🌸 Back to You

251 57 16
                                    

Jevando celigukan di bangkunya, mencari sosok Mario yang tumben-tumbenan masih belum ada di kelas padahal lima menit lagi sudah mau jam masuk. Hendak bertanya ke Naura, Jevando sungkan sendiri mengingat status mereka. Walaupun belakangan kelihatannya Mario sama Naura juga sudah berteman seperti biasa sih.

Sampai Naura tiba-tiba ngomong, "Ndo telponin Rio deh. Kok dia belum dateng deh udah jam segini?"

Kebetulan Jevando juga berniat mau nelpon. Cowok itu pun mengangguk lalu menghubungi nomor kontak si teman. di dering kedua panggilan itu terjawab.

"Yo, lu dimana? Baru bangun?"

Sementara di sebelah, Naura fokus memperhatikan Jevando berbicara dengan ponselnya.

"Lah beneran masih di kosan. Nggak masuk lu?"

Naura mendengus kecil. Tuh kan ketiduran, pikirnya.

"Hah kecelakaan?! Parah nggak—"

Netra Naura membulat seketika. Tanpa menunggu Jevando selesai bertelepon, gadis itu sudah berdiri lalu menyambar tasnya dan pergi keluar kelas.

Jevando sendiri kaget. Masalahnya tak lama setelah Naura keluar, dosen yang mengajar pun masuk.

Cowok itu, yang posisinya masih menelepon Mario refleks melapor, "Nggak parah ya. Tapi, Yo, lo harus tau. Barusan Naura otw. Padahal dosennya baru dateng. Skip kelas tuh dia, muka-mukanya khawatir banget."

Betul. Karena di sinilah Naura sekarang. Secara impulsif menaiki taksi agar bisa sampai lebih cepat ke kosan Mario. Mengingat Naura memang tidak membawa kendaraan ke kampus.

Sampai di TKP, cewek itu segera mengetuk pintu kamar Mario dengan tak sabar. Membuat si pemilik kamar dari dalam terdengar grasak-grusuk demi membuka pintu.

"Ra? Aku denger dari Vando kamu langsung otw? Aku nggak separah itu kok. Maaf bikin khawatir," kata Mario serta merta pula.

Naura di depannya barulah bisa bernapas lega kembali begitu melihat penampakan Mario yang memang baik-baik saja.

"Kamu nggak harus sampai skip kelas kok..." lanjut Mario nggak enakan.

"Kamu tuh ya!" Naura menggeram sesaat, "dah ah, awas. Aku mau masuk."

Patuh, pemuda itu langsung melipir. Memberi jalan pada Naura untuk masuk. Di atas kasur, Naura menemukan betadine dan kapas yang masih terbuka. Jadi, instan dia memandang Mario.

"Mana yang luka?"

"Oh? Ini doang sih," Mario menunjuk luka di siku sebelah kirinya, "tadi tuh aku kecelakaannya bukan yang gimana-gimana kok. Kebetulan baru sadar ban motor aku kempes kan tapi nyadarnya tuh pas udah di jalan. Jadi ban nya kayak ngeleok gitu dan ujungnya bikin aku oleng trus jatuh ke aspal. Untungnya sih gak kena sama kendaraan lain, cuma kegores dikit."

"Orang Indonesia banget ya, musibah apapun selalu ngomong 'untungnya'."

"Yaa kan biar gak merasa sial-sial amat gitu."

Naura terkekeh sembari membenarkan. Lalu dia beranjak duduk di pinggir kasur dan menepuk sisi kosong di sebelahnya, "Sini. Aku bantu obatin."

Lagi-lagi Mario cuma manut. Cowok itu sesekali melirik bergantian antara Naura dengan aktivitasnya mengolesi betadine di luka Mario, setelah itu menutupnya dengan plester.

"Makasih, Ra," gumam Mario, "tapi beneran deh, kamu harusnya nggak perlu sampai skip kelas tadi."

"Ya udah sih, udah terlanjur juga. Gapapa lah. Ntar matkul siang baru masuk. Kamu juga masuk ya, biar nanti aku telpon supir buat jemput kita."

"Hmmm, baru aja rencananya mau tipsen," Buru-buru Mario nyengir begitu Naura memberikan reaksi dengan pelototan lucu, "hehe iya iya, becanda kok."

Kemudian suasana hening. Baik Mario maupun Naura juga sama-sama tidak tahu mau ngomong apa. Dengan status yang sekarang rasanya juga Naura agak aneh berada di dalam kamar kosan Mario lagi. Apa harusnya pintu kamarnya dibuka saja ya?

"Ehm, mau minum sesuatu?" tanya Mario basa-basi.

Naura gelengin kepala, fokusnya sekarang sudah beralih di meja belajar Mario yang tampak berantakan. Tanpa ngomong apa-apa, dia lalu berdiri dan merapikannya. Membuat si cowok menatap punggungnya dalam diam.

Beres urusan itu, kali ini Naura berpindah ke atas kasur. Dia merapikan bantal, guling dan selimut Mario dengan telaten. Sampai gerakan Naura akhirnya dihentikan oleh si empu kamar. Posisi Naura masih berdiri, sedang Mario duduk di pinggir kasur.

"Kamu kenapa sih bikin aku susah banget mau move on?" lirih Mario. Naura diam. Ia alihkan pandangan agar tak bersitatap dengan cowok itu.

"Aku udah bilang kan, Ra, jangan kayak gini. Atau, aku nggak akan bisa nahan diri lagi."

Pandangan Naura jadi balik menatap Mario berkat kalimatnya. Cewek itu hendak protes untuk membela diri.

"Ya soalnya kamu tuh—"

Tapi ucapannya bahkan tidak bisa ia lontarkan sampai selesai. Karena Mario sudah memotong. Dalam hitungan sekon Mario dengan perlahan menarik pinggang Naura dan membuatnya terduduk di atas paha si cowok. Kedua tangan Naura refleks meremat pundak Mario selagi matanya terpejam kuat. Berusaha mengimbangi tempo yang diberikan cowok itu pada indera pengecapnya.

It's been a long time since they last kissed anyway. Mungkin karena itu juga, kali ini Mario melakukannya dengan amat intens. Terlalu intens sampai membuat Naura kelimpungan.

Hampir kehabisan oksigen, Naura akhirnya menunduk untuk mengambil napas. Di dalam jarak sedekat itu, Naura bisa mendengar Mario bergumam, "Maaf."

"Kayaknya itu bukan kata yang bakal diucapin orang-orang abis ciuman deh? Kecuali, kalau yang dicium ngerasa gak suka," balas Naura.

Kini keduanya sudah saling berpandangan kembali.

"Kamu... suka?"

".... iya."

Senyuman Mario langsung terbit di kedua sudut bibirnya, "Pacaran lagi yuk?"

Naura mengangguk.

"Maaf ya, Ra, buat yang dulu, ke depannya aku bakal ngetreat kamu lebih baik lagi. Biar kita bisa sama-sama ngelupain kita di masa lalu."

"Aku malah nggak mau ngelupain kita di masa lalu. Soalnya di waktu itu pun, aku selalu bahagia sama kamu kok, Yo."

Sekarang Mario mengerti, arti kalimat "We can fix this" untuk hubungan yang sedang renggang itu sebenarnya bisa saja terwujud. Asal, kedua belah pihak mau menerima perubahannya. Karena toh kodrat sifat dari manusia memang pasti senantiasa berubah sesuai bertambahnya usia.

Kalau kata Raditya Dika sih ada yang namanya sindrom BTB alias Berubah Tidak Baik. Tetapi turn out, enggak semua pasangan yang terkena sindrom BTB akan berakhir dengan perpisahan pula kok. Sebab selain Berubah Tidak Baik, ternyata BTB juga bisa diartikan sebagai Berani Tumbuh Bareng.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




bau apa ini ges? ya btul. bau-bau mau tamat 🙏 two last chapter more until finale yaa. maap ini work emang ngaret bgt nyeleseinnya dibanding work lain huhu efek mashinako seret konten era~

[✔️] La PetitèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang