One

1.1K 97 0
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gila, masih ada muka aja buat dateng kesekolah.."

"Lo ga inget kalo dia sosiopat,"

"Eh anjir, gue masih ada loh video hd dia jambak-jambakan ama Karina,"

"Kalo gue jadi dia sih udah minta home schooling ama bokap,"

Puluhan, bahkan mungkin semua orang sedang meletakkan atensinya untuk menatap jijik seorang gadis si pemilik sorot mata yang tajam atau lebih sering disebut sebagai Demon.

Yap, ia baru saja kembali setelah masa skorsing.

Dengan langkah percaya diri, ia menyusuri koridor dan memakan seluruh sindiran keras yang ditujukan padanya dengan smrik. Sebuah alasan lain kenapa tidak ada yang berani menyentuh bahkan sengaja menyenggolnya.

Siapa sih yang berani membully secara terang-terangan, apalagi sampai berfikir untuk nge-gangbang si gadis berjulukan demon. Tubuhnya memang terkesan kecil, tapi kalau melihat 10 mendali yang dikoleksinya saat tahun pertama di SMA, manusia julid pun mundur teratur kalau disuruh menjahili.

Dan walaupun ia tidak pernah diganggu secara fisik, tapi kenapa masih ada orang-orang yang berani mengatakan dan mencaci dirinya seperti sampah?

Karena ia adalah seseorang yang membuat Karina, siswi paling populer disekolah berada dalam rumah sakit.

Sebuah rumor yang sukses menyulut seluruh siswa untuk berpandangan buruk, ia seorang demon.

Inilah hal buruk yang terjadi kalau ia lebih memilih ikut kelas formal daripada akselerasi. Terlalu mudah untuk meraih nilai maksimal dengan persiapan yang sebenarnya null.

Seperti sekarang, yang tiba-tiba ada kuis dari bu Hwasa, guru kimia bin nyebelin. Hobi banget ngasih tugas apalagi ulangan dadakan kek tahu bulat.

Bagi si gadis demon memang bukan masalah, tapi ini pasal teman sebangkunya. Yuna.

Daritadi memelas sambil membuat mata kucing untuk meminta contekan.

"Liaa, please.." Yuna makin mengerucutkan bibirnya.

Salah besar kalau harus memohon pada manusia yang sering diumpat sebagai sosiopat itu, mana ada hati untuk merasa simpati sama sekali.

Lia memalingkan wajahnya kearah jendela, ia sangat muak kalau Yuna sudah memasang wajah yang menurutnya aneh.

Tipis-tipis lembar jawaban Lia terlihat, entah gadis itu sengaja atau tidak, tapi dengan begitu Yuna bisa leluasa untuk menjiplak guratan tangan Lia.

Selesai menunaikan aksi laknatnya, Yuna mendaratkan kepalanya diatas meja sambil menatap gadis disebelahnya.

"Maaf, gara-gara gue lo diskors.."

Positions ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang