JENGLOT

70 4 0
                                    

Sampai keesokan harinya Kantil pun terbangun. Mencari ibunya ke dapur berharap ibunya sudah pulang, tapi ibunya belum pulang juga. Kemudian ia membuka pintu ruangan yang dilarang masuk oleh ibunya.

"Okee...aku harus berani". Ujar kantil memberanikan diri masuk ke ruangan terlarang itu.

"Sretttt"

Suara pintu yang hampir ambruk itu terdengar. Kantil perlahan membuka pintu pelan pelan.

"HAHHHH". Ucap Kantil kaget dan langsung masuk ke ruangan itu.

Ia temukan darah berhamburan dimana mana dan yang lebih mengejutkan lagi ia melihat ada baju ibunya yang semalam dipakai oleh nya.

"Dimana ibu? IBUUUUUUU..." Ucap Kantil sembari menangis melihat semua ini.

Kemudian ia membuka tumpukan baju yang dipakai ibunya semalam dipenuhi darah dan ada semacam jenglot kecil.

"Hah apakah ini ibu? Gakkkkk...gak mungkin...semuanya gak mungkin..gak mungkin..". Kemudian Kantil pergi meninggalkan ruangan yang penuh dengan darah itu sembari membawa sosok jenglot.

"Aku harus bertanya pada Uwo".
Ucap Kantil sendirian.

"Til...". Ucap terrdengar sosok laki laki di belakang sembari menepuk pundak Kantil.

Kantil pun membalikan badannya pelan - pelan.

"Uwooooo...". Ucap Kantil sembari memeluk Uwo.

"Aku tau semuanya Til". Ucap Uwo pada Kantil.

"Wo..apakah ini ibu? Kenapa ibu jadi seperti ini?". Tanya Kantil pada Uwo.

"Memang sudah takdirnya ibu jadi seperti itu". Jawab Uwo pada Kantil.

"Tapi mengapa?".

"Sudah hukum alam". Jawab Uwo lagi.

"Sudah...jangan menangis". Ucap Uwo pada Kantil sembari menghilangkan air mata dari pipi Kantil.

"Kita apakan ini". Tanya Kantil pada Uwo.

"Kita kuburkan mahluk itu". Jawab Uwo.

"Mahluk? Kenapa kamu panggil ibu dengan kata mahluk?". Tanya Kantil sembari menangis kembali.

"Karna itu sudah menjadi mahluk, bukan menjadi sosok ibu lagi". Jelas Uwo pada Kantil.

Kemudian merekapun menguburkan jenglot itu hanya ber dua.

Ditengah suasana berkabung, angin berhembus cukup kuat. Mengibarkan penutup kepala seorang gadis yang sedang menangis dalam dekapan Uwo. Langit yang menampakan kepalanya dengan awan hitam mendung seakan ikut merasakan apa yang Kantil rasakan.

Disaat semua orang tengah sekolah, kantil masih setia berada ditengah kuburan. Bahkan aroma khas melati dan kamboja yang menyatu sama sekali tidak mengusiknya. Seolah kesedihan yang melanda sudah mengalihkan fikiran dari sini.

Kantil, menatap gundukan tanah almarhum ibu nya dengan tatapan getir serta dengan raut wajah yang sulit diartikan, entah apa yang kantil fikirkan.

"Kalau begitu, kita pulang?". Ajak sosok lelaki di arah belakang.

"Iya Wo". Jawab Kantil pada sosok lelaki itu. Yang ternyata adalah Uwo.

Kantil menghela nafas sebelum akhirnya ia berdiri perlahan. Sejujurnya Kantil sangat berat hatimeninggalkan pemakaman ibu nya.

Sebelum mereka benar- benar pergi meninggalkan pemakaman, Kantil sempat menengokan kepalanya ke belakang. Menatap batu nisan ibunya sekali lagi. Tanpa Kantil duga, matanya menangkap sosok wanita yang tengah berdiri telat disamping makam ibu nya itu. Sekilas Kantil dapat melihat wanita itu mengeluarkan smark-nya.

Tanpa sadar Kantil menghentikan labgkahnya. Sontak membuat Uwo ikut menghentikan langkah nya.

"Ada apa Til?". Tanya Uwo pada Kantil.

"Ah...tidak. Tidak ada apa- apa". Jawab Kantil cepat seraya menoleh wajahnya menatap Uwo.

Kantil kembali menengokan kepalanya kebelakang. Namun yang ia lihat tak lagi ada seorang pun disana.

"Kemana wanita itu?". Batin Kantil.

Uwo semakin heran. Ia pun mengikuti arah pandang Kantil. Uwo mengerutkan keningnya.

"Ada apa dengan dia". Batin Uwo.

Mereka pun mulai melangkah dan meninggalkan pemakaman.

*Di rumah

"Siapa sosok wanita tadi? Kenapa ada tepat di samping pemakaman ibu?". Batin Kantil terus bertanya- tanya.

"Mengapa ibu bisa jadi jenglot? Mengapa jadi seperti ini?". Pertanyaan itu terus muncul di dalam fikiran dan hati Kantil.

Ibuku Si Kuntilanak HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang