🌸 Unmoving First Love

258 71 18
                                    

Hal tersulit dari sebuah perpisahan adalah mencoba terbiasa tanpa kehadirannya. Mereka berdua tidak tahu entah sejak kapan seluruh kegiatan yang dilakukan maupun tempat yang dilewati bisa mengingatkan masing-masing pada masa lalu yang sama.

Naura menyikapi move on dengan lebih giat magang saja. Melupakan perkara hati dibelakangnya dan fokus pada tujuan masa depan. Namun Mario, tidak bisa begitu.

Padahal Naura terlihat sangat kacau di minggu pertama pasca putus sementara Mario masih bisa beraktivitas seperti biasa dan hanya sedikit galau. Tapi setelah lewat dari seminggu, sekarang adalah kebalikannya. Naura sudah mulai membaik gantian Mario yang makin hari makin gagal move on.

Bahkan walau Mario sudah mencoba membuka hati untuk cewek lain, pergi berkencan serta berniat mau mulai pacaran lagi, ia tak bisa berhenti membandingkan cewek-cewek itu dengan Naura.

Kejadian paling akhir contohnya, kala Mario dan 'gebetannya' tengah berjalan keluar dari suatu restoran setelah lunch bersama. Di seberang jalan itu ada mini market dan segerombolan anak SMA.

Beberapa dari mereka merokok. Yang menjadi titik tumpu Mario adalah seorang anak berkacamata yang berada ditengah. Dia tampak menunduk pasrah di saat yang lain merangkulnya erat.

Siapapun tau, anak berkacamata itu sedang dipalak. Mario berniat menghampiri, tapi cewek di sebelahnya malah berkata.

"Ck, masih SMA udah jadi preman. Gak usah terlibat, Yo. Mending kita pergi aja."

"Dibiarin?" tanya Mario bingung.

Cewek itu mengiyakan, dia langsung menarik tangan Mario, "Kamu gak kenal juga kan sama anak yang kacamataan tuh? Ya udah sih, kasian emang tapi ya anggep aja nasib dia lagi malang sampe di palakin. Tampangnya nerd banget sih ya, wajar."

Enggak sih. Harusnya enggak gini. Kalau Naura, dia mungkin akan langsung melempar tas ke arah anak-anak itu lalu memarahi mereka sembari melindungi si bocah berkacamata tersebut dengan tubuh mungilnya.

"Yuk, Rio. Jam istirahat udah abis."

Namun, lagi-lagi Mario lupa yang sedang bersamanya sekarang bukanlah Naura. Mario menghela napas lantas mencoba mengabaikan kejadian barusan. Selagi dia mengendarai motor melewati tempat itu, bisa dia lihat si anak laki-laki berkacamata kini terduduk di pinggir jalan sendirian.

Tak tega. Mario lalu berhenti tepat di depan anak itu. Membuat cewek yang dia bonceng protes.

"Ngapain berenti sih, Yo? Lanjut aja deh!"

Seolah tidak mendengar, Mario merogoh kantong celananya. Ia mengeluarkan dua lembar uang seratusan lalu memberikan uang itu secara diam-diam.

"Simpen dalem kancut. Buruan pulang, jangan kelamaan di sini," titahnya. Si anak berkacamata langsung mengangguk patuh sambil mengucap terimakasih.

Sampai anak itu menyetop angkot dan naik ke dalam sana, barulah Mario menajalankan motornya untuk balik ke kantor. Tanpa tau setiba di kantor, cewek yang tadi bersamanya sudah memasang wajah kesal. 

"Rio, kayaknya kita gak usah ketemu lagi deh setelah ini," kata si cewek lugas, "Jujur aja, jadi orang yang terlalu baik itu merepotkan. Gak usah muna lah, kita juga bukan nabi kan." 

Dan begitulah bagaimana Mario kehilangan kesempatan untuk pacaran lagi.

Hari-hari berlalu, Mario masih tak habis pikir dengan kegagalan pdkt nya. Bahkan mencoba bersikap manusiawi saja bisa menjadi masalah untuk sebagian orang. Dunia memang sudah rusak.

"Rokok teroosss," celetuk Gihon.

Bukan hal baru kalau akhir-akhir ini Gihon kerap menemukan Mario ngudud selepas makan siang di balkon kantor. Padahal sebelumnya tidak pernah. Lagipula seingat Gihon, Mario tidak addict merokok.

[✔️] La PetitèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang