A²💜36

233 4 0
                                    

LANJUTAN PART KEMARIN

Happy Reading☺

*


17.00 (kediaman Wijaya)

"Aksa pulang!" suara khas Aksara menyeruak masuk ke dalam pendengaran Andhi dan Alfi yang duduk di ruang keluarga. Wajah Alfi begitu sumringah ketika mendapati putranya pulang. Sama halnya dengan Aksara yang langsung menyalimi kedua tangan orang tuanya sebagai tanda bakti, setelah itu Aksara ikut duduk di salah satu sofa dan melepas tas punggung serta jaket yang ia kenakan.

"Gimana sekolahnya Ksa?"

"Aman pa." jawab Aksara singkat.

"Nilai-nilai aman?" Andhi memastikan sekali lagi.

"Semua baik." ungkapan Aksara membuat Andhi lega.

"Papa suka kerja keras kamu, bentar." membuka handphone dan mengetikkan sesuatu di layar. Berbarengan dengan itu, notifikasi di handphone Aksara juga berbunyi.

Andhi Wijaya : transfer masuk senilai 12.000.000

"Sebanyak ini pa?" tanya anak laki laki berumur delapan belas tahun itu memastikan.

"Kurang?" Andhi menatap manik elang putranya, sesaat kemudian ia kembali membuka handphone yang telah ia saku.

"Cukup." kali ini handphone yang Andhi pegang kembali di letakkan.

"Lain kali jangan banyak banyak pa, nanti Aksara boros." pesan Aksara mendengus. Ya walaupun Aksara tak menolak jika di beri lebih, namun Aksara selalu menerapkan prinsip bahwa semua yang berlebihan itu tidak baik.

"Why? Uang papa juga uang kamu son."

"Aksa tau, tapi harus di porsi pa."

"Arizka juga dapat yang sama kalau nilainya bagus bahkan kadang lebih banyak, kamu ngga iri?"

Aksara mengangkat bahunya acuh. "Arizka cewek." sangkalnya.

"Bedanya apa?"

"Arizka lebih butuh banyak hal. Sedangkan Aksa cowok, lebih simpel." kata kata Aksara benar-benar di luar prediksi Andhi.

"Hebat. Papa bangga punya anak seperti kamu. Tapi kamu pantes dapet itu." Inilah Andhi Wijaya, putra tunggal dari Airlangga kusuma Wijaya dan Elfira Wijaya yang selalu memprioritaskan prestasi namun sama sekali tak mengekang putra dan putrinya.

"Tuh pa, dengerin kata anaknya. Kalau ngasih harus di batasi. Jangan banyak banyak. Nanti boros." ujar Alfi menimbrung percakapan ayah dan anak itu. Andhi tergelak, begitupun Aksara.

"Iya sayang, lain kali lebih banyak." godanya pada sang istri. Tawa itu kembali muncul dan berakhir dengan Alfi yang menabok suaminya.

"Ampun ma ampun." tutur Andhi dengan tampang menahan rasa sakit. Padahal pukulan istrinya sedikitpun tak terasa.

"Nanti malam tidur di luar!" ancam Alfi kepalang kesal.

"Jangan dong sayang, nanti ngga ada guling hidupnya dong." balas Andhi bersikap layaknya remaja, padahal umur sudah hampir kepala empat. Aksara benar benar melongo, bagaimana bisa papanya yang selalu terlihat badas nan garang serta berwibawa bak singa dapat dengan cepat berubah menjadi kucing hanya karena seorang wanita?

"Bisa diem nggak pa? Malu di lihat anak."

"Ngga papa ma, lanjut aja." komentar Aksara langsung di balas senyuman jahil dari papanya.

"Boy, bantuin papa." Aksara mengangkat tangan dengan ekspresi pasrah.

"Udah udah. Kamu sendirian bang?" tanya Alfi pada putranya. Sebenarnya wanita itu cemas, karena anak gadisnya belum pulang. Ia hanya takut jika ada hal buruk yang akan terjadi.

THAKSA (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang