🌸 Filosofi Pasir

237 68 36
                                    

Hilya menjerit tertahan, tangannya bergerak lincah menggulir layar ponsel yang sedang menampilkan laman belanja online suatu produk kosmetik. Sebuah mahakarya dari brand beauty Jaquelle yang kolaborasi sama anime SxF. Di depannya ada Ayumi yang terlihat tak kalah antusias.

"Lucu banget gak sih, Anya Forgerrr?! Pesen yuk, Yum! Serius deh designnya gemes banget. Mau nyoba yang liptint!" seru Hilya.

Ayumi mengangguk setuju, "Tapi aku lebih kepengen parfumnya sih."

"Kita pesen sepaket aja biar datengnya barengan trus bisa patungan juga."

"Ide bagus! Gas!"

Sebelum mengklik tombol purchase, Hilya baru teringat sesuatu. Jadi dia memundurkan kepalanya sedikit demi berkata pada Naura di ujung sofa yang lain, "Ra, kamu ikutan gak? Ambil eyeshadow nih ya, mau?"

Yang ditanya tidak ada respon. Naura tampak sibuk berkutat dengan ponselnya sendiri sedari tadi. Bahkan dari awal dia datang ke rumah Hilya—yang katanya mau main bareng, karena itu Ayumi juga bergabung di sana—tapi justru Naura yang malah berakhir mengasingkan diri.

Merasa diabaikan, Hilya kembali memanggil. Kali ini intonasinya lebih tinggi, "Nauraaa!"

"Eh? Iya? Apaan?"

Akhirnya dijawab. Hilya mendengus, "Kamu tuh belakangan ini beneran gak bisa lepas dari hape deh."

"Mario lagi?" terka Ayumi.

"Ck, iya. Kenapa sih setelah hpnya bener sekarang Rio jadi makin lama banget kalau bales chat aku? Kayak sengaja gitu, mentang-mentang aku bilang yang penting dalam sehari kita ada komunikasi. Tapi maksud aku kan gak beneran sekali chat juga?? Bahkan di hari libur gini, dia sibuk apanya sih?" curhat Naura.

Ayumi dan Hilya kompak saling pandang dengan pemikiran yang sama. Kebetulan Hilya juga tahu perihal masalah Naura dan Mario dari cerita Ayumi. Tapi dia tidak menyangka ternyata hubungan mereka sudah jadi seburuk ini.

"Jujur sih, Ra, ini toxic loh," pendapat Ayumi, "Kamu gak berpikir Mario bakal terbebani sama tuntutan kamu yang harus selalu komunikasi setiap hari?"

"Beban?" Naura memincing tidak suka, "Aku balikkin deh ke kamu ya, Yumi. Vando ngabarin kamu setiap hari, seneng nggak? Berasa kamu spesial kan dari temen-temen cewek dia? Dan berasa kalian tetep deket kan walaupun lagi enggak sebelahan? Kalau pacar kita terbebani dengan itu justru aneh sih menurut aku, berarti dia udah gak sayang."

Ayumi langsung mengulum bibir. Enggan membalas. Sementara Naura beralih pada Hilya.

"Kamu juga mikir gitu nggak, Ya? Bahkan Aksa yang pendiem aja kalau sama kamu dia selalu ngechat duluan kan? Apalagi Vando yang super perhatian. Tapi, Rio?"

"Yaa Aksa, Vando sama Rio kan beda, Ra. Rio tuh emang tipe yang gak bakal ngabarin kalau enggak ditanya," jelas Hilya.

"Itu dia. Makanya aku minta dia bales chat setiap hari. I just wanna keep in touch with my boyfriend. Is that wrong?"

Jeda mengisi. Ayumi yang notabene adalah teman baru, jelas tidak terlalu mengenal pribadi Naura maupun Hilya. Karena mereka berteman setelah Ayumi pacaran sama Jevando. Jadi Ayumi merasa sepertinya lebih baik dia menyudahi pembahasan ini.

Ayumi memutar otak bagaimana mengganti topik yang terkesan alami, saat tiba-tiba Hilya justru membuka suara lagi.

"Ra, kamu pernah denger filosofi pasir nggak?" Naura menggeleng, Hilya pun melanjutkan, "Katanya cinta itu kayak pasir. Semakin kuat kamu genggam, semakin banyak yang hilang dari tangan kamu."

Sejujurnya Hilya jarang menggunakan simile. Yang barusan tadi juga bukan bermaksud sok keren. Hanya saja menurut Hilya, Naura tidak akan tersinggung jika ia menegurnya dengan kalimat seperti itu.

[✔️] La PetitèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang