14. Morning, Sunrise

11 1 0
                                    

"Kau harus memegang milikmu sendiri maka kau baru akan merasa bangga..."

Tiba-tiba teringat perkataan Mas Jibril ketika dia memaksaku menyalakan kembang apiku sendiri di kencan pertama kami. Aku tak begitu ingat apa yang ku rasakan saat pria setampan dan sekeren Sulung Airlangga ini memegang tanganku dengan eratnya. Tapi... Ku fikir aku akan ingat perasaan tersebut kali ini. Mas Jibril berbaring disampingku, dibalik selimut kami berpegangan tangan.

Aku memegang milikku sendiri. Tangan suamiku yang luas dan hangat.

Memalukan. Kami bahkan tak memakai sehelai pun pakaian.

Glup.

Mas Jibril kelihatan tampan di pagi hari, konyol memang tapi kenyataannya ini pertama kalinya bagiku memandangi wajah suamiku dengan jarak sedekat ini. Aku bahkan bisa merasakan hela nafasnya. Sial. Aku mulai mengingat bau-bau lainnya. Maksudku, wangi sabun, shampoo dan cologne-nya.

"Ta,"

"Y-ya. M-mas sudah bangun?" Ia membuka sepasang mata indahnya, memergoki perbuatanku dan itu membuatku malu.

"Hm. Ngomong-ngomong sampai kapan kau memandangi wajahku?"

"A-aku cuma memandang ke depanku, kok. Kebetulan ada wajah Mas- aku hanya asal melihat"

"Ta," Dia memanggil potongan namaku. Lagi, kupu-kupu dalam perutku beterbangan.

"Uhm?"

"Aku akan ke kamar mandi duluan, agar kau bisa memakai pakaianmu"

"Ah? Eh- iya. Aku akan pejamkan mata kalau begitu"

"Tidak juga tak apa. Kau kan... Sudah lihat semuanya"

"Mas nyebelin!"

Mas Jibril tertawa setelah berhasil menggodaku. Tunggu! Dia baru saja tertawa, kan? Apa aku tidak salah dengar.

"Aku akan melepasmu hari ini karena mempertimbangkan yang semalam itu pertama kalinya bagimu. Pergilah jalan-jalan dan berbelanja bersama Shara, pakai kartuku sepuasnya" Dia meletakkan black card-nya di atas nakas.

"M-mas mau kemana? A-aku canggung dengan Shara- Mas tidak ikut?"

"Ish, mendadak kau jadi manja. Aku ada beberapa pekerjaan, lain kali saja kita habiskan waktu berdua"

"Baiklah, selamat bekerja"

"Kau juga, bersenang-senanglah"

Dada bidang dengan perut roti sobeknya itu berlalu membuatku teringatkan kembali potongan kejadian kemarin. Oh... Ada apa dengan isi kepalaku? Aku jadi lebih mesum dari Harline dan Shara.

Ngomong-ngomong tentang Shara... Dia pasti sudah tau apa yang terjadi semalam. Tunggu! Kamar ini benar-benar kedap suara, kan?

***

"Kakak ipar, cuaca seterik hari ini apa tak gerah memakai turtle blush?"

"Enggak, kok. Uhm... Katamu mau melihat stelan untuk Riva?"

Shara mengikuti arah pandangan Jelita.

"Ah ya, benar disini. Kakak ipar juga harus belikan untuk Kak Jibril. Stelan kakakku lebih dari setengahnya adalah pilihan Citra"

Deg.

Jelita baru sadar bahwa Citra telah mengisi hidup suaminya sejak lama tentu kebanyakan pakaian dan barang Jibril disiapkan oleh Citra.

REASON In SEASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang