Dulu Mario bilang hatinya itu ibarat bandara. Banyak yang singgah tapi nggak ada yang menetap. Setelah pindah dari Jepang ke Jakarta karena mengikuti jejak saudara, Mario pikir doi hanya akan menjalani kehidupan sekolah selayaknya cowok SMA biasa. Sibuk belajar, basketan sama aktif organisasi saja.
Namun, begitu MOS—kala itu masih memakai istilah ini—dimulai, ada kejadian yang membuat Mario mengubah cara pandangnya tentang cinta.
Kronologinya diawali dengan panggilan, "Eh lu yang cebol, kemari dulu deh bentar." Dari seorang kakak kelas di sela jam istirahat mos.
Membuat Mario yang saat itu sedang duduk di barisan junior lainnya, otomatis bangun dan menghampiri sumber suara. Nggak perlu bertanya, jelas itu panggilan tertuju untuknya. Tapi yang aneh adalah sesampainya di sana, bukan cuma dia yang datang. Melainkan juga seorang gadis lagi. Bikin kumpulan kakak kelas cowok itu bersiul menggoda.
"Lah kocak. Niat manggil satu yang dateng malah dua. Pada merasa terpanggil gitu ya?"
Lalu mereka terbahak. Entah apa yang lucu. Aslinya Mario mau menegur, tapi dia urungkan. Ya sudah lah. Mario gak pengen punya masalah di negara yang baru saja ia tempati ini. Apalagi statusnya masih junior.
Berbeda dengan pemikiran si pemuda, justru gadis di sebelahnya itu lah yang membalas, "Maaf, kak, saya emang pendek tapi bukan berarti kakak boleh ngeledek fisik orang lain seenaknya gitu kan. Kakak merasa udah sempurna banget?"
Bagai party pooper. Suasana seketika berubah menjadi hening. Cowok yang tadinya meledek sekarang terlihat berdehem sungkan. Mungkin merasa tertampar fakta.
"Becanda elah, Dek. Serius amat."
"Manusia emang cenderung menganggap semua hal bercanda selama itu gak merugikan diri dia sendiri. Ya kan?"
Keheningan jilid dua. Teman-teman si senior cowok itu lantas mengalihkan pandangan ke lain tempat. Beberapa mengusap tengkuknya seolah tak ingin ikut melempar argumen.
"Ya udah sih sorry, gitu doang."
"Saya gak terima ucapan sorry yang gitu doang, Kak."
"Set dah jadi lo maunya gue minta maaf gimana? Sampai nyium kaki lo?"
Tak disangka cewek itu malah mengangguk. Seolah menantang, dia memajukan satu kakinya dengan ekspresi datar. Membuat si senior jelas merasa tersinggung berkat itu.
"Weh asu?! Siapa nama lu? Gua tandain lu ya. Bokap lu yang punya sekolah apa gimana, sok jagoan banget ini bocah," maki cowok itu sembari menunjuk-nunjuk muka si gadis. Refleks teman-temannya menahan dia sebelum sesuatu terjadi di luar kontrol.
"Ck, udah lah, cewek tuh, mau lo pukul?" salah seorang teman si senior rese yang dari tadi diam saja akhirnya menyela, belakangan Mario baru tahu kalau namanya adalah Mark.
Mark melirik bergantian Mario dan si cewek pemberani itu, "Maaf ya, kita yang salah. Gak usah diladenin lagi. Kalian boleh bubar aja ya sekarang."
"Nama lu dulu siapa bangsaatt!"
"Naura Odelia!" balas si cewek kesal, "Sana lo tandain sesuka hati." Terus dia langsung balik badan dan pergi.
Menyisakan para cowok di belakangnya yang auto speechless. Mario mengerjap, sekon kemudian bibirnya melengkung ke atas. Dari situ Mario tau, kalau dia sudah menemukan calon menantu yang layak untuk sang Papa dan Mama.
Bila berbicara mengenai perjuangan, Mario termasuk anak laki-laki yang pantang menyerah. Jiwa kompetitifnya sangat dominan. Setelah yakin kalau dia sudah fall in deep love at first sight dengan si gadis Odelia itu, Mario bertekat mau menggebetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] La Petitè
FanfictionKatanya, menetapkan cinta sejati pada orang yang ditemui saat SMA merupakan hal ternaif di dunia ini. Mario dan Naura mungkin adalah contoh kecil dari kenaifan itu. written on: Dec 22, 2022 - Oct 17, 2023. ©RoxyRough