8. Rieuthuk

485 41 3
                                    


Assalamualaikum, I come back again!

_____Typo!_______
Pagi-pagi sekali Rida dan Azka terburu-buru untuk datang ke rumah sakit di mana Winda di rawat. Rida mendapat kabar dari ibunya kalau sejak semalam Winda drop dan belum sadarkan diri. Padahal kemarin sebelum dirinya pulang, Winda nampak baik-baik saja. Afifah juga meminta dua anaknya untuk tidak berangkat sekolah dulu karena ada hal mendesak.

Rida dan Azka tidak bisa menolak, mereka sama khawatirnya dengan keadaan sepupu mereka. Jadilah pagi ini mereka sudah berada di jalan raya menuju rumah sakit bersama Arga yang masih terlelap di gendongan Rida.

"Dek, pelan-pelan aja, Mbak takut." Rida memperingati Azka yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.

"Iya, Mbak. Aku terlalu khawatir jadi, ngebut."

"Kita sama khawatirnya, tapi harus tetap ingat keselamatan diri. Apalagi kita bawa Arga, Dek."

"Iya, Mbak, maaf."

"Ndak papa, sekarang pelan saja."

Azka mengangguk, ia pun mengurangi kecepatan laju motornya. Biarlah lama di jalan, yang penting adalah keselamatan mereka.

Setelah sampai di parkiran rumah sakit mereka langsung melesat ke ruangan rawat Winda. Remaja perempuan itu berjalan penuh kehati-hatian agar bayi imut digendongnya agar tidak terbangun.

"Arga!" Teriak Lek Indah menyongsong cucunya dengan wajah sembab, wanita tua itu meminta Arga. Rida yakin beliau habis menangis sepanjang malam. Rida juga melihat wajah-wajah lain yang sangat khawatir di depan ruang tunggu Winda.

Afifah mendekati putra dan putrinya, wanita lembut itu membawa kedua anaknya untuk duduk di kursi tunggu. "Sudah sarapan belum, Nduk, Le?"

"Belum sempat, Bu. Kita tadi langsung berangkat pas ibu habis telpon." Terang Rida, remaja itu mengelus tangan ibunya.

"Ibu carikan sarapan, ya?"

"Ndak usah, Bu. Biar aku saja sekalian mau ke kamar mandi." Usul Azka menawarkan diri, remaja laki-laki itu ingin menabung di WC.

Afifah mengangguk setuju, beliau mengeluarkan lembaran uang untuk Azka. "Beli delapan bungkus, ya sekalian sama minumnya."

"Iya, Bu. Eh, ini mau menu apa, Bu?"

"Samain saja, yang penting nasi."

"Siap, Bu." Azka melangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit yang kebetulan berdekatan dengan mushola jadi, ia bisa langsung ke kamar mandi.

"Loh, sudah sampai?" Syarif baru saja bergabung, beliau baru saja mandi pagi.

Rida tersenyum dan menyalami tangan keriput ayahnya, "Iya, Yah. Rida khawatir dapat kabar dari ibu. Perasaan kemarin perkembangannya bagus, Yah?"

Syarif menghela napas berat. Semalam, setelah permintaan tidak terduga dari Winda, perempuan itu tidak sadarkan diri hingga sekarang. Bahkan kondisinya tidak bisa dibilang baik.

Para orang tua juga melakukan diskusi mengenai permintaan Winda. Satu sisi Syarif dan Nia tidak setuju dengan permintaan konyol Winda, anaknya masih kelas X SMA. Sedangkan di sisi lain, ia tidak tega melihat Winda yang sebelumnya memohon untuk memberikan izin agar suaminya menikah dengan Rida.

Indah pun sejak semalam tidak bisa memejamkan matanya, beliau menangisi kondisi anak bungsunya serta permintaannya.

Diskusi semalam cukup alot, dari kedua belah pihak sama-sama mempertahankan pendapat mereka. Orang tua Rida tidak setuju jika anaknya menjadi korban permintaan Winda. Sedangkan keluarga Winda, inginnya permintaan Winda dikabulkan. Lain dengan Sakti, pria itu sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Ia hanya fokus pada istrinya yang tiba-tiba drop, pria satu anak itu tidak akan menolak semua keputusan yang dibuat.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang