18. Mawar Putih

13 1 0
                                    

Citra menghela nafas panjang, ia menerima buket bunga mawar putih lagi. Jibril nampak jelas menetapkan batasannya sebagai
sahabat.

"Merah, jika kau mencintaiku dan putih jika kau ingin kita tetap sebagai teman" Masih ia ingat dengan jelas bagaimana Jibril menyatakan perasaannya dengan cara aneh. Ketimbang romantis pria itu lebih seperti mengajak bermain tebak kata.

"Cinta yang putih. Bukankah lebih baik berteman dengan seseorang yang paling kita cintai?"

"Tidak mau. Aku hanya akan mencintaimu atau kita hanya berteman, tak kurang dan tak lebih"

Pria yang keras kepala itu, masih sama keras kepalanya yang berbeda adalah dia menginginkan sebaliknya kali ini. Hanya sebagai teman, bahkan bukan cinta putih.

"Mbak Citra," Cherry melongokkan kepalanya lewat pintu kamar yang terbuka sedikit.

"Cherry? M-masuklah," Citra mempersilahkan meski agak canggung menghadapi Si bungsu Airlangga.

"Aku dengar Mbak sakit, apa mbak sudah baikan?"

"Aku merasa lebih baik, senang menerima kunjunganmu"

"Mbak, Maaf- Cherry- Cherry abai pada Mbak belakangan ini"

"Aku faham, kau selalu sangat baik padaku bahkan saat kau kecil dulu"

"Kakakku sudah sangat menyakitimu tapi aku tak bisa berada dipihakmu- aku-"

"Aku tau. Dan aku sudah melupakan semuanya,"

"Sungguh?"

"Kakakmu memilih istrinya, aku tak mau jadi tokoh jahat dalam kisah ini"

"Kau dan hatimu yang putih itu, Kakakku yang brengsek tak berhak sejak awal memilikinya"

"Kau selalu pandai memuji. Karena kau juga sangat baik maukah kau membantuku?"

"Tentu, aku senang bisa membantu Mbak Citra"

***

"Aku tak pernah menginginkan cintamu, cintamu yang membawa segudang perasaan dan emosi yang rumit. Aku memang tak menyukai hidupku yang penuh kemalangan tapi aku juga tak membencinya. Aku mengenalmu, dari miliaran manusia di semesta, Tuhan menghadiahkan pertemuanku denganmu. Kau yang hanya dengan melihatmu saja hatiku berbunga, kau yang hanya dengan menyentuh tanganmu saja aku merasa memiliki seluruh dunia. Jibril, Cinta harusnya membawa kebaikan. Tapi cintaku yang tamak membuatmu terbebani, dan pada gilirannya mengubahku menjadi monster.

Aku masih tak bisa mengikhlaskanmu, tapi aku akan melepaskanmu. Aku tak bisa berbahagia untukmu tapi aku tetap mendoakan agar hanya kebahagiaan saja yang menyentuhmu. Seperti bagaimana kisah kita dimulai, seperti itu juga kisah ini diakhiri. Aku akan pergi agar semua orang merasa lega. Kau tidak akan membenciku terlalu lama, kan?"
(Citra, Yang kau berikan mawar putih)

Sampai akhir perempuan itu memiliki tempatnya sendiri di hati Jibril, itu yang Jelita tau ketika suaminya berlari keluar dengan bertelanjang kaki setelah membaca sepucuk surat yang Cherry antarkan.

"Mbak- surat itu-"

"Aku baik-baik saja, harus baik-baik saja" Jelita meraba perutnya seolah berbicara pada janin dalam kandungannya. Cherry merasa bersalah karena respon Sang Kakak setelah membaca surat yang dibawanya.

"Kejarlah kakakmu, dia lupa membawa kunci mobil dan dompetnya"

"Ah- aku akan membawa Kakak pulang sebelum larut"

REASON In SEASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang