Damar melangkah dengan cepat setelah turun dari bus. Memang, luka di lengannya masih belum sembuh dan terpaksa membuatnya harus naik bus beberapa hari ini.
Ia terkejut ketika melihat Pak Riki, wali kelasnya sedang menatapnya dengan selidik. Kenapa bapak ini harus mengikutinya sih?
"Damar." Dengan cepat Damar menghindari wali kelasnya. Sebelum ia benar-benar diintrogasi nanti.
Hatinya lega ketika tahu bapak itu tak mengikutinya lagi lalu ia pun berjalan dengan pelan sekarang. Tetapi tiba-tiba...
"Ha! Damar!"
Damar mengucap dalam hati. Kali ini ia benar-benar kaget daripada yang tadi. Mengapa bapak ini tiba-tiba menghilang dan sekarang muncul lagi di hadapannya, sih?
"Damar. Kenapa kamu memakai masker?"
Pak Riki mendekat. Mencoba untuk melihat kondisi wajah Damar di balik maskernya.
"Uhuk. Saya sakit, Pak. Ekehm."
Damar berusaha berlagak seperti orang yang sedang sakit. Memang bukan sakit yang berat, tetapi pilek dan batuk.
"Sini coba bapak liat!" Tangan bapak itu meraih masker yang sedang dikenakan oleh Damar.
Tadinya ia ingin memberontak akan tetapi melihat banyak sekali anak-anak yang berlalu lalang di sekitarnya membuatnya tak enak.
"Banyak luka. Kamu habis berkelahi?" tanyanya dengan serius. Wajah bapak itu entah mengapa menjadi seperti mengkhawatirkan anaknya.
"Bukan, Pak! Ini cuma luka habis terjatuh dari motor semalam," alibi Damar asal-asalan.
Entah bapak itu mau percaya atau tidak padanya. Ia tidak ingin membuat siapa pun termasuk bapak itu khawatir.
"Saya tau kamu bohong Damar."
Pak Riki menatap lekat. Menjadi sedih karena anak itu tidak terbuka terhadapnya.
"Ya sudah, kamu masuk kelas. Jangan sampai yang lain tau kamu habis kelahi."
"Baik, Pak."
Damar berjalan meninggalkan sang wali kelas dengan langkah kaki yang cukup cepat. Karena merasa risih dengan tatapan Pak Riki yang masih melihatnya dari kejauhan.
"Damar?" Matanya tertuju pada seorang gadis ketika ingin menutup loker miliknya.
Damar sontak tersenyum.
"Kenapa pakai masker? Kamu sakit?" tanyanya yang tak lain adalah Tisha.
Wanita itu menatapnya dengan cemas. Membuatnya menjadi gemas saja.
"Ekhem. Uhuk ... uhuk ... Iya, aku sakit," ujarnya agak lirih.
"Semoga kamu cepat sembuh."
Damar mengangguk pelan. Tiba-tiba ia tak tega membohongi wanita itu. Akhirnya ia mendekati Tisha dengan pelan.
"Tish." Panggilnya dengan nada rendah. Membuat yang dipanggil langsung menoleh dengan tatapan mata yang lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Korban Ambisi (𝙏𝙚𝙧𝙗𝙞𝙩)
Teen FictionUntuk kamu yang merasa tidak berguna dalam hidup ini jangan berkecil hati. Apa pun yang terjadi, tetaplah merasa hidup. Hiduplah sesuai keinginan. Seperti yang kamu ingin kan tentunya. Cerita ini bukan tentang Bad Boy bertemu dengan Good Girl atau...