11. New People

3.2K 220 4
                                    

Ed's POV

Aku berjalan menyusuri lorong tanpa tujuan, aku seperti mereka, mayat berjalan itu. Lemah. Tetapi aku harus menemukan Nala, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian, aku telah berjanji kepada Stephanie.

Tiba-tiba dua orang menodongkan senjata mereka ke arahku, aku mengangkat kedua tanganku dengan senapan masih berada dalam genggamanku.

"Tenanglah...aku tidak akan berbuat macam-macam," ucapku berusaha membuat mereka percaya akan perkataanku. Lagipula aku mengatakan yang sejujurnya.

"Turunkan senjatamu," ucap seorang laki-laki yang sekiranya sebaya denganku. Ia salah satu dari kedua orang itu.

"Baiklah." Dengan perlahan aku berjongkok dan meletakkan senapanku di lantai lalu kembali berdiri dengan kedua tangan yang kembali terangkat.

Kedua orang itu pun menurunkan senapannya juga. Seorang laki-laki dan seorang perempuan. Laki-laki tersebut menggunakan hoodie hitam dengan celana jeans abu-abu dan rambut yang ajaibnya terlihat rapi, sedangkan perempuan yang di sampingnya memakai kaus hitam dan blazer hijau tua dengan rambut hitam pendeknya dikuncir dua dan topi dengan motif loreng di kepalanya.

"Maafkan kami karena telah menodongkan senapan ke arahmu, kami hanya waspada," ucap si laki-laki sambil berjalan menghampiriku yang lalu diikuti si perempuan.

Tak lama kemudian muncul seorang laki-laki lagi, dia terlihat seumuran Nala dengan rambutnya yang berantakan, kaos polo, celana jeans longgar abu-abu, dan senapan di pundaknya.

"Tidak apa-apa, aku mengerti," ujarku.

"Kau bisa ikut bergabung dengan kami, kami punya tempat sementara disini, aman dari para zombie, kita bisa bermalam sampai berhasil menemukan jalan keluar, ada makanan, air bersih, dan sleeping bag," jelas laki-laki itu.

Aku berpikir sebentar, "Aku bisa bergabung, tapi kalian harus membantuku mencari adikku."

"Kawan, mungkin dia tidak selamat," jawab si laki-laki yang terlihat seumuran Nala tadi. Laki-laki yang di depanku sepertinya yang memimpin. Ia menghela napas dengan berat.

"Aku Ray, ini Pat, dan dia Alvin, kita akan kembali ke markas, ayo," ajak Ray tetapi aku diam di tempat.

"Tidak! Aku sudah berjanji kepada pacarku untuk menemukan adiknya! Adiknya pun kuanggap adikku sendiri, aku menyaksikannya mati di hadapanku! Aku tidak akan mengingkari janjiku begitu saja, kalau kalian tidak ingin membantuku tidak apa-apa, aku akan pergi sendiri," aku bersikeras.

Aku sungguh berharap dapat membujuk mereka untuk membantuku.

"Apa dia sudah benar-benar mati?" Tanya Alvin.

Aku masih berpikir, berusaha untuk memahami apa maksudnya itu.

Astaga! Aku baru menyadarinya! Aku belum menembak kepalanya dan dia pasti kembali hidup. Aku berbalik dan langsung berlari dengan cepat.

"Hei tunggu!" Aku mendengar seorang perempuan berteriak memanggilku lalu disusul suara langkah kaki yang berlari, kuyakin itu Pat karena dialah satu-satunya perempuan di kelompok itu. Aku tak peduli, aku tetap berlari menuju tempat dimana aku meninggalkan Stephanie tadi, aku berharap dia masih ada disana.

"Hei kau! Berhenti! Jangan berlari! Kembalilah! Hei!" teriak Pat.

Aku berhenti. Menatap ke arah ruangan itu, Stephanie sudah tidak ada, apa yang harus kulakukan? Aku sangat ceroboh! Bagaimana aku bisa lupa hal sekecil itu?

"Dia sudah tidak ada, dia pasti sudah pergi dari sini, kita tidak bisa mencarinya, aku dan Ray sudah setuju akan membantumu mencari adikmu, tapi sekarang kita harus kembali ke markas," Pat membujukku untuk ke markas mereka. Napasnya tidak teratur, dia pasti lelah mengejarku hingga sejauh ini.

Setelah terdiam selama beberapa waktu, akhirnya aku setuju untuk kembali ke markas mereka dan mencari Nala di waktu lain. Aku butuh istirahat, jika aku mati di tengah jalan ketika mencari Nala, semua akan sia-sia.

The Way OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang