10 : Kata Penenang

293 61 15
                                        

Sabito kepanikan. Ia tidak bisa menenangkan [Name]. Beberapa orang yang melihat hanya berbisik-bisik tanpa ada niat untuk membantu Sabito.

Giyuu dan Shinobu yang baru saja tiba di kantin heran dengan kehebohan di sana. Shinobu bertanya pada salah satu siswa yang berdiri di dekat pintu masuk kantin.

"Apa yang terjadi?"

Siswa itu mengangkat bahu. "Ada anak perempuan yang terus menarik rambutnya tanpa sebab."

Mendengar itu Giyuu pun menerobos kerumunan. "Tomioka-san!" Shinobu memanggil namun tidak Giyuu gubris.

Nafas Giyuu sedikit sesak karena berdesakan dengan para murid yang anehnya bukan duduk tapi malah berdiri melihat [Name]. Menyempitkan jalan saja mereka. Mana satupun tidak ada yang membantu.

Sabito menatap sahabatnya itu. Ia mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepalanya.

"Dia kenapa?" Tanya Giyuu berpura-pura tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada [Name]. Padahal dia yang paling tahu.

"Aku tidak tahu. Tiba-tiba dia begini saat melihat pecahan gelas itu." Tunjuk Sabito pada objek yang dikatakannya.

'Astaga.' Batin Giyuu melihati pecahan gelas di lantai.

Trauma adiknya kambuh dan Giyuu tidak bisa untuk menenangkannya. Jika Giyuu melakukan itu, bukan cuma Sabito tapi anak-anak yang lain pasti akan curiga. Giyuu yang datang ke sini dengan wajah khawatir saja membuat dahi orang-orang berkerut heran.

'Kenapa wakil ketua OSIS yang tidak pedulian tiba-tiba bertingkah seperti ini? Seolah dia peduli. Memang dia mengenalnya?' Begitulah isi pikiran para murid. Termasuk Sabito.

"Bagaimana cara menenangkannya?" Tanya Sabito.

"A-aku tidak tahu."

"Lalu untuk apa kau datang kemari kalau tidak bisa membantu?"

Shinobu menepuk pundak Giyuu setelah berhasil keluar dari kerumunan. Pemuda itu tersentak. "Kenapa Tomioka-san?" Giyuu cuma menggeleng. Shinobu tahu kalau Giyuu khawatir pada [Name].

'Ada hubungan apa Tomioka-san dengan gadis itu?' Ucap Shinobu dalam hatinya.

Sabito menahan paksa kedua tangan [Name]. Menutup mata [Name] agar tidak lagi menatap pecahan gelas. Kemudian mengecup dahi dan memeluk [Name]. Sabito mengelus surai gadis itu perlahan. Hanya ini cara yang terlintas di kepala Sabito.

[Name] tertegun mendapat kecupan singkat dari Sabito. Wajahnya merah namun tertutupi oleh anak rambut yang berantakan. Jantung [Name] berdetak cepat saat merasakan pelukan Sabito.

Giyuu tersenyum lega melihat [Name] sudah mulai tenang. Senyum tipis yang tidak luput dari pandangan Shinobu. Pemandangan yang langka. Si ketua OSIS jadi semakin penasaran dengan hubungan Giyuu dan [Name].

"Daijoubu. Ada aku di sini." Kata yang Sabito ucapkan, sama persis dengan kata penenang dari Giyuu.

•••••

"Tadi di kantin sekolah, Sabito meluk siapa?" Makomo duduk di samping Sabito. Ia pura-pura tidak tahu. Sebenarnya Makomo tahu betul Sabito memeluk gadis dengan surai hitam panjang yang beberapa hari ini menyita perhatian Sabito darinya.

"[Name], dia bilang dia trauma karena suara pecahan gelas yang aku pecahkan."

Sabito menghela nafas. Setelah [Name] tenang sepenuhnya, ia dipulangkan oleh guru. Karena kondisinya yang mengkhawatirkan.

Selama pelajaran sesudah istirahat, [Name] hanya termenung. Tidak ada satupun materi yang ia dengarkan. Saat ditanya, ia tidak menjawab dan pandangannya kosong. Sebab itu [Name] disuruh pulang. Anehnya, Giyuu yang mengantar [Name] pulang.

'Memang Giyuu tahu dimana rumah [Name]?' Pikir Sabito saat itu.

"Kelihatannya Sabito dekat sekali dengannya." Makomo menyilangkan kaki. Ia meraih remote yang menganggur di meja. Berniat menyalakan televisi.

Alis Sabito terangkat. "Apa kelihatan seperti itu?" Sabito tidak berpikir kalau dirinya dan [Name] dekat.

Makomo tidak jadi menyalakan televisi. Remote disentakkan di atas meja. "Tidak tahu." Ketusnya.

Sabito memandang heran Makomo yang pergi ke kamarnya. "Makomo kenapa?"

***

Fiks, Sabito gak peka.

SECRET ; Sabito x Reader (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang