14. Anxiety

183 9 4
                                    

Moonbi melangkah masuk ke dalam rumah disusul oleh Jaemin di belakang. Netranya mendapati Jinsi dan Jina sedang menonton televisi di ruang keluarga.

Mendengar suara langkah kaki, Jinsi dan Jina menoleh secara bersamaan. Senyum dari keduanya tampak mengembang. Mereka terlihat rindu kepada anak-anaknya.

"Biya." Jinsi melangkah mendekati anak gadisnya kemudian memeluk gadis itu. "Papa kangen. Kamu sakit kemarin?"

"Engga, Pa. Cuma kebanyakan minum aja, hehe."

Jinsi menggeleng pelan. "Lain kali jangan kebanyakan minumnya," ucap Jinsi, "Ya ampun, Jaemin ditinggal sebulan aja kok berubah banget, ya?" Jinsi segera memeluk anak tirinya itu.

"Iya, Pa. Aku potong rambut," ujar Jaemin seraya membalas pelukan Jinsi.

"Biya." Jina tersenyum kemudian memeluk Moonbi. "Mama udah masak tuh. Kamu makan ya?"

"Aku udah makan sih, Ma, tapi boleh deh," jawab Moonbi tak enak.

Jina sontak tersenyum senang. "Ajak Jaemin juga ya, sayang."

"Biya!"

Moonbi menoleh. Netranya terbelalak mendapati Haechan yang tengah menuruni tangga.

"Lah? Lo ngapain di sini?" tanya Moonbi seraya berkacak pinggang. "Nggak punya rumah ya lo?"

"Anjing lo," ucap Haechan dengan volume kecil. Merasa tak enak jikalau ia berbicara seperti itu di depan orang tua Moonbi.

"Oiya, Papa lupa kasih tau tadi Haechan dateng ke sini nyariin kamu," ucap Jinsi.

"Kalian bertiga makan dulu, ya. Oleh-olehnya udah ditaro di kamar kalian masing-masing," ucap Jina, "Kamu suka nggak sama bajunya, Haechan?"

"Suka banget, Tante. Nggak nyangka juga aku bakal dibeliin, hehe," jawab Haechan.

"Harus dong kalau buat kamu mah." Jinsi menepuk pundak Haechan. "Makasih ya udah jagain Moonbi selama ini."

"Santai aja, Om. Biya udah aku anggep kayak adik sendiri kok."

Moonbi berdecak malas. Ia lantas mengajak Jaemin dan Haechan ke dapur untuk makan malam. Sejujurnya, perutnya masih penuh, tetapi ia tak enak hati untuk menolak tawaran Jina. Ia pikir, ia harus menghargai Mama tirinya itu karena telah memasak untuk dirinya.

"Banyak banget," lirihnya, "Lo makan lagi, Jaem?"

Jaemin mengangguk. Pria itu mengambil nasi dan beberapa lauk. Berbeda dengan Jaemin, Moonbi hanya mengambil salmon mentah dan shoyu.

"Lo abis dari mana?" tanya Haechan.

"Apartemen Jaemin," jawab Moonbi.

Mata Haechan sontak memicing. "Lo nggak ngapa-ngapain Biya 'kan, Bang?"

Jaemin melirik Haechan sinis. "Menurut lo?"

"Iya."

"Bangsat," maki Jaemin, "Ya enggaklah, tolol. Gue bukan cowok kayak gitu, tai."

"Buset dah, galak bener," ucap Haechan, "Bercanda doang, Bang."

"Hm."

"Ayo bales, Chan. Gue nungguin lo berdua ribut nih."

Jaemin dan Haechan menatap nyalang gadis itu tanpa berniat menjawab.

* * *

"Aaa, Biya, kangen." Haechan langsung memeluk gadis itu setibanya di kamar. "Ih, badan lo bau parfumnya Jaemin."

"Gue pake jaketnya dia," jawab Moonbi seraya mendorong pria itu menjauh.

Step Brother | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang