1. Rida

1.9K 58 1
                                    

Assalamualaikum, cerita baru!🤗

Happy reading!

_______

"Ibu mau kemana? Ini bentar lagi Maghrib lho," tanyaku pada ibu yang terlihat buru-buru dengan wajah gusar. Apa terjadi sesuatu?

Ibu menoleh sebentar, "Nanti aja ibu ceritain. Sekarang kamu masuk, tutup semua pintu, ya. Ibu mau ke tempat Lek Sis." Belum sempat bertanya eh, ibu sudah berlalu dari hadapanku. Jalannya pun terkesan tergesa-gesa, ah apa Lek Sis sakit?

Lek Sis adalah adik satu-satunya ibu, beliau tinggal tidak jauh dari rumahku. Em, mungkin sekitar tujuh rumah. Beliau memiliki dua putri dan semuanya sudah berkeluarga jauh dari Lek Sis.

Kalau ibu sampai ke sana berarti ada masalah penting.

Entahlah.

Aku langsung masuk rumah setelah memastikan ibu tidak terlihat lagi dari penglihatanku. Sesuai perintah ibu, aku segera menutup semua jendela dan pintu-pintu rumah. Setelahnya aku bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib di rumah.

***

Tok. Tok.

"Mbak, sama ayah diajak makan!" teriak adikku–Azka Azrullah dari balik pintu kamar. Kebiasaan anak itu suka teriak-teriak.

"Iya, bentar," jawabku yang disusul langkah kaki Azka menjauh dari depan kamarku. Aku segera memberesi kekacauan yang aku buat. Buku-buku berserakan di lantai kamar, karena aku lebih suka belajar di lantai dari pada meja. Alasannya klise, biar bisa tiduran.

Awal masuk SMA banyak sekali tugas. Malas sedikit saja bisa tidak selesai tugasnya. Jadi, sambil menunggu waktu makan aku mencicil mengerjakan tugasku.

Em, ngomong-ngomong makan malam di keluargaku biasanya setelah sholat maghrib dan mengaji. Sekitar pukul tujuh malam dan dilakukan bersama-sama.

Selesai makan malam aku mengikuti ayah duduk di ruang keluarga. Ruangan yang berisi kasur lantai, dua sofa panjang dan tv 21 inchi ini menjadi tempat favorit ayah untuk bersantai sambil membaca buku.

Kalau Azka jangan ditanya lagi, dia pasti sudah kembali ke sarangnya–kamar.

"Yah, ibu ngapain sih, ke rumah Lek Sis?" tanyaku pada ayah, sumpah aku dilanda penasaran akut.

Ayah yang sedang membaca buku fiqih menatapku dengan dahi berkerut. Dari raut wajahnya, ayah pasti tidak mau jawab. Kebiasaan ayah.

"Yah, Ayah? Kok diem sih?" tanyaku lagi, kali ini menuntut jawaban.

"Gak papa, ada masalah katanya. Tapi Ayah juga belum boleh ke sana. Nanti tanya sendiri sama ibumu."

Aku cemberut mendengar jawaban ayah. Ish, kalau penasaran gini mana bisa fokus sama tugas. Ah, kadang penyakit kepo ku kalau kambuh bisa bikin stress. Eits, tapi jangan salah ya. Aku bukan termasuk orang yang suka gosip, ya hanya sekedar penasaran. Beda kan?

"Udah ah, ayah gak seru. Rida mau ke kamar dulu."

"Ya, sana. PR nya jangan lupa."

"Iya ayah."

Ngepoin ayah percuma, karena ayah bukan pria yang suka penggosip. Jadi, kalau tanya sama Ayah mah, tidak ada untungnya.

Wajar saja, ayahku–Syarif Hidayat. Beliau adalah seorang guru agama di SMP Trisna Jaya, beliau juga guru ngaji di TPQ Al–Hakim. Jadi, hal-hal seperti itu ayah selalu mewanti-wanti kepada kami–ibu dan anak-anaknya agar tidak termasuk di dalamnya.

Bruk.

Aku menghempaskan tubuhku ke kasur dengan seprai Spongebob kesayanganku. Kepalaku masih diliputi rasa penasaran tentang Lek Sis. Ibu kapan pulang sih.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang