21. I'll Be Back

3K 182 10
                                    

Alex' POV

Aku, Nala, dan Ann sudah berjalan cukup lama mencari jalan keluar dari gedung sekolah ini, tetapi tetap saja usaha kami tidak begitu berhasil, kami seperti berputar-putar. Tapi kulihat Nala dan Ann sepertinya tidak terlalu memikirkan itu. Mereka sedang bersenda gurau membicarakan sesuatu yang sepertinya tidak aku mengerti. Namun aku senang melihatnya, Nala bisa kembali tertawa lagi setelah semua hal yang dilaluinya. Aku juga senang sepertinya kita semua pantas mendapatkan sedikit rehat dari apa yang sedang terjadi sekarang.

"Ada apa Alex? Kau tak pernah lihat gadis tertawa?" Tanya Ann tiba-tiba. Membangunkanku dari lamunan lalu reflek menatapnya dan Nala bergantian.

"Ah tidak...aku hanya senang melihat kalian senang," ucapku. Tapi memang benar kan.

"Oh Alex, boleh aku meminta makanan? Aku kelaparan," Ann memecah keheningan, aku pun memberinya sebungkus roti isi blueberry kepadanya.

"Wah ini favoritku! Bagaimana kau bisa tahu?" Ucapnya dengan antusias sembari menerima roti dariku.

"Uhm...aku tidak tahu, aku hanya memberikan apa yang ada di dalam tasku," balasku. Dia memasang wajah canggung dan membatu sesaat.

"Eehh..yaa...tentu saja, haha..," tanpa basa-basi lagi, Ann membuka bungkus roti itu dan memakannya.

"Kau mau juga?" Aku menawarkan Nala roti lain.

"Tidak, aku tidak terlalu lapar," jawab Nala sambil menggeleng pelan dan tersenyum.

Ann melihat ke arah kami dengan mulut penuh. Dia terlihat lucu, aku pun tersenyum menahan tawa melihatnya.

"Both of you are so sweet," ucapnya tidak jelas dengan mulutnya yang sibuk mengunyah.

"Terima kasih," ucap Nala menyunggingkan senyum.

"Bagaimana denganmu? Apa kau pernah memiliki seorang kekasih? Aku yakin kau setidaknya mungkin pernah merasakan sesuatu?" Tanyaku.

"Well, aku pernah menyukai atau jatuh cinta, apalah itu namanya dengan seorang anak laki-laki di kelas IPA. Dia pintar, tinggi, manis, sempurna di mataku, tapi ya dia tak terlalu mengenalku, jadi sepertinya aku hanya mengaguminya," Ann menjelaskan dengan wajah terlihat berseri-seri lalu mengangkat bahu di akhir kalimatnya.

"Kenapa dia tidak mengenalmu?" Tanya Nala. Ann hanya diam menatap Nala.

"Orang-orang bilang aku aneh, hiperaktif, konyol, mereka tidak terlalu suka kepadaku, yah...kecuali Sarah, Erik, dan Johnny. Mereka memang terkadang menyebalkan, terlebih kepribadian mereka sangat berbeda satu sama lain, tapi mereka adalah orang yang tidak segan untuk berteman denganku," ucap Ann.

Benarkah begitu pandangan orang-orang terhadapnya?

"Kukira kau pendiam saat aku melihatmu berada di dalam gudang senjata," Nala bertanya.

"Aku tak banyak bicara, mereka berubah, Sarah, Erik, dan Johnny, mereka berubah setelah serangan terjadi lagi. Terutama Sarah yang semakin keras kepala, aku takut jika melakukan sesuatu ia akan marah atau meledak-ledak, jadi aku lebih memilih untuk diam dan tidak banyak bicara," ujar Ann dengan tampang sedih. Aku pun ikut merasakannya, aku tahu perasaan itu.

"Tapi sekarang aku bersama kalian! Kalian membuat semangatku kembali lagi," Ann kembali tersenyum dan menatap lurus ke depan.

Kami berjalan tanpa berhenti sedikit pun, beruntung tak ada segerombolan mayat hidup yang menghalangi kami. Tapi lorong mulai gelap,pasti sedikit lagi matahari terbenam. Kami harus menemukan tempat berlindung untuk malam ini.

"Sudah mulai gelap, kita harus segera pergi, menemukan tempat untuk menetap malam ini," ucapku. Nala dan Ann mengangguk setuju.

Kami mulai berjalan cepat kemudian kami berlari kecil sambil menggenggam senapan dan barang-barang yang kami bawa agar tidak berisik.

"Ke sini," Nala menunjuk ke sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Terdapat sebuah tanda menggantung di atasnya, tetapi aku tak bisa melihat jelas karena lorong menjadi gelap dengan cepat.

Aku masuk terlebih dahulu dan menyiapkan senjataku, memeriksa ruangan jika ini aman untuk ditempati.

"Aman," aku meletakkan senapan dan tas isi makananku di lantai. Ann menutup pintunya, tetapi pintunya menimbulkan suara nyaring. Aku pun bergegas membantu Ann menutup pintunya agar tidak menimbulkan suara apapun.

"Fyuuhh....itu menegangkan," ucap Ann sambil menyeka keringat di dahinya.

"Gelap sekali, kita harus menemukan sesuatu untuk menerangi ruangan," Nala duduk di lantai sambil melihat-lihat keadaan sekitar.

"Aku akan mencarinya," usul ku lalu berdiri lagi, mengambil senapan dan mengeluarkan makanan dari tas, untuk mengisinya dengan apapun yang akan kutemukan yang dapat menyinari ruangan.

"Jangan, biarkan aku saja," Nala menghentikanku.

Yang benar saja, aku tidak akan membiarkannya pergi keluar sana sendirian.

"Tidak Nala, ini terlalu berbahaya, gelap, dan kau tak tahu apa yang menunggumu di luar sana," ucapku.

Tangan Nala menggenggam pergelangan tanganku. "Aku tak ingin menjadi orang yang selalu menunggu, orang yang selalu ditolong, aku pun ingin menolong orang, aku tahu keadaan di luar sana berbahaya, tapi disaat seperti ini, tidak ada siapa pun yang aman, tidak ada tempat yang aman."

"Kalau begitu aku ikut denganmu," aku mengajukan diri.

"Tidak, kau tetap disini bersama Ann," Nala melihat ke arah Ann yang terlihat bingung. "Kau tidak bisa menghentikanku, Alex."

"Kau tidak bisa mengambil resiko seperti ini, ini bukan saatnya, jika memang kita harus menemukan sesuatu maka kita pergi bersama."

"Aku rasa Alex benar, Nala, ini tidak aman dan semakin gelap," ucap Ann mendukung ucapanku.

"Aku ingin pergi."

Aku benar-benar tidak ingin membiarkannya keluar sana sendirian, tetapi aku juga tidak bisa menghentikannya. Setelah beberapa saat dalam keheningan, aku akhirnya mengangguk ragu. Aku tetap harus memberinya sesuatu agar ia tidak terserat. Aku menyipitkan mataku melihat ke seluruh ruangan jika ada sesuatu yang dapat digunakan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Nala dengan bingung.

Tak butuh waktu lama, aku menangkap sesuatu dengan mataku. Sebuah kaleng cat kecil yang terbuka, aku harap tidak kering. Dengan cepat aku pun mengambilnya. Ah, beruntungnya, cat ini masih cair. "Pakai ini dan oleskan di setiap belokan, tandai jalannya, untuk jaga-jaga kau lupa, aku tidak ingin kau tersesat."

Nala mengambil kaleng cat itu dan memasukkannya ke dalam tas yang sebelumnya aku kosongkan untuk ia bawa.

"Kumohon berhati-hatilah," ucapku. Aku menatap wajahnya dengan penuh khawatir lalu bergerak untuk memeluknya. "Aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu."

Nala tergelak dalam pelukanku. "Aku akan baik-baik saja. I'll be back."

The Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang