🌸 Tenggang Rasa

305 71 16
                                    

Magang sudah dimulai. Karena Mario dan Naura melamar di perusahaan yang berbeda, mereka pun jadi jarang bertemu. Terakhir kali hanya saat Mario membantu Naura menguburkan mayat Mochi.

Lalu yang Mario lakukan sepanjang sisa hari itu adalah memeluk Naura. Mario enggan memberi kata-kata motivasi untuk kali ini. Menurutnya, berbagi rasa duka jauh lebih baik dari pada bersikap pura-pura kuat.

Seminggu berlalu, hari ini Mario berinisiatif menjemput Naura pulang dari kantornya. Jarak kantor mereka terbilang tidak terlalu jauh, namun seringkali jadwal pulang keduanya tidak sama. Makanya mereka jarang pulang bareng. Beruntunglah hari ini jam pulangnya sama.

Sepanjang jalan Naura bercerita seputar kondisi kantornya begitupun Mario.

"Males deh. Baru masuk udah dikasih banyak banget kerjaan," sambat Naura.

Mario menanggapi dengan, "Ya bagus dong. Dari pada cuma disuruh fotokopi atau bikin teh kopi doang?"

"Kamu gitu?"

"Iya! Udah kayak babu," gantian Mario yang sekarang sambat. Naura terkekeh kecil.

Tiba-tiba nada notifikasi pesan di ponsel Mario terdengar mendistraksi beberapa kali.

Naura yang kepo akhirnya bertanya, "Dari siapa sih itu? Bunyi mulu perasaan tuh hape kamu dari tadi."

"Chat grup kantor palingan. Ngomongin soal company gathering weekend besok. Semacam acara ramah-tamahan gitu."

"Intern di kantor kamu banyak ya?"

"Lumayan. Tapi kalau di ruangan aku banget sih cuma berdua."

"Kamu sama Ayumi?"

"Bukan. Ayumi mah di ruangan lain. Beda lantai malah. Yang seruangan aku tuh namanya Jean."

"Jean?" Naura melirik Mario yang fokus melihat jalanan di depan, "Cewek?"

Mario mengangguk tanpa ragu, "Anaknya friendly karena pernah exchange student ke Amrik gitu. Jujur oke banget sih. Gara-gara dia, aku juga bisa cepet akrab ke staff-staff senior yang lain. Jadi gak terlalu terbully."

Entah mengapa Naura rasanya tak begitu menyukai informasi Mario ini. Tapi gadis itu mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran buruknya yang bahkan belum tentu kejadian.

"Wah enak dong kalau gitu. Aku di kantor temennya baru Jevando doang. Intern yang lain tuh kebanyakan cari muka. Gak masuk di kita," keluh Naura.

Tipikal yang idealis macam dia dan Jevando memang sulit berbaur dalam instansi begini.

"Gapapa masih baru. Ntar juga kamu bakal akrab ke yang lain kok. Sebulan loh, lumayan lama juga kan tuh," kata Mario. Naura membenarkan.

Tak lama mereka terjebak lampu merah. Menitnya masih di seratusan. Bosan menunggu, Naura menyapu pandangannya ke jendela mobil, pada sebuah toko hewan di pinggir jalan.

Dari sana Naura bisa melihat seekor anjing kecil yang juga melihat ke arahnya melalui kaca toko yang memang transparan. Naura tertegun. Sampai Mario pun mengikuti arah tatapannya.

Ada hening mengisi sejenak dan Naura sama sekali tidak menyangka sesaat kemudian Mario akan berujar, "Mau beli yang baru aja?"

Tatapan Naura sontak berbalik melihatnya, "Apa?"

"Yaa, puppy kan. Buat pengganti Mochi, kamu gak mau beli anjing yang baru lagi aja? Rasnya sama tuh."

Hening. Jemari Naura di atas pangkuannya saling bergesekan resah. Ada perasaan ganjil yang tak mengenakan.

[✔️] La PetitèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang