Bagian 17 • Es Cendol Ting-Ting

3 1 0
                                    

Happy reading, Manis.

"Lo pulang sama siapa?" tanya Panji ketika melihat Dande masih di depan gerbang. Dande menolehkan kepalanya.

"Taksi, maybe."

"Sama gue aja kalau gitu. Gue anterin, taksi zaman sekarang ngeri, melebihi ngerinya para hantu laknat," ucap Panji ngelantur.

Modus!

"Eh, bertahun-tahun gue naik taksi, enggak ada tuh yang namanya ngeri. Kalau sama lo pulangnya, baru gue percaya," sahut Dande.

Panji memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Yaudah kalau enggak percaya."

"Iy--"

"Dan," panggil Aldhan yang entah dari mana munculnya. Belum juga naik taksi, udah merinding aja.

Dande menoleh ke arah Aldhan, cowok itu tersenyum manis. Entah kenapa Dande merasakan ada yang tak beres, ah atau perasaan Dande saja kali, ya.

"Loh, Al? Ada apa?" tanya Dande heran.

Aldhan melangkah ke arah Dande lebih dekat. Panji merasakan ia akan berperan menjadi figuran.

Masih gue pantau, batinnya. Entah apa maksudnya itu.

"Aku nungguin kamu pulang. Pulang bareng?"

Nah, 'kan. Aldhan aneh, dulu ia tak pernah mau menunggu, terus apa tadi katanya? Pulang bareng? Tak pernah ada dalam kamus Dande. Ini peristiwa pertama.

"Enggak! Dande dah harus pulang sama gue. Gau yang ajak duluan. Main nyerobot aja lo," potong Panji cepat. Tidak salah 'kan? Tadi ia yang duluan menawarkan Dande pulang? Terus sekarang Aldhan mau ambil posisinya.

Oh, no! Tidak boleh, malulah ia jika ia ada dipihak orang yang ditolak. Hei! Panji tidak mau itu, ya.

"Hm." Dande menatap kedua cowok tersebut secara bergantian. Ia bingung, ada apa dengan dua cowok ini.

Aldhan menatap Dande, lalu melirik dikit ke arah Panji.

Jangan dilirik, nanti tertarik.

Aldhan membuang napas pelan, lalu mengusap dagunya pelan."Yaudah, biar Dande aja yang milih, mau pulang sama siapa." Panji menggigit bibir bawahnya. Jika Al mempunyai peluang 99.9% maka Panji sisanya.

Dande meringis, ada apa ini? Kenapa jadi seperti ajang pemilihan begini?

Jika bisa memilih dua sekaligus kenapa harus disuruh pilih salah satunya? Ah tidak! Dande tidak boleh tamak.

"Emm, Pan--"

"Oke, gue tau. Lo mau pulang sama Al, 'kan? Yaudah, serah lo." Nah, 'kan benar! Mana ada cewek mau pulang dengan musuhnya sendiri.

Panji memasang helmnya, tapi terhenti saat Dande memegang lengan Panji. OMG.

Panji menatap lengannya yang dicegah oleh Dande, lalu ia menatap Dande sambil menaikan alisnya.

"Em, maksud gue, gue pulangnya sama lo, ya?" ucapannya membuat Panji sedikit kaget, ia menatap Dande, lalu menatap Al. Entah Panji salah lihat atau tidak, rahang Al sedikit mengeras.

Panji tersenyum miring. Ia tau sekarang.

"Lo serius?" Dande manganggukkan kepalanya. Ia menarik tangannya, menatap Al kemudian.

"Maaf, ya, Al. Next time kita pulang bareng. Panji udah nawarin duluan. Hm, maaf, aturan kamu enggak usah nungguin aku, Al," ucapnya tak enak pada Al.

Al tersenyum manis, lalu mengelus pucuk kepala Dande. "Enggakpapa. Kamu hati-hati, ya."

"Ekhem, uhuk." Dasar penganggu, calon setan jahat emang.

Ruang 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang