A²💜30

606 21 0
                                    

"Detak jantung?"

"Detak jantung pasien normal dok."

"Oke, pastikan selang pernafasan tetap terpasang. Takutnya jika nanti panic attack itu kembali pasien akan sulit bernafas." putus dokter itu kemudian keluar dari IGD. 

Mengetahui dokter telah selesai memeriksa gadis yang ia tolong, buru buru Aksara bangkit dari kursi tunggu, berniat menanyakan perihal apa yang membuat gadis itu jadi seperti ini.

"Langsung aja." kata Aksara dengan tampang watadosnya. Dokter itu mengangguk cepat, menyadari bahwa anak laki-laki didepannya adalah putra dari donatur terbesar rumah sakit ini, ia tak berani bertanya lebih.

"Pasien tidak dalam keadaan bahaya, meskipun kakinya memar parah. Pasien sempat siuman dan mengalami panic attack. Panic attack biasanya disebabkan karena stres yang sedang dialami cukup intens, bisa juga karena trauma akan masa lalu yang sulit untuk di lupakan. Akibatnya pasien akan mengalami gelombang kecemasan dan ketakutan yang luar biasa datang secara tiba-tiba, membuat jantung berdebar cepat, terasa mual, tidak dapat bernapas seperti normal, dapat menyebabkan pingsan dan mungkin terasa seperti sekarat atau menjadi gila." jelas dokter itu panjang lebar. Aksara mengangguk pasrah. Laki laki itu sedikit merasa bersalah karena ialah pemicu penyakit gadis itu kambuh. Hanya sedikit merasa bersalah, sedikit. Camkan itu.

"Sus." panggil dokter pada suster disampingnya. Suster itu mengangguk faham, lalu menyerahkan selembar kertas A3 yang diduga Aksara adalah resep obat.

"Ini resep obatnya, sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke kamar rawat inap di VVIP 2." kata suster sembari menyerahkan selembar kertas.

"Kalau begitu saya pamit undur diri." pungkas dokter mewakili, lagi-lagi Aksara mengangguk, sepersekian detik, dokter itu lenyap dari pandangan tertelan dibalik tebalnya dinding.

"Om." panggil Aksara pada salah satu bodyguard Aneth, yap. Setelah sekian lama adu argumen di tempat balap, mereka sepakat untuk membawa Aneth ke rumah sakit andalan keluarga Aksara. Di sinilah mereka, sama sama menunggu gadis yang tengah terbaring dalam brangkat IGD. Bodyguard itu berdiri tepat didepan Aksara.

"Tolong tebus." titahnya memberikan selembar kertas tadi. Bodyguard itu mengangguk.

"Keluarga nona sudah kami kabari, sebentar lagi mereka sampai." tambah bodyguard itu kemudian pamit untuk menebus obat.

"Om, gua balik dulu." pamit Aksara langsung di angguki Lian, sebenarnya Lian masih kesal dengan perlakuan Aksara tadi, namun ia harus faham situasi dan kondisi, jika ia tak merendah disini, otomatis akan ada keributan ke dua, dam mungkin lebih parahnya akan ada sesi baku hantam. Ia sebagai yang lebih tua harus rela mengalah dengan alasan nyawa nona nya lebih utama dari pada adu argumen dengan bocah belasan tahun di depannya.

*

Aksara kembali ke sirkuit menggunakan mobil Aneth dengan alasan mustahil memesan taksi atau apapun di jam malam seperti ini. Ia tak perlu takut, toh sebelum ia mampir ke rumah Aneth, bahan bakar kendaraan telah ia isi full. Laki-laki itu memarkirkan mobil pada posisi semula, kemudian pergi menemui teman temannya yang telah ia tinggal selama satu jam lebih, itu tandanya sekarang telah pukul 12 malam.

"Noh Aksara noh." tunjuk Samuel pada seorang yang tengah berlarian.

"Kemana aja lo?" cerca Varo menatap penuh selidik.

"Ada urusan." balas Aksara dengan tampang watados andalannya.

"Katanya cuma sepuluh menit, tau taunya pacaran satu jam lebih." sindir Samuel sinis.

"Lo!" Aksara tak suka Samuel mencibir namun tak ada fakta. Toh tadi ia mengantarkan Aneth ke rumah sakit, bukan pacaran.

"Apa?!" Samuel tak terima. Aksara dan Samuel sama sama terpancing emosi bak tisu di belah lima.

THAKSA (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang