin ia menghentikan keinginan konyolnya.

Winda menggeleng cemberut, "Belum ngantuk, Mas. Aku masih nunggu Pakde pulang."

"Besok saja ngomongnya, pakde pasti capek pulang dari pengajian." Bujuk Sakti, ia harus bisa menghentikan keinginan istrinya.

Winda menggeleng lagi, ia mendongak untuk menatap suaminya dengan wajah memohon. "Mas, kali ini saja. Aku takut kalau besok udah ndak bisa bangun lagi."

"Kamu ngomong apa sih, Win?" Mati-matian Sakti menahan emosinya akibat perkataan istrinya. Ia tidak ingin kejadian tadi siang terulang kembali.

Winda menatap sendu suaminya, bukan tanpa alasan ia berkata seperti itu. Sakitnya sudah tidak bisa ia tahan lagi, dulu ia kira sakit yang sering ia rasakan efek kecapean atau sakit ringan. Namun semuanya salah, ia malah menderita penyakit mematikan ini.

"Mas," panggil Winda lirih dan menatap sendu suaminya. Sakti yang ditatap seperti itu oleh istrinya langsung memalingkan wajah. Ia tidak tahan melihat wajah sendu istrinya.

"Aku cuma ingin yang terbaik buat Mas sama Arga. Aku gak mau pas aku sudah pergi kalian tidak ada yang mengurus. A-"

"Cukup Winda! Cukup!" Sakti memotong ucapan Winda. Nafasnya memburu dengan mata berkaca-kaca, tapi sebisa mungkin ia menutupinya. Sakti harus lebih kuat dari pada istrinya.

Winda sendiri sudah menitikkan air matanya. Sungguh ia tidak ikhlas dengan semua ini, ia akan meninggalkan suami dan anaknya. "Aku cinta sama Mas. Aku ingin berbakti sama Mas sebagai istri untuk terakhir kali. Izinkan aku memilihkan gadis terbaik untuk menggantikan posisiku, Mas. Aku tidak rela kalau wanita lain yang menjadi ibu Arga, aku hanya ingin Rida."

Sakti memeluk istrinya dengan erat, mereka menangis bersama di atas ranjang pesakitan. Dua insan yang saling mencintai itu sama-sama memiliki ketakutan di dalam hati, sama-sama takut kehilangan.

***

"Ada apa tho, Nduk manggil kami semua?" Tanya Indah heran. Sehabis isya tadi mereka berempat dipanggil Sakti karena ada yang ingin dibicarakan oleh Winda. Sakti tidak bisa mencegah keinginan sang istri untuk membicarakan hal ini kepada orang tua mereka beserta palde dan bude.

Winda tersenyum dengan wajah pucatnya, wanita itu saat ini sedang merasakan sakit di kepalanya. Ia memaksakan diri duduk bersandar di kepala ranjang dengan Sakti di sebelahnya mengelus kepala Winda lembut. "Winda ada permintaan buat semuanya."

Perasaan orang-orang di sana langsung was-was, kecuali Sakti yang sudah tahu arah pembicaraannya. "Apa, Nduk? Apa ada yang sakit?" Kali ini bude bertanya dengan khawatir.

Winda menggeleng dengan senyum haru, budenya ini sangatlah perhatian. "Bukan, Bude. Winda ndak papa. Winda mau minta izin sama Bapak, Ibu, Pakde juga Bude. Kalian pasti izinin, kan?"

"Izin apa tho, Nduk?" Siswanto bertanbah khawatir.

"Janji dulu bakal diizinkan?" Pinta Winda dengan memaksa. Sakti yang mendengar itu meringis, tidak menyangka Winda sangat ngeyel.

Dengan terpaksa mereka semua mengangguk karena sudah sangat penasaran dengan permintaan Winda. "Iya, kami izinkan asalkan baik." Jawab Indah.

Winda masih diam saja. Ia menahan rasa pening di kepalanya, apalagi tubuhnya sudah terasa dingin. Ia ingin istirahat.

"Aku pengen Mas Sakti nikah sama Rida."

"Apa?!" Mereka semua terkejut dengan permintaan Winda.

"Ma-maksud kamu apa, Nduk?" Nia bertanya dengan gemetar.

"Bude, Pakde. Izinkan Rida menikah dengan Mas Sakti. Win-da pengen pas aku sudah pergi Mas Sakti sama Arga sudah ada yang jaga." Tangis Winda pecah, tubuhnya bergetar. Tapi tatapan matanya terus memohon pada bude dan pakdenya. Sedangkan Sakti masih tetap di posisinya.

"Nduk, jangan ngomong begitu. Kamu pasti bakal sembuh." Indah sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi.

"Rida masih kecil, Nduk. Belum bisa menanggung beban itu." Syarif mencoba memberi pengertian pada keponakannya.

"Mas, Winda ndak kuat." Bisik Winda lirih dan seketika menutup matanya.

"Winda!"

--------

Tanah Merah, 19 September 2021

Rieuthuk

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang