Nongkrong yes, Belajar no

3 0 0
                                    


Minggu ini, Safrizal lumayan sering kesekolah walau jadwal molor dari biasanya. Jam 8.30 baru muncul ke sekolah itu pun karena surat panggilan wali. Suratnya sudah disimpan rapi alias terabaikan.

“cukup aku sendiri yang baca,"  Safrizal bergumam.

Safrizal pergi ke sekolah hanya untuk sekedar setor muka karena surat panggilan wali. Di sekolah,  masuk untuk beberapa menit selebihnya melanjutkan sandiwara izin keluar ke WC nyatanya untuk main game sekalian mengajak teman dekatnya Fakrurazi dan Zahrul.

Jadwal sekolah usai sudah dan Safrizal tergesa-gesa untuk kembali kerumah. Tujuannya satu, ingin segera ke bengkel tempat bekerja.

Sepulang sekolah, menggantikan baju seragam  sekolah dengan baju rumah. Menikmati makan siang dengan menu ala kadar yang telah disiapkan neneknya. Tak banyak kegiatan yang dilakukan Safrizal di rumah. Setelah berbincang seperlunya dengan nenek,  Safrizal bergegas menuju bengkel tempat dia bekerja.

“OO kamu Zal sudah datang.”

“Iya pak,” Safrizal menjawab singkat.

“Kamu tambal ban sepeda motor ini dulu,” pak Rusdi langsung memberi tugas kepada Safrizal.

Tanpa ada jeda.  Safrizal pun  langsung mengotak atik apa yang disuruh pak Rusdi. Dia terus asyik melakukan pkerjaannya.
Pekerjaan di bengkel sangat menyita waktu. Safrizal tidak mempunyai waktu untuk berleha-leha. Dia juga tidak bisa mengabaikan pekerjaan ini. Berkat pekerjaan ini dia sudah mampu menghidupi dirinya sendiri. Safrizal tak ingin kehilangan moment pendapatan walau tidak berlebihan tetapi sudah sangat lumayan untuk kantong seorang siswa.
Usai merapikan semua perkakas bengkel yang berserakan di sore hari Safrizal bergegas pamit pulang untuk bersih-bersih.

“Ini upah kamu hari ini," Pak Rusdi menyerahkan selembar uang lima puluh ribu rupiah.

“Terimakasih Pak.” Ucap Safrizal sambil mengambil uang dan memasukan ke saku celananya.

Uang yang didapat sangat bervariasi setiap harinya. Berapa pun itu sudah membuat Safrizal kegirangan. Dia tidak pernah protes dengan jumlah yang diberikan oleh pak Rusdi.

“Yes, malam ini aku sudah bisa nongkrong lagi,” hati Safrizal bersorak kegirangan.

Safrizal pun berjalan dengan santainya menuju kembali ke rumah.

[nanti malam kita ngumpul ya] Sebuah notifikasi WA grup terbaca.

[ok] Safrizal membalas.

Cahaya siang berganti dengan gelap. Suasana magrib datang menghampiri sebagai permulaan pergantian waktu antara siang dan malam. Safrizal sudah terlihat rapi dengan pakain gaulnya.

“Zal ... kamu mau kemana? Jangan suka keluar malam selalu. Tidak baik untuk kesehatan dan masa depan kamu,” nenek memberi nasehat begitu melihat Safrizal sudah berpakain rapi.

“Gunakan juga waktu malam untuk belajar kembali pelajaran sekolah barang beberapa menit.” Nenek melanjutkan kalimatnya.

“Tenang Nek, semua sudah copy darat.”

“Kamu ... bisanya jawab itu terus.”

“Suntuk Nek harus baca buku. Ngumpul teman fresh, Nek.”

“Fresh fresh kamu ni. Dibilangin bukannya iya malah banyak kali ngelesnya kamu.”

“Aku keluar dulu Nek.”

“Awas ... jangan pulang terlalu larut besok sekolah kamu,” Nenek kembali mengingatkan Safrizal.

Safrizal pun berlalu dalam sinaran cahaya lampu luar yang samar-samar.

Semburat cahaya pagi menyinari bumi. Saatnya anak manusia melakukan aktivitas pagi hari kembali. Safrizal masih belum beranjak dari tempat tidurnya ketika nenek datang membangunkannya.

“Zal ... bangun. Udah jam tujuh lewat. Entar kamu telat ke sekolah.”

“Iya Nek,” Safrizal berkata sambil mengucek-ngucek matanya yang masih sangat terasa berat kantuknya. Antara terbangun dan rasa kantuk Safrizal masih sangat nyaman di tempat tidur ketika nenknya datang untuk kedua kali. Safrizal dengan sangat terpaksa bangun dari pembaringan dan menuruti apa kata neneknya.

“Ya Nek, aku mandi sekarang ke sekolah.”

“Udah Nenek bilang jangan bergadang tapi kamunya sih masih aja tidak nurut. Pulang jam berapa kamu semalam?"

Safrizal hanya diam saja mendengar neneknya yang berkata dongkol.
Jam menunjukkan pukul 8.00 Wib ketika Safrizal sudah berpakaian seragam sekolah. Namun dia tidak merasa harus tergesa-gesa ke sekolah. Dengan santainya dia berjalan ke arah sekolah. Tidak ada pilihan lain. Jalan alternative sudah menjadi kebiasaannya.

Suasana pekarangan sekolah sangat hening ketika Safrizal sampai sekolah. Dengan langkah pasti Safrizal pun memasuki ruang kelasnya walau waktu sudah super lelet. Tak ayal dia harus rela diomelin sama guru bidang study yang sedang mengajar. Semua itu bangai angin yang berlalu di telinga Safrizal. Tanpa rasa bersalah dia langsung menuju ke posisinya di samping Zahrul. Setelah beberapa menit Safrizal merasa bosan di kelas.

“Bu ... Saya izin kebelet ke WC bentar,” Safrizal berkata sambil meninggikan tangannya.

“WC? Enggak salah dengar?” Ibu Hayatun berkata dengan penuh tanda tanya.

“Enggak Bu, sebentar aja.”

“Tetap tidak ibu izinkan karena kamu datangnya sudah sangat terlambat.”

“Tapi Bu ...”

“Tak ada tapi-tapi.”

Apes sudah maksud Safrizal ingin keluar dari kelas yang menurutnya sangat membosannkan. Tadinya dia bermaksud mengajak sekalian Zahrul dan Fakhrurazi yang sudah duluan ada di kelas.

“Baiklah akan aku tunggu hingga pergantian jam pelajaran,” Safrizal bergumam dalam hatinya sendiri dan bermaksud tidak akan masuk kelas jam selanjutnya.

TERPEDAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang