A²💜2

1K 37 0
                                    

Hai!!! Jan lupa ketik bintang di pojok kiri..
Kalau ada typo bertebaran jan lupa komen ok

Happy reading all....


***

Dentingan sendok tengah menari ria diatas piring cantik berisi lauk pauk serta nasi di dalamnya. Senyum menawan terpampang jelas pada wajah Afinda dengan alasan Leksmana berjanji akan menyamakan sekolahnya dengan Aneth setelah insiden tadi malam, tepatnya saat Aneth menyeret gadis itu keluar dari kamarnya. Lebih menggembirakan lagi, kini ia bisa langsung masuk ke sekolah swasta terbaik itu tanpa harus kesana-kemari seperti dulu saat ia Smp. Sebaliknya, dengan tampang muka bantal yang khas. Aneth baru turun dari kamar lengkap dengan seragam juga earphones putih melingkar manis pada leher jenjangnya. Ketahuilah, semalam gadis itu tak tidur dan menghabiskan waktunya untuk berendam di bathtub selama hampir dua jam, Aneth ingin sesegera mungkin pergi ke sekolah karena muak dengan aura rumah ini. Matanya mengerling, saudara tiri menyebalkan itu berseragam sama dengannya? Tunggu. Ini pasti ada yang tak beres.

"Hari ini Afinda mulai masuk ke sekolah yang sama dengan kamu." kata Leksmana dengan suara beratnya yang khas. Ingin protes, tapi apalah daya. Jika keputusan papanya adalah mutlak dan itu tak akan pernah terganggu gugat. Ia sempat berfikir, saat ini bukankah Afinda telah menginjak kelas dua belas? bahkan hanya menghitung beberapa bulan ia telah di pastikan lulus, apalagi otak gadis itu lumayan tanggap dalam berfikir. Ini kenapa harus pindah segala.

"Oh." balasannya acuh.

"Neth. sini nak sarapan bareng kita." ajak Laras (ibu tirinya). Merasa terpanggil, ia melirik sekilas dengan tatapan muak akan tabiat wanita itu. Sudah terlihat jelas bahwa Aneth selalu menolaknya. Tapi kenapa wanita sialan itu tak mengerti sama sekali.

"Terima kasih, saya nggak lapar."
tukasnya dengan nada bicara formal, juga pandangan tak suka terus ia layangkan.

"Tapi ini mama buatin nasi goreng kesukaan kamu." bujuk Laras lirih, namun begitu menjijikkan ketika suara itu masuk tanpa permisi dalam telinga Aneth.

'Tak tak tak' 

(bunyi sepatu yang bertabrakan dengan tangga marmer)

Laras tersenyum senang, ia fikir Aneth akan turun dan menuruti keinginan kecilnya untuk sarapan bersama layaknya keluarga seperti pada umumya, namun seperti di hantam beribu ribu batu, yang di lakukan Aneth malah melesat keluar ekspetasi.

"Hebat, hebat sekali anda memainkan drama pura pura baik di depan papa saya." tandasnya kasar, memang tak ada bentakan namun seperti biasa, pelan dan menusuk. Seketika senyum Laras memudar di ganti dengan tatapan lesu dan menahan tumpahan air mata.

'Jalang sialan' decitnya dalam hati.

"Jaga ya omongan lo!" sentak Afinda murka karena tak terima sang ibu di hina. Aneth tersenyum mirip seperti mengejek.

"Gua bicara soal faktanya, rata rata ibu tiri cuma baik pas di depan suaminya." sergahnya mencibir serta menekankan kata ibu tiri.

"Kamu salah faham sayang." srenggah Laras membela diri.

"Jangan sok dekat, nama saya Anetha. Berhenti memanggil dengan kata menjijikan itu!" bentaknya kasar membuat Leksmana sedikit tertegun.

"Nyonya Wirashangga yang terhormat, saya tegaskan pada anda! Anda itu orang baru, jangan merasa seolah-olah anda tau apa yang saya suka dan saya tidak suka. Anda itu cuma benalu di rumah ini, jadi jangan pernah bertindak selayaknya ratu, camkan itu baik baik!" maki Aneth mengeluarkan seluruh unek unek dalam hatinya.

THAKSA (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang