BALKON

75 4 0
                                    

***
Kantil memeluk tubuhnya sendiri dalam kedinginan yang menerpa. Hampa, sunyi dan senyap sudah menjadi kesehariannya beberapa minggu terakhir pasca ibunya meninggal. Di dalam cahaya yang tentram ini, Kantil berdiri di dekat pagar balkon kamarnya. Tangannya mendekap tubuhnya sendiri seolah berusaha menghalau kedinginan ini.

Setelah kepergian ibunya, akhir-akhir ini kantil sering mengurung diri di kamar, lebih tepatnya di balkon kamarnya. Seperti saat ini, Kantil sedang berdiri di pagar pembatas balkon kamarnya. Matanya sembab, karena sudah seharian menangis dalam diam. Berminggu-minggu lamanya air mata Kantil terus mengalir dari pelupak matanya. Seolah kesedihan yang ia rasakan tak bisa disembuhkan. Sorot matanya pun sayu, tak henti memandang lurus ke depan. Raganya memang berada disini tetapi jiwanya seakan berkelana entah kemana.

Kantil tetap bergeming. Entah apa yang kantil fikirkan. Setelah kejadian dimana ia harus kehilangan ibunya, Kantil lebih banyak diam menyendiri bahkan tidak mau berbicara satu kata pun.

Sungguh Uwo sendiripun bingung harus dengan cara apa lagi agar ia dapat mengembalikan keceriaan Kantil adik perempuannya beda ayah itu.

Seketika terdengar helaan nafas dari bibir Kantil. Pandangan Kantil kini beralih pada sebuah pigura yang terpajang rapi di atas meja kecil yang berada di balkon kamarnya. Dengan pelan, Kantil mengambil pigura itu. Mengusap lembut foto yang ada didalam nya. Kemudian mendekap eratnya seolah tak ingin terpisahkan dengan benda itu.

Difoto itu mereka tengah berpelukan sembaru tertawa bahagia. Foto yang menampilkan ibu dan dirinya itu. Jelas sekali di dalam foto itu menggambarkan kebahagiaan yang tiada tara. Sampai tak terfikirkan ibunya meninggalkan ia dan bahkan meninggalnya tanpa ada jasad cuman ada pakaian yang penuh dengan darah.

Tiba-tiba tepukan lembut mendarat dibahunya. Sontak kantil menghapus kasar air matanya. Ia tahu siapa orang yang ada dibelakangnya ini, yang tak lain adalah kakak laki-laki beda ayah yaitu Uwo. Kantil membalikkan tubuhnya. Ia menengok menatap Uwo yang saat ini menatapnya sendu. Bahkan Kantil baru tersadar, bukan hanya dinyinya saja yang sedih, tetapi kakak laki-laki beda ayah nya pun merasa hal yang sama dengannya.

" Til....Jangan seperti ini".

Kantil tak menjawab. Ia tetap bergeming seraya menatap Uwo lekat-lekat.

"Aku harus bagai mana?" Jawab Kantil kemudian.

"Jangan bersedih!"

"Tidak bisa Wo. Aku sangat merindukan ibu". Ujar Kantil kemudian menangis tersedu-sedu.

" Masih ada aku disini. Apakah kamu tidak menganggap ku ada?". Tanya Uwo pada Kantil.

Kantil memejamkan matanya. Ya, kenapa ia tak mengingat jika ada Uwo disini.

Kantil menatap Uwo lekat.

"Maafkan aku Wo".

Kantil pun menghambur kedalam pelukan kakak laki laki beda ayah itu. Kantil menangis lagi.

"Mulai sekarang aku akan tinggal disini berasama mu". Kata Uwo sontak membuat Kantil kaget.

Kanlil hanya menganggukan kepala. Menandakan boleh Uwo tinggal satu atap bersama nya.

"Til...apakah disini ada makanan". Tanya Uwo sembari melepaskan pelukan etat Kantil.

"Ada...lihat saja di dapur". Jawab Kantil pada Uwo.

Kemudian Uwo pun pergi meninggalkan Kantil sendirian dan mulai pergi ke dapur untuk mendapatkan makanan.

*Di Dapur

"Mana ya.."

"Ahhh dapat slai darah merah terbuat dari janin bayu HAHAHA". Ucap Uwo sendirian sembari mengeluarkan roti dali lemari es.

"Wo...". Panggil Kantil pada Uwo yang membuat Uwo sontak kaget.

Kantil melihat Uwo sedang mengolesi slai kesukaan ibunya itu.

"Wo...apakah itu janin bayi". Tanya Kantil pada Uwo.

"Iyap...betul sekali". Jawab Uwo sembari melahap roti yang sudah di olesi slai darah merah.

"Berarti selqma ini aku memakan makanan mengerikan itu?". Ucap Kantil.

"Ibumu sering memberimu makanan ini?". Tanya Uwo pada Kantil.

"Iyah sering tapi aku tidak pernah memakannya". Jawab Kantil sembari melihat Uwo jijik memakan makanan mengerikan itu.

"Baguslah..berarti tidak ada lagi manusia yang mengganggu ku menghabisi orang". Ucap Uwo pelan- pelan, sehingga Kantil tidak terdengar.

"Apa Wo?". Tanya Kantil menanyakan pada Uwo.

"Tidak..tidak ada apa- apa". Jawab Uwo sembari tertawa melihatkan giginya sedikit.

"Aneh". Batin Kantil.

Kantil pun meninggalkan Uwo sendirian yang tengah melahap makanan mengerikan itu.
Ia pergi masuk kedalam kamarnya, menyendiri meratapi apa yang telah terjadi dalam hidupnya yang aneh.

Ibuku Si Kuntilanak HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang