4 : Obsesi

418 76 28
                                    

"Kau nekat juga ya." Sabito berjalan kembali ke meja mereka. Diikuti oleh [Name] dari belakang.

"Aku salut dengan keberanianmu itu."

[Name] tidak menggubris. Ia melihat piring makanan miliknya yang telah kosong. Sementara Sabito menumpukan dagu pada telapak tangannya.

Dari sekian banyak gadis yang ada di sekolah ini, hanya [Name] saja baru yang berani membantu seseorang yang sedang dibully. Biasanya para gadis tidak akan peduli, dan malah yang parahnya ikut-ikutan membully juga.

[Name] juga awalnya tidak ingin ikut campur, namun disaat yang sama ia tidak tega dengan pemandangan itu. Cukup dirinya saja yang pernah mengalami. Kalau bisa orang lain jangan.

"Kalau mereka mengidolakan seseorang seharusnya mereka bersaing secara sportif." Sabito tersenyum miring mendengar perkataan jujur gadis di depannya.

"Kau tidak akan menemukan yang seperti itu di sini." Balas Sabito dengan cepat. [Name] menegakkan kepalanya. Melihat Sabito yang mengaduk jus jeruk menggunakan sedotan.

Sabito menyesap jus jeruknya sebentar. Pikirannya melayang pada saat beberapa orang gadis pernah bertengkar sambil menyebut-nyebut namanya dalam pertengkaran mereka.

Jika mengingat hal itu lagi Sabito rasanya ingin tertawa keras. Mereka memperbutkan satu orang yang belum tentu bisa mereka dapatkan. Dengan kata lain, bagi Sabito itu hanya sia-sia saja. Sabito juga tidak pernah menyukai gadis yang tidak bisa saling menghargai seperti itu.

"Kenapa?" Tanya [Name].

"Karena mereka rada-"

Sabito menyilangkan kedua jari telunjuk didepan dahinya. Mengisyaratkan kata 'gila' atau mungkin 'sinting' dengan tindakan tersebut. Kemudian Sabito tertawa renyah.

[Name] mengerti maksud Sabito. "Jangan begitu." Katanya dingin. Isyarat Sabito menurutnya agak keterlaluan dan kasar. Karena [Name] juga perempuan, ia tidak terima. Soalnya [Name] seperti merasa tersindir. Teringat akan perasaan terlarang yang mungkin sudah termasuk dalam kategori 'sinting'. Tentu. Orang normal tidak akan memiliki perasaan yang menjijikkan seperti itu.

"Mereka tidak gila. Tapi mereka terobsesi."

"Obsesi mereka menyusahkan orang lain."

Sanggahan Sabito ada benarnya juga. Gadis dengan obsesi yang kuat pada idolanya kadang tidak bagus. Apalagi kalau sampai membully.

Kalau memang kagum jangan terlalu berlebihan. Takutnya ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Iya jika mereka bisa menerimanya. Jika tidak? Mereka akan terjebak dalam keobsesian mereka sendiri. Kan kasihan.

•••••

"Ada apa Makomo?"

Aoi bertanya saat gadis di sampingnya tidak kunjung melangkah masuk. Dari tadi Makomo terdiam di ambang pintu kantin. Beberapa orang yang jalannya terhalang karena Makomo mendecak kesal. Dan ada pula yang mengumpat. Sekilas Aoi mendengarnya barusan.

"Kau tahu gadis itu?" Makomo menunjuk gadis yang duduk di tempat yang sama dengan Sabito. Teman baiknya dari kecil.

Aoi memperhatikan. Lalu menggeleng. "Tidak."

Sekarang Aoi tahu, Makomo diam karena melihat Sabito dan gadis yang tidak diketahuinya itu.

Tunggu sebentar.

Sabito tidak mengajak Makomo makan di kantin seperti biasanya. Apa karena gadis baru itu? Nampaknya mereka sedikit akrab kalau Aoi lihat-lihat.

'Siapa gadis itu ya?' Batin Aoi. Ia jadi penasaran.

Tiba-tiba Makomo berbalik arah. Niatnya untuk makan sudah hilang sepenuhnya. Aoi menyusul. Gadis itu kaget saat mendapati Makomo tidak ada di sampingnya. Dan tahu-tahu sudah pergi keluar dan tidak jadi makan di kantin.

Tahu akan kondisi, Aoi tidak banyak bertanya. Ia berjalan beriringan dengan Makomo yang menunjukkan wajah tidak suka. Baiklah Aoi sangat mengerti. Mood Makomo sedang dalam kondisi yang buruk saat ini.

"Penganggu." Desisan itu tidak luput dari pendengaran Aoi.

SECRET ; Sabito x Reader (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang