Three

442 77 0
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lia tidak membutuhkan earphone atau semacamnya untuk meredam suara sialan yang berhasil masuk kedalam pendengarannya, hanya sebuah ketenangan yang berhasil membuat ciwi-ciwi sekolah kesal karna cibirannya tidak mengenai sasaran.

Mental Lia tidak mudah brikdens. Lia seperti batu yang memiliki kaki untuk berjalan, kadang berjuluk demon karna sering mengeluarkan senyum misterius.

Bukan hal yang mudah, dulu Lia benar-benar merasa..

Entahlah, depresi atau sulit mengungkapkan emosinya. Ia tidak bisa melakukan sesuatu yang membuat hatinya lega. Semua itu menekan Lia dan membuatnya lebih baik tidak bertemu siapapun agar terhindar dari merasakan perasaan aneh dalam dirinya.

Ribuan buku sudah ia baca, sama seperti sekarang, Lia tidak pernah absen membaca buku di perpustakaan. Lebih ingin belajar tentang bagaimana bisa manusia menciptakan suasana hati dan ekspresi yang selaras.

Sampai disituasi yang menurutnya jauh lebih baik, adalah perjuangan berat. Mengingat ia juga baru menemukan psikolog yang membuatnya nyaman beberapa bulan lalu, padahal sudah mengidap gangguan ini sangat lama.

Sejak smp, Lia selalu berganti psikolog karna merasa dirinya tidak cukup match dan terbuka pada orang lain. Diwaktu ia merasa cocok dengan psikolog sebelum Mas Lino, ternyata orang itu malah terkendala masalah kesehatan dan harus berada dirumah sakit.

Psikolog itu merekomendasikan nama Mas Lino sebagai tempat berlabuh Lia.

"Psst, baca apaan sih. Gue mau juga dongg.."

Lia menoleh kearah seseorang yang baru saja berbisik padanya, "kalo gue kasih ini buku, habis itu lo mau ga pergi yang jauh?" Tanyanya datar.

"Ih jutek ihh," cibirnya mencolok-colok pipi Lia.

"Shin Yuna, lo ngeganggu gue."

"Hah, apa..ga denger.." masih dengan kegiatannya yang tadi.

Yaa, seperti yang sudah diketahui. Akhir-akhir ini Lia baru saja menemukan sesuatu yang disebut kesal dan jengkel.

Lia mendekati telinga gadis disebelahnya, "trust me, gue bukan gabisa ngusir lo. Tapi gue lagi nahan diri biar ga dikira psikopat."

Yuna melototkan matanya, kalau Karina saja bisa langsung masuk RS, bukan tidak mungkin kalau dirinya diantar pakai jurus sekali tabok nyawa melayang.

"Peacee," cengir Yuna beranjak dari kursi.

Lagi-lagi si manusia ganci memberi signal aneh untuk perasaan Lia. Bukan, bukan kesal.

Positions ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang