Masa Lalu Kelam

67 9 0
                                    

Daffa baru saja selesai mengerjakan tugasnya saat bel pulang berbunyi. Cowok itu merapikan buku-buku dan alat tulisnya, bersiap untuk pulang.

Tiba-tiba saja Daffa jadi kembali kepikiran soal Binta. Cowok itu khawatir kalau Binta pulang sendirian, takut ada apa-apa di jalan.

Ketika kekhawatiran nya memuncak, Daffa memutuskan untuk mengetikkan sesuatu pada handphone nya.

Binta

> Ta, ini Daffa
> Mau pulang bareng gue gak? Nanti di anter sampe depan rumah kok.
> Lo udah kelar kan?

Binta mengerenyit membaca pesan dari Daffa. Iya, tadi waktu di UKS Daffa sempat menanyakan nomor handphone nya.

Baru saja Binta hendak mengetikkan sesuatu, membalas pesan Daffa dan memberi tahu kalau dirinya pulang bersama Anse.

Namun sebuah pesan masuk kembali Binta terima. Kali ini bukan dari Daffa, tapi dari Anse.

Anse ><
> Pulang sendiri ya?
> Gue gak bisa nganter lo, ada janji bareng Kevan sama Seno.

Binta mengulum bibir. Jujur saja, cewek itu tiba-tiba jadi bingung. Kalau ia menolak tawaran Daffa, hari juga sudah terlalu sore untuk pulang sendirian. Tapi kalau ia mengiyakan ajakan Daffa, kasihan juga anak itu kalau harus menempuh jarak dua kali lipat untuk mengantar Binta lalu putar balik ke arah rumahnya.

Daffa
> Ta?

Karena bingung, akhirnya Binta hanya membiarkan pesan dari Daffa tak terbaca dan membalas pesan Anse lalu bilang bahwa ia akan pulang sendiri hari ini.

Handphone Anse bergetar, menampilkan balasan pesan dari Binta. Cowok itu kembali meneguk soda nya dalam diam, hingga membuat Kevan dan Seno yang duduk di hadapannya menatapnya aneh. Sekarang ini tiga orang itu sedang berada di rumah Seno. Mereka pulang lebih awal sebelum bel karena jam terakhir kosong tadi.

Biasa, mereka berkumpul untuk main game, ngobrol-ngobrol sampai kegiatan tak penting lainnya.

"Ans"

Anse mengangkat kepala, berhenti mengetikkan pesan "Paan?"

"Lo gak pulang bareng honey?" Tanya Seno menaik turunkan halisnya menggoda Anse.

Tak lama, Kevan maju lalu menarik kasar tudung hoodie Seno hingga si empunya terhuyung "Honey bibir lu, orang buat bahan truth or dare doang kan Ans?"

Anse hanya menjawab dengan deheman.

Beberapa hari yang lalu, Anse bermain game bersama Kevan dan Seno. Tak berselang lama, Anse tiba-tiba berhenti. Tanpa di duga, cowok paling anti melakukan hal aneh itu tiba-tiba mengajak Kevan dan Seno untuk ikut serta bermain truth or dare dengannya.

Kevan dan Seno memlihi truth, dan hal yang benar-benar di luar dugaan pun terjadi. Anse memilih dare.

Seno dan Kevan tentu saja di buat girang dengan pilihan Anse, keduanya bahkan berdiskusi cukup lama untuk memilihkan dare yang tepat untuk Anse.

"Deketin cewek, cewek manapun yang lo mau. Satu aja, tapi harus Lo bikin bener-bener bucin sama Lo" tutur Seno sambil tertawa gembira, hah dia selalu jadi yang paling semangat kalau sudah urusan mengerjai anak orang.

Anse bersandar pada sofa "Oke, deal"

Seno dan Kevan ber- tos ria sambil tertawa, keduanya tak menyadari perubahan ekspresi Anse.

'Satu persatu, masalah gue mulai kelar' batin cowok itu.

"By the waaay, ada anak baru loh" seloroh Seno heboh.

"Biasa aja ngomongnya, gaya lu kayak sistah-sistah hits mau ngegosip" Cibir Kevan.

Seno cuma merotasikan bola mata kini menatap bergantian dua orang temannya "Gue denger dia sempat berenti sekolah dari sekolah biasa karena punya trauma. Tapi yaa itu juga kabar dari akun menfess sih"

Anse berdecak, menutup botol minumannya dan meletakkannya di meja "Akun menfess gabisa dipercaya, sekarang akunnya lebih cocok jadi akun gosip. Lagian Lo ngapain sih, nge cek akun menfess segala, gada kerjaan" Cibirnya pedas.

Kevan mengangkat halis, merangkul bahu Seno sembari terkekeh kecil "Biasa aja kali Ans, Seno cuma mau update berita terbaru tentang sekolah aja kan?" Balasnya yang langsung mendapat anggukan kepala dari Seno.

"Terserah deh"

Anse menyandarkan kepalanya pada sofa, membiarkan dirinya hanyut dalam fikiran nya. Cowok itu bahkan tak menghiraukan Seno dan Kevan yang sudah ribut karena game.

"Ini kan.. Darah?" Anak laki-laki itu nampak terkejut sekaligus panik dikala lantai kamar mandi di penuhi cucuran darah siang itu.

Anak laki-laki itu melangkah mengikuti jejak darah yang menetes hingga bagian belakang kamar mandi.

Ia melotot kaget saat sosok yang tak asing baginya terlihat tengah memegang cutter, di depan seorang anak laki-laki yang sudah terlihat lemas terduduk di lantai dengan memegangi tangan kanannya yang masih meneteskan darah.

"Anse? LO NGAPAIN? DIA- DIA KENAPA?"

Cutter kecil berwarna oranye itu terjatuh dari genggaman Anse. Wajah Anse juga tak kalah panik, bahkan matanya memerah entah apa penyebabnya.

Anak laki-laki tadi menutup mulutnya tak percaya, ia kemudian meraih cutter yang tadi Anse jatuhkan dan memegangnya dengan tangan yang bergetar.

"ANSE, LO APAIN DIA? KENAPA BISA KAYAK GITU?" Desak anak laki-laki itu sembari meraih tangan kiri Anse.

Anse menepis pegangan tangan anak itu, lalu pergi keluar dari kamar mandi dengan kalut.

Anak laki-laki itu berjongkok, melihat teman seusianya yang terduduk lemas di lantai. Tangannya masih memegang cutter tadi.

"Derryl? Ryl, bangun Ryl!! Derryl?" Anak laki-laki itu mengguncangkan tubuh temannya yang sudah lemas itu.

Tak selang beberapa lama, terdengar langkah kaki yang terdengar panik berlalu ke arah kamar mandi.

Yang pertama kali terlihat, adalah Bu Gita. Guru muda itu menutup mulutnya shock sebelum beberapa saat kemudian guru yang lainnya menyusul, juga beberapa anak yang ingin tahu apa yang sedang terjadi.

"DERRYL? PAK, AYO CEPAT BANTU ANGKAT" Titahnya membuat beberapa guru laki-laki maju meraih tubuh Derryl yang sudah begitu lemas.

Anak laki-laki itu masih berada di sana, ia langsung di hadiahi tatapan tak percaya dari beberapa orang yang berada di tempat kejadian. Ia lalu melirik Anse yang berdiri tepat di belakang Bu Gita.

Ia lantas melempar cutter tadi, lalu berjalan cepat menuju Anse dan menarik kerahnya kasar "BILANG SAMA GUE APA YANG LO LAKUIN KE DERRYL?"

"Kok jadi Anse? Jelas-jelas cutter nya ada di tangan Lo kali" sahut salah satu anak perempuan dengan suara lantang, membuat anak laki-laki tadi perlahan melepaskan cengkeraman nya dari kerah baju Anse.

"Lo apain si Derryl? Gila, gue pikir selama ini lo itu ketua OSIS panutan kita semua. Tapi ternyata, Lo bisa ngelakuin hal kayak gini" ucap seseorang ikut menghakimi.

Bu Gita berbalik kemudian berlutut, matanya sudah memerah karena menangis.

"Kamu, yang bikin Derryl kayak gitu?"

Anak laki-laki itu menggeleng "Bukan saya Bu"

"Anse, gimana kejadian nya?"

"Saya gak begitu lihat Bu, tapi kan tadi ibu lihat sendiri kalau Daffa pegang cutter"

Daffa terdjam, menatap Anse tak percaya dengan mulut yang sedikit terbuka.



























































Haloo, terimakasiih banyak buat yang udah mampir, kasih vote atau comment.

Maafkan aku yang lama update nya hiks ಥ‿ಥ



Hello, Anse!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang