2. Sakti

831 53 2
                                    


Assalamualaikum,

Selamat sore semuahhhh😊🥰

Happy reading 🤗

Jan lupa pencet bintangnya ya🤭

__________

Aku memandang tubuh kurus yang terbaring lemah di atas ranjang pesakitan. Tubuh yang biasanya aku peluk saat tidur kini nampak rapuh, tak berdaya. Dialah kekasih hatiku, istriku yang sudah tiga tahun ini menemaniku dalam suka duka.

Tapi, sudah seminggu ini istriku tidak membuka matanya barang sedikitpun. Alat-alat yang menempel pada tubuhnya lah yang menopang kehidupannya.

Winda-istriku divonis kanker darah stadium akhir. Berita yang sangat mengejutkan karena selama ini dia nampak baik-baik saja. Istriku tidak pernah mengeluh sakit sedikitpun, padahal menurut dokter kanker itu sudah bersarang di tubuh istriku sejak satu setengah tahun yang lalu.

Apa istriku menyembunyikan semuanya dariku?

"Sakti, makan dulu gih. Kamu kelihatan kurus," ujar Bude Nia mengelus pelan pundak ku. Beliau ini kakak dari ayah mertuaku, beliau juga yang selama ini ikut menjaga Winda.

Aku menggeleng lemah, tidak nafsu makan. "Belum lapar, Bude. Nanti saja," tolakku halus.

"Ya, jangan begitu Sakti. Bude tahu kamu khawatir sama Winda, tapi jangan lupa sama kesehatanmu, masih ada Arga yang butuh kamu."

Hatiku mencelos mendengar nasehat bude, beliau benar. Arga membutuhkanku kalau aku sakit bagaimana.

"Apa biar Rida bawakan nasi dari rumah? Kebetulan dia sama Azka mau ke sini," tawar bude.

"Em, apa tidak merepotkan Rida bude?" tanyaku tidak enak merepotkan beliau.

Bude menepuk pundak ku pelan, "Ya Allah. Kayak sama siapa aja, wes biar bude telpon Rida dulu." Belum sempat aku jawab bude sudah pergi untuk menelpon Rida.

Rida adalah anak tertua dari bude, dia masih kelas sepuluh SMA katanya. Tapi aku sudah lupa dengan wajahnya, maklum aku jarang bertemu dengannya.

Tak lama kemudian bude sudah kembali dari acara menelponnya.

"Nah, Bude udah suruh Rida bawa nasi dari rumah. Kamu mending mandi dulu, biar bude tunggu di sini."

Aku menatap bude haru, beliau ini sudah seperti ibu kedua bagiku. Bahkan mertuaku-ibu Winda tidak seperhatian ini kepadaku.

"Makasih ya, Bude udah bantu Sakti jagain Winda."

Bude berdecak dan mengibaskan tangan di depan wajah. "Ck, kamu ini kayak sama siapa aja."

"Kalau gitu aku mandi dulu ya, bude," pamit ku pada beliau.

"Iya."

Aku berlalu dari hadapan bude menuju kamar mandi yang ada di masjid rumah sakit. Baju-bajuku ada di dalam mobil dan itu seperti lemari keduaku saat ini.

Tidak membutuhkan waktu lama untukku mandi sekaligus sholat Maghrib, aku kembali menuju kamar rawat istriku.

Ternyata di depan ruang rawat Winda sudah banyak orang. Ada mertuaku, bude, pakde, dan mungkin dua orang lainnya adalah anak-anak bude. Aku sudah lupa!

"Nah itu ayah, say assalamualaikum to Ayah." Gadis mungil itu mengarahkan tangan Arga kepadaku ketika aku sampai di sana.

Aku sedikit tertegun, pemandangan yang sejak dulu ingin aku saksikan ketika aku pulang dari kantor.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang